Pilpres 2019
Serba Serbi Sidang MK : 41 Kata 'Indikasi' Denny Indrayana hingga BW Sempat Tinggalkan Ruang Sidang
Serba-serbi sidang sengketa hasil pilpres 2019, tanggapan soal jabatan Maruf Amin hingga BW sempat tinggalkan ruang sidang
4. Dilarang menghadiri, menjadi pembicara/narasumber pada giat deklarasi, rapat, kampanye, pertemuan parpol kecuali dalam melaksanakan tugas pengamanan yang berdasarkan surat perintah tugas.
Baca: Pengacara KPU: Link Artikel Berita di Media Online Tak Penuhi Syarat Sebagai Alat Bukti
5. Dilarang mempromosikan, menanggapi dan menyebarluaskan gambar/foto capres dan cawapres serta caleg baik melalui media massa, media online dan medsos.
6. Dilarang foto bersama dengan capres dan cawapres, caleg, massa maupun simpatisannya.
7. Dilarang foto/selfie di medsos dengan gaya mengacungkan jari membentuk dukungan kepada capres/cawapres, caleg maupun parpol yang berpotensi dipergunakan oleh pihak tertentu untuk menuding keberpihakan/ketidaknetralan Polri.
8. Dilarang memberikan dukungan politik dan keberpihakan dalam bentuk apapun kepada capres dan cawapres, caleg maupun parpol.
9. Dilarang menjadi pengurus atau anggota tim sukses capres dan cawapres serta caleg.
10. Dilarang menggunakan kewenangan atau membuat keputusan dan/atau tindakan yang dapat menguntungkan atau merugikan kepentingan capres dan cawapres, caleg maupun parpol tertentu.
11. Dilarang memberikan fasilitas-fasilitas dinas maupun pribadi guna kepentingan politik capres dan cawapres, caleg maupun parpol.
12. Dilarang melakukan kampanye hitam (black campaign) dan menganjurkan untuk menjadi golput.
13. Dilarang memberikan informasi kepada siapapun terkait dengan hasil perhitungan suara pemilu 2019.
14. Dilarang menjadi panitia umum pemilu, anggota komisi pemilu (KPU) dan panitia pengawas pemilu (Panwaslu).
Telegram tersebut juga telah dipublikasikan melalui pemberitaan dalam media massa sehingga telah menjadi informasi publik dalam bukti bernomor PT-10.
"Bahwa pada tanggal 18 Oktober 2018, melalui surat Nomor ST/2660/X/RES.1.24/2018, Kapolri juga telah memerintahkan kepada seluruh Kapolda se-Indonesia untuk bekerja secara profesional, menjaga netralitas, menghindari conflict of interest dalam Pemilu 2019 dan menghindari langkah-langkah yang menyudutkan Polri berpihak dalam politik," kata Wayan.
41 Kata 'Indikasi' Denny Indrayana
Yusril Ihza Mahendra menegaskan dalam persidangan sengketa hasil Pilpres 2019 bahwa permohonan kubu Prabowo Subianto Sandiaga Uno hanya lah asumsi tanpa alat bukti yang sah.
Yusril Ihza Mahendra mengaku kesimpulan itu ia sampaikan setelah menghitung jumlah penggunaan kata ‘indikasi’ dan ‘patut diduga’ oleh kubu 02 dalam permohonannya.
“Pak Denny Indrayana banyak menggunakan kata ‘indikasi’ dan ‘patut diduga’ saat membacakan permohonan, ada kira-kira sebanyak 41 saya hitung. Itu menunjukkan permohonan mereka banyak berdasarkan asumsi, padahal pengadilan bicara bukti, bukan asumsi,” jelas Yusril di sela persidangan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2019).
Baca: BPN soal Tautan Berita Disebut Tim KPU Tak Mendasar: Itu Penghinaan Terhadap Kerja Wartawan
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) tersebut menyatakan jika melihat permohonan kubu 02 dirinya mengaku optimis permohonan tersebut akan ditolak.

Terutama jika kubu 02 tak bisa membuktikan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) secara kuantitatif.
Baca: Isak Tangis Warnai Pembacaan Pledoi Pribadi Ratna Sarumpaet
“Kalau pelanggaran TSM bukan kewenangan MK, tentu harus dibuktikan bahwa pelanggaran TSM itu bisa memberi dampak pada perolehan suara, jadi tak bisa kalau hanya asumsi, pasti ditolak,” tegasnya.
“Misal soal kenaikan gaji PNS, menaikkan gaji dan tunjangan kan sudah disepakati bersama DPR RI. Kalau pun kemudian PNS yang berjumlah misal 4,1 juta orang itu memilih Jokowi semua apakah bisa dibuktikan, kalau ditanya satu-satu pilih siapa kan melanggar undang-undang. Kalau pun angka 4,1 juta itu kemudian dianulir tidak serta merta memenangkan Pak Prabowo karena selisihnya 17 juta,” pungkas Yusril.
Hakim Tolak Penambahan Saksi Prabowo-Sandiaga
Hakim Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo mengatakan pihaknya tidak dapat mengabulkan permintaan penambahan jumlah saksi.
Mahkamah hanya memiliki waktu yang sangat sedikit untuk memeriksa dan memutus sengketa hasil pilpres yakni 14 hari.
Di sisi lain, kata Suhartoyo, penambahan jumlah saksi dikhawatirkan akan membuat MK tidak optimal dalam memeriksa keterangan saksi.
"Kalau kami tidak membatasi saksi kami juga akan berhadapan dengan situasi yang mungkin tidak bisa memeriksa saksi secara optimal," kata Suhartoyo.
"MK ingin menggali kualitas dari kesaksian daripada kuantitasnya," tutur dia.
Suhartoyo menjelaskan, dalam perkara sengketa hasil pilpres, alat bukti berupa keterangan surat menempati posisi pertama dalam skala prioritas. Prioritas kedua yakni keterangan dari para pihak yang bersengketa.
Ketiga, kesaksian dari saksi fakta dan keterangan ahli.
"Kenapa saksi dibatasi, kalau kita cermati soal susunan alat bukti dalam perkara PHPU keterangan surat itu slelau harus diletakkan di nomor satu. Dalam perkara sengketa pilpres juga nomor satu," kata Suhartoyo.
"Artinya dalam konteks membatasi karena di samping ada skala prioritas. Memang ketika bicara surat, Mahkamah tidak membatasi karena primer," tutur dia.
(Tribunnews.com/Glery Lazuardi/Danang Triatmojo/Kompas.com)