Pilpres 2019
Serba Serbi Sidang MK : 41 Kata 'Indikasi' Denny Indrayana hingga BW Sempat Tinggalkan Ruang Sidang
Serba-serbi sidang sengketa hasil pilpres 2019, tanggapan soal jabatan Maruf Amin hingga BW sempat tinggalkan ruang sidang
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang kedua Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi hari ini, Selasa (18/5/2019) telah berakhir.
Sidang yang dimulai pada pukul 09.00 WIB tersebut beragendakan perbaikan permohonan pemohon, dalam hal ini tim hukum paslon Prabowo-Sandiaga.
Selain itu, mendengarkan jawaban dari pihak termohon atau KPU, mendengarkan tanggapan dari pihak terkait, dalam hal ini tim hukum Paslon Jokowi-Maruf Amin dan keterangan dari Bawaslu.
Sidang berjalan cukup panjang, berakhir sekira pukul 17.00 WIB dan sempat diskors sebanyak 2 kali.
Dalam sidang sebelumnya, telah diperdengarkan apa yang menjadi pokok permohonan dari tim Prabowo-Sandiaga.
Selain itu, sempat menjadi polemik terkait materi perbaikan yang dimohonkan pemohon kepada Majelis Hakim.
Berikut serba-serbi jalannya persidangan yang dirangkum Tribunnews.com pada hari ini :
Jawaban KPU soal Jabatan Maruf Amin
Tim Kuasa Hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Ali Nurdin menyebut Bank BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah (BSM) bukan BUMN.
Alasannya, kedua bank syariah tersebut hanya berstatus perusahaan anak dari BUMN, masing-masing anak usaha Bank BNI dan Bank Mandiri.
Karena itu, Ali menyatakan, status Maruf Amin yang masih aktigf menjabat sebagai Dewan Pengawas Syariah di kedua bank syariah tersebut saat mendaftarkan diri sebagai calon wakil presiden nomor urut 01 tak melanggar hukum.
Ali Nurdin menyatakan itu dalam sidang lanjutan di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan pemohon perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Presiden-Wakil Presiden yang diajukan, tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mempersoalkan status dan jabatan aktif Maruf Amin di bank BNI Syariah dan Mandiri Syariah yang menurut mereka melanggar aturan syarat maju sebagai calon capres-cawapres.
Baca: Kepergok Pelesiran ke Toko Bangunan, Setya Novanto Ternyata Melarikan Diri
"Tak melanggar ketentuan harus mengundurkan diri dari jabatan BUMN karena kedua bank yang dimaksud bukan BUMN," kata Ali Nurdin saat membacakan jawaban termohon di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (18/6/2019).
Dia menjelaskan, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2013 tentang Badan Usaha Milik Negara menyebutkan BUMN mengatur pengertian BUMN yaitu Bank Usaha Milik Negara yang seluruh atau yang sebagian milik negara melalui penyertaan secara langsung dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Baca: FOTO-FOTO Kecelakaan Maut Bus PO Safari dan 3 Kendaran di Ruas Tol Cikopo Senin Dinihari Tadi
"Dalam kasus ini kedua bank yang dimaksud tidak mendapatkan penyertaan langsung dari kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga tidak dikategorikan sebagai BUMN," kata dia.
Selain itu berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2018 tentang Perbankan Syariah telah mengatur bahwa dewan pengawas syariah termasuk kategori pihak yang memberikan jasa kepada bank syariah seperti halnya akuntan publik penilai dan konsultan hukum.
Ali Nurdin menjelaskan, kedudukan hukum dewan syariah bukan pejabat yang berbeda dengan pihak komisaris direksi pejabat dan karyawan Bank Syariah.
Sehingga, kata dia, tidak ada kewajiban bagi calon wapres atas nama Prof. Dr. KH. Ma`ruf Amin untuk mundur dari jabatan sebagai pengawas syariah dari PT. Bank BNI Syariah dan PT. Bank Syariah Mandiri.
Ancaman Terhadap Saksi Sesuatu yang Dibuat-buat
Ali Nurdin juga menyinggung kubu Prabowo-Sandiaga yang menyebut ada ancaman dan intimidasi terhadap saksi dan ahli perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden-Wakil Presiden.
Menurut dia, tuduhan adanya ancaman dan intimidasi itu merupakan sesuatu yang dibuat-buat.
"Kesulitan yang dihadapi pemohon bukan karena ancaman atau intimidasi yang selama ini digemborkan pemohon. Akan tetapi karena ketidakjelasan dalil yang tidak didasari fakta dan bukti yang jelas," kata Ali Nurdin, saat membacakan jawaban termohon terhadap permohonan pemohon perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 atas nama Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (18/6/2019).
Dia mencontohkan salah satu tudingan yang tidak didasari fakta dan bukti soal pembukaan kotak suara untuk Pemilu 2019 di area parkir minimarket.
Baca: Polisi Tangkap Pria Berjaket Ojek Online yang Jambret Ponsel Anak di Cengkareng
Dia menilai, apabila pemohon menuduh berbagai kecurangan dilakukan pihak terkait atau termohon. Dia meminta pemohon selaku pihak yang mendalilkan kecurangan untuk membuktikan hal itu.
Baca: Kepergok Pelesiran ke Toko Bangunan, Setya Novanto Ternyata Melarikan Diri
"Pemohon tidak mengetahui lokasi dan hanya menggunakan rekaman cuplikan video yang lokasinya di sebuah parkiran toko swalayan alfamart. Terdapat belasan ribu toko alfamart di Indonesia sehingga bagaimana MK memanggil saksi. Pasti tidak terungkap," kata dia.
Namun, kata dia, di poin permohonan perbaikan, pemohon menuntut beban pembuktian tidak dibebankan kepada termohon, tetapi juga pada MK. Sehingga, MK diminta menyiapkan perlindungan saksi.
"Memaksa mahkamah membuktikan pelanggaran yang tidak jelas," ujarnya.
BW Sempat Tinggalkan Ruang Sidang
Saat sidang berlangsung, sekitar pukul 10.45, Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto (BW) terlihat keluar dari ruang sidang ketika kuasa hukum Jokowi-Ma’ruf, Yusril Ihza Mahendra membacakan jawabannya.
“Mau minum dulu,” ujar BW sambil masih mengenakan jas toga sebagai syarat mengikuti persidangan di MK.
Saat ditemui awak media di luar sidang, BW mengaku kecewa atas jawaban KPU RI yang menurutnya gagal membangun argumentasi jawaban atas permohonan pihak Prabowo-Sandi.
Baca: Polisi Tangkap Pria Berjaket Ojek Online yang Jambret Ponsel Anak di Cengkareng
“KPU RI gagal membangun argumentasi, indikasinya yang pertama adalah KPU menolak perbaikan tapi menjawab perbaikan, artinya mereka secara diam-diam mengakui perbaikan sebagai bagian dari permohonan,” terangnya.
Hal kedua yang menurut Bambang Widjojanto tak bisa dijawab KPU RI adalah mengenai posisi cawapres Ma’ruf Amin sebagai pejabat dua bank yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Baca: FOTO-FOTO Kecelakaan Maut Bus PO Safari dan 3 Kendaran di Ruas Tol Cikopo Senin Dinihari Tadi
“Yang kedua mereka tak bisa menjawab soal cawapres sebagai pejabat BUMN, mereka hanya berlindung di balik UU BUMN tapi tak menggunakan Putusan Mahkamah Agung Nomor 21 Tahun 2017, Putusan MK Nomor 48 Tahun 2013, Peraturan BUMN Nomor 3 Tahun 2013; UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Keuangan Negara, dan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tegasnya.
Dan hal ketiga, menurut Bambang Widjojanto yang tak bisa dijawab KPU adalah soal perbedaan jumlah tempat pemungutan suara (TPS) antara penetapan KPU RI dan SITUNG (Sistem Informasi Penghitungan Suara) yang juga miliki KPU.
“Dalam penetapan jumlah TPS adalah 812.708 tapi di SITUNG ada 813.336. Masih percaya dengan KPU RI yang seperti itu? Hal tersebut saja tak bisa mereka jawab apalagi soal DPT siluman, itu adalah kegagalan fatal dan fundamental,” pungkasnya.
Setelah itu Bambang Widjojanto kembali memasuki arena persidangan.
Tim Hukum Jokowi-Maruf Bacakan Tanggapannya
Kuasa Hukum paslon Presiden dan Wakil Presiden 01 Joko Widodo dan Maruf Amin, I Wayan Sudirta, membacakan dokumen jawabannya terkait tuduhan ketidaknetralan Polri dan aparat intelijen yang dituduhkan oleh kuasa hukum paslon Presiden dan Wakil Prwsiden 02 Prabowo-Sandi di dalam ruang sidang Mahkamah Konstitusi Jakarta Pusat pada Selasa (18/6/2019).
Wayan juga mengutip Telegram Kapolri Kapolri bernomor STR/126/III/OPS.1.1.1./2019 tanggal 18 Maret 2019 yang memerintahkan agar anggota Polri menjaga netralitasnya dalam Pemilu 2019 sebagai alat bukti tergistrasi bernomor PT-9.
Telegram Kapolri tersebut memerintahkan 14 larangan yaitu:
1. Dilarang ikut membantu mendeklarasikan capres dan cawapres serta caleg.
2. Dilarang menerima, memberikan, meminta, mendistribusikan janji hadiah, sumbangan atau bantuan dalam bentuk apapun dari pihak parpol, capres dan cawapres serta caleg maupun tim sukses pada giat Pemilu 2019.
Baca: Kuasa Hukum KPU Sebut Bank BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah Bukan Entitas BUMN
3. Dilarang menggunakan, memesan, memasang dan menyuruh orang lain untuk memasang atribut-atribut Pemilu 2019 (gambar/lambang capres dan cawapres serta caleg maupun parpol).
4. Dilarang menghadiri, menjadi pembicara/narasumber pada giat deklarasi, rapat, kampanye, pertemuan parpol kecuali dalam melaksanakan tugas pengamanan yang berdasarkan surat perintah tugas.
Baca: Pengacara KPU: Link Artikel Berita di Media Online Tak Penuhi Syarat Sebagai Alat Bukti
5. Dilarang mempromosikan, menanggapi dan menyebarluaskan gambar/foto capres dan cawapres serta caleg baik melalui media massa, media online dan medsos.
6. Dilarang foto bersama dengan capres dan cawapres, caleg, massa maupun simpatisannya.
7. Dilarang foto/selfie di medsos dengan gaya mengacungkan jari membentuk dukungan kepada capres/cawapres, caleg maupun parpol yang berpotensi dipergunakan oleh pihak tertentu untuk menuding keberpihakan/ketidaknetralan Polri.
8. Dilarang memberikan dukungan politik dan keberpihakan dalam bentuk apapun kepada capres dan cawapres, caleg maupun parpol.
9. Dilarang menjadi pengurus atau anggota tim sukses capres dan cawapres serta caleg.
10. Dilarang menggunakan kewenangan atau membuat keputusan dan/atau tindakan yang dapat menguntungkan atau merugikan kepentingan capres dan cawapres, caleg maupun parpol tertentu.
11. Dilarang memberikan fasilitas-fasilitas dinas maupun pribadi guna kepentingan politik capres dan cawapres, caleg maupun parpol.
12. Dilarang melakukan kampanye hitam (black campaign) dan menganjurkan untuk menjadi golput.
13. Dilarang memberikan informasi kepada siapapun terkait dengan hasil perhitungan suara pemilu 2019.
14. Dilarang menjadi panitia umum pemilu, anggota komisi pemilu (KPU) dan panitia pengawas pemilu (Panwaslu).
Telegram tersebut juga telah dipublikasikan melalui pemberitaan dalam media massa sehingga telah menjadi informasi publik dalam bukti bernomor PT-10.
"Bahwa pada tanggal 18 Oktober 2018, melalui surat Nomor ST/2660/X/RES.1.24/2018, Kapolri juga telah memerintahkan kepada seluruh Kapolda se-Indonesia untuk bekerja secara profesional, menjaga netralitas, menghindari conflict of interest dalam Pemilu 2019 dan menghindari langkah-langkah yang menyudutkan Polri berpihak dalam politik," kata Wayan.
41 Kata 'Indikasi' Denny Indrayana
Yusril Ihza Mahendra menegaskan dalam persidangan sengketa hasil Pilpres 2019 bahwa permohonan kubu Prabowo Subianto Sandiaga Uno hanya lah asumsi tanpa alat bukti yang sah.
Yusril Ihza Mahendra mengaku kesimpulan itu ia sampaikan setelah menghitung jumlah penggunaan kata ‘indikasi’ dan ‘patut diduga’ oleh kubu 02 dalam permohonannya.
“Pak Denny Indrayana banyak menggunakan kata ‘indikasi’ dan ‘patut diduga’ saat membacakan permohonan, ada kira-kira sebanyak 41 saya hitung. Itu menunjukkan permohonan mereka banyak berdasarkan asumsi, padahal pengadilan bicara bukti, bukan asumsi,” jelas Yusril di sela persidangan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2019).
Baca: BPN soal Tautan Berita Disebut Tim KPU Tak Mendasar: Itu Penghinaan Terhadap Kerja Wartawan
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) tersebut menyatakan jika melihat permohonan kubu 02 dirinya mengaku optimis permohonan tersebut akan ditolak.

Terutama jika kubu 02 tak bisa membuktikan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) secara kuantitatif.
Baca: Isak Tangis Warnai Pembacaan Pledoi Pribadi Ratna Sarumpaet
“Kalau pelanggaran TSM bukan kewenangan MK, tentu harus dibuktikan bahwa pelanggaran TSM itu bisa memberi dampak pada perolehan suara, jadi tak bisa kalau hanya asumsi, pasti ditolak,” tegasnya.
“Misal soal kenaikan gaji PNS, menaikkan gaji dan tunjangan kan sudah disepakati bersama DPR RI. Kalau pun kemudian PNS yang berjumlah misal 4,1 juta orang itu memilih Jokowi semua apakah bisa dibuktikan, kalau ditanya satu-satu pilih siapa kan melanggar undang-undang. Kalau pun angka 4,1 juta itu kemudian dianulir tidak serta merta memenangkan Pak Prabowo karena selisihnya 17 juta,” pungkas Yusril.
Hakim Tolak Penambahan Saksi Prabowo-Sandiaga
Hakim Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo mengatakan pihaknya tidak dapat mengabulkan permintaan penambahan jumlah saksi.
Mahkamah hanya memiliki waktu yang sangat sedikit untuk memeriksa dan memutus sengketa hasil pilpres yakni 14 hari.
Di sisi lain, kata Suhartoyo, penambahan jumlah saksi dikhawatirkan akan membuat MK tidak optimal dalam memeriksa keterangan saksi.
"Kalau kami tidak membatasi saksi kami juga akan berhadapan dengan situasi yang mungkin tidak bisa memeriksa saksi secara optimal," kata Suhartoyo.
"MK ingin menggali kualitas dari kesaksian daripada kuantitasnya," tutur dia.
Suhartoyo menjelaskan, dalam perkara sengketa hasil pilpres, alat bukti berupa keterangan surat menempati posisi pertama dalam skala prioritas. Prioritas kedua yakni keterangan dari para pihak yang bersengketa.
Ketiga, kesaksian dari saksi fakta dan keterangan ahli.
"Kenapa saksi dibatasi, kalau kita cermati soal susunan alat bukti dalam perkara PHPU keterangan surat itu slelau harus diletakkan di nomor satu. Dalam perkara sengketa pilpres juga nomor satu," kata Suhartoyo.
"Artinya dalam konteks membatasi karena di samping ada skala prioritas. Memang ketika bicara surat, Mahkamah tidak membatasi karena primer," tutur dia.
(Tribunnews.com/Glery Lazuardi/Danang Triatmojo/Kompas.com)