Senin, 29 September 2025

Kurang Fokus dan Kurang Sosialisasi Jadi Tantangan Terbesar Gen Alpha Bagaimana Cara Mengatasinya?

Gen Alpha akrab dengan gawai sejak usia dini, terbiasa dengan game online, video pendek, dan layanan streaming.

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Choirul Arifin
Warta Kota/ANGGA BHAGYA NUGRAHA
AKRAB DENGAN GADGET- Orang tua mendampingi anaknya bermain gadget di kawasan Senen, Jakarta. Gen Alpha, yakni anak yang lahir tahun 2010 hingga sekarang, akrab dengan gawai sejak usia dini, terbiasa dengan game online, video pendek, dan layanan streaming. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Generasi Alpha, yaitu anak-anak yang lahir mulai tahun 2010 hingga sekarang, tumbuh dalam dunia yang penuh dengan teknologi digital. 

Mereka akrab dengan gawai sejak usia dini, terbiasa dengan game online, video pendek, dan layanan streaming.

Namun, di balik keunggulan mereka sebagai “digital native”, ada tantangan besar yang mulai mengkhawatirkan.

Salah satunya adalah kemampuan fokus dan pengelolaan emosi yang menurun. 

Psikolog Anak Ayoe Sutomo, M.Psi, menyebut Gen Alpha menghadapi situasi yang sangat berbeda dibanding generasi sebelumnya.

“Attention span-nya jadi makin terbatas. Yang ada lama sedikit, kemudian bosan, dia mundur. Nah, kaitannya lagi, kalau kemudian attention span-nya terbatas, gitu kan ya, kayak kita tadi bilang, terhadap emosi, gitu kan ya,” ujarnya dalam konferensi pers Diamond Milk UHT Raising Alpha Generation di Scienta Square Park, Tangerang Selatan, Sabtu (27/9/2025).

Generasi Alpha tumbuh dalam dunia serba cepat. Hanya dengan satu klik, mereka bisa mendapatkan hiburan, jawaban, atau bahkan barang yang diinginkan.

Kebiasaan ini membuat mereka terbiasa dengan respons instan. Saat menghadapi dunia nyata yang tidak selalu sesuai dengan keinginan, mereka lebih mudah frustrasi.

“Kan terbiasa kan semuanya minta apa, persediaannya cepat, gitu kan. Nah, langsung, gitu kan. Itu padahal tidak suitable untuk real life,” tambah Ayoe.

Kondisi ini bisa berdampak jangka panjang pada daya tahan mental. Anak menjadi lebih mudah marah, sulit menunda kepuasan, dan rentan terhadap stres ketika menghadapi tantangan kehidupan nyata.

Kurang Koneksi Sosial, Kurang Motivasi

Di balik derasnya paparan digital, ada aspek lain yang jarang dibicarakan, yaitu keterbatasan koneksi sosial.

Ayoe menekankan, motivasi anak tidak hanya muncul dari hadiah atau gadget, melainkan dari rasa keterhubungan dengan orang lain.

“Orang bisa termotivasi itu kan ketika dia ada relativeness dengan orang lain, kemudian terkoneksi,” jelasnya.

Baca juga: Generasi Beta, Julukan bagi Anak yang Lahir Mulai Tahun 2025, Ini Bedanya dengan Gen Z dan Gen Alpha

Sayangnya, terlalu banyak waktu di dunia digital membuat ruang bagi interaksi sosial berkurang. 

Akibatnya, anak berisiko tumbuh dengan motivasi yang rapuh karena tidak terbiasa membangun hubungan nyata dengan teman sebaya atau lingkungan sekitar.

Attention Span yang Memendek, Bagaimana Implikasinya?

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan