Rencana TNI Produksi Obat, Pakar Ingatkan Perlu Batasan Jelas, Bukan Jadi Pemain Utama
Rencana TNI dan BPOM berkolaborasi dalam penguatan industri farmasi nasional memunculkan diskusi hangat.
Penulis:
Aisyah Nursyamsi
Editor:
Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Rencana kerja sama antara Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam penguatan industri farmasi nasional memunculkan diskusi hangat.
Baca juga: BPOM Tegaskan Produk Blackmores yang Bermasalah di Australia Tak Beredar Resmi di Indonesia
Termasuk di dalamnya kemungkinan pelibatan TNI dalam produksi obat untuk mendukung kemandirian sektor kesehatan.
TNI adalah angkatan bersenjata resmi Republik Indonesia, yang bertugas menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dari ancaman militer maupun non-militer.
BPOM adalah lembaga pemerintah non-kementerian di Indonesia yang bertugas mengawasi peredaran obat, makanan, kosmetik, suplemen kesehatan, dan produk kesehatan lainnya agar aman, bermutu, dan bermanfaat bagi masyarakat.
Baca juga: TNI AL Akan Tingkatkan 14 Lantamal Menjadi Kodaeral Hingga Bentuk Kogabhantai
Menanggapi kerjasama TNI dan BPOM Peneliti Health Security Grifith Dicky Budiman, menyebut bahwa inisiatif tersebut bisa berdampak positif, namun perlu dipastikan peran militer tidak melampaui batas kompetensinya.
Dicky Budiman adalah seorang dokter dan epidemiolog asal Indonesia yang dikenal luas sebagai analis dan komunikator publik dalam isu kesehatan global, terutama selama pandemi COVID-19
“Kolaborasi ini dapat memperkuat infrastruktur dan logistik nasional dalam kondisi darurat, ketika industri sipil tidak mampu menjangkau wilayah tertentu. Selain tentu kita tahu TNI yang begitu memiliki banyak aset, lahan TNI yang juga luas, ini yang bisa misalnya digunakan untuk pembangunan pabrik," ujar Dicky dalam keterangannya, Jumat (25/7/2025).
Menurutnya, potensi TNI dapat dimanfaatkan dalam pengamanan rantai pasok bahan baku obat yang sangat krusial, terlebih untuk kepentingan publik dan pertahanan nasional.
Namun demikian, keterlibatan dalam proses produksi memerlukan keahlian khusus dan perizinan yang bukan bagian dari ranah militer.
“Produksi obat ini bukan domen utama militer. Ini membutuhkan keahlian profesional farmasi, lisensi, sertifikasi CPOB. Jadi jika fungsi pertahanan dicampur dengan kegiatan produksi atau bisnis, tentu ada risiko konflik kepentingan dan militerisasi sektor sipil akan meningkat,” jelasnya.
Sebagai informasi CPOB adalah singkatan dari Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Dicky menekankan pentingnya batasan kerja sama yang tegas.
Menurutnya, TNI lebih tepat berperan sebagai fasilitator atau mitra logistik dan keamanan dalam proyek industri farmasi.
Bukan sebagai pelaku utama atau pengelola produksi obat.
Tentara Nasional Indonesia (TNI)
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Dicky Budiman
TNI produksi obat
Heboh Mi Instan di Taiwan Terdeteksi Etilen Oksida, BPOM Beberkan Fakta Resmi |
![]() |
---|
Indofood Pastikan Indomie Soto Banjar Limau Kuit Sudah Sesuai Standar BPOM dan Aman Dikonsumsi |
![]() |
---|
BPOM Pastikan Indomie Soto Banjar Limau Kuit di Indonesia Aman untuk Dikonsumsi |
![]() |
---|
Wabah Ebola Terjadi Lagi, Epidemiolog Sarankan Indonesia Perlu Siaga Hadapi Risiko Impor dari Afrika |
![]() |
---|
Waspada Virus Ebola Masuk ke Indonesia, Pemerintah Harus Perketat Pintu Masuk Bandara dan Pelabuhan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.