Minggu, 5 Oktober 2025

Gangguan Bipolar dan Skizofrenia Tak Bisa Diabaikan! Jangan Tunda Konsultasi dan Terapi

Masyarakat dihimbau untu.k tidak menunda konsultasi dan terapi jika menyadari adanya Gangguan Bipolar (GB) dan Skizofrenia

|
istimewa
BIPOLAR - Gangguan bipolar. Masyarakat dihimbau untuk tidak menunda konsultasi dan terapi jika menyadari adanya Gangguan Bipolar (GB) dan Skizofrenia, baik pada diri sendiri, keluarga, maupun lingkungan sekitar (IST) 

“Walaupun GB dan Skizofrenia adalah dua gangguan berbeda, ada beberapa kesamaan di antara keduanya,” lanjut dr. Ashwin.

“Keduanya sama-sama melibatkan gangguan keseimbangan kimia otak, bersifat kronis (berlangsung lama), dan bersifat kambuhan. Gangguan ini juga menurunkan fungsi serta produktivitas penderita, dan menyebabkan penderitaan, baik bagi pasien maupun orang-orang terdekatnya.” katanya.

Ia menegaskan bahwa semakin cepat pasien mendapatkan pertolongan medis yang tepat, maka hasil pengobatannya akan jauh lebih baik.

Sebaliknya, semakin lambat ditangani, peluang pemulihan juga semakin kecil. Kekambuhan yang sering terjadi akan menyebabkan kerusakan sel otak yang tidak bisa diperbaiki.

Oleh karena itu, semakin jarang kambuh, semakin banyak sel otak yang terselamatkan. Dan sebaliknya, semakin sering kambuh, semakin besar kerusakan sel otak yang terjadi—dan sel otak yang rusak cenderung tidak dapat pulih kembali.

“Dengan pemahaman ini, menjadi sangat penting bagi penderita Skizofrenia dan GB untuk segera terdiagnosis dan mendapatkan penanganan medis oleh tenaga profesional yang kompeten. Selain itu, pasien juga perlu mendapatkan pengobatan terbaik dan termutakhir, serta menjalani terapi secara teratur guna mengendalikan gejala dan mencegah kekambuhan,” kata dr. Ashwin.

Ia juga menyebutkan bahwa baik Skizofrenia maupun GB memiliki prevalensi sekitar 1 persen dari populasi.

Namun demikian, terdapat sejumlah kendala yang menghambat penderita dalam mengakses pelayanan medis, antara lain: kurangnya pemahaman masyarakat, terbatasnya akses terhadap fasilitas kesehatan dan obat-obatan, keengganan pasien dan keluarga untuk mencari pengobatan medis, penyangkalan terhadap kondisi medis yang dialami, stigma masyarakat terhadap gangguan jiwa, serta kecenderungan mencari pengobatan alternatif terlebih dahulu.

“Dengan memahami berbagai tantangan ini, maka setiap pihak perlu berkontribusi agar penderita bisa segera memperoleh pertolongan yang terbaik. Ketidakpahaman dapat diatasi dengan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat luas. Pemerintah juga perlu memperbaiki akses layanan dan ketersediaan obat-obatan, serta seluruh pihak harus turut serta dalam upaya destigmatisasi,” imbuh dr. Ashwin.

Hanadi Setiarto, Country Group Head Wellesta Indonesia, menyatakan bahwa sebagai perusahaan yang berfokus pada kesehatan dan teknologi medis, Wellesta berkomitmen terhadap peningkatan kualitas hidup pasien, termasuk penderita GB dan Skizofrenia.

“Sangat penting meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat terkait kondisi penyakit mental yang kerap tidak disadari. Kami menyadari bahwa jika tidak diatasi dengan baik, kasus GB dan Skizofrenia akan terus meningkat, yang pada akhirnya menurunkan kualitas hidup, meningkatkan angka kematian dini, dan turut berkontribusi terhadap penyakit fisik seperti kardiovaskular, metabolik, dan infeksi,” jelas Hanadi.

Dikatakannya, kolaborasi adalah kunci dalam memperbaiki penanganan kesehatan mental di Indonesia. Oleh karena itu, perusahaan secara aktif menjalin kerja sama dengan:

"Kami bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan RI dan dinas-dinas terkait untuk mendukung program kesehatan mental nasional. Dukungan ini mencakup peningkatan layanan kesehatan mental dasar, pelatihan tenaga medis, hingga partisipasi dalam kampanye kesehatan mental nasional," katanya.

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved