Ganula Tanpa Batas Masa Pakai, Berpotensi Rugikan Kesehatan Publik
Galon guna ulang yang sudah tua memiliki batas masa pakai, sayangnya hingga kini belum diterbitkan secara resmi mengenai regulasinya.
Penulis:
Nurfina Fitri Melina
Editor:
Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mewajibkan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang sejak tahun 2024 (dengan tenggang waktu hingga 2028). Salah satu tujuan dari aturan tersebut adalah untuk menjaga kesehatan dan keselamatan konsumen air minum dalam kemasan (AMDK).
Namun, aturan mengenai batas masa pakai galon guna ulang yang sudah tua-kerap disebut ganula atau galon lanjut usia, hingga kini belum juga diterbitkan secara resmi.
Pasalnya, Profesor Mochamad Chalid, pakar polimer dari Universitas Indonesia, telah merekomendasikan batas penggunaan galon polikarbonat maksimal 40 kali pengisian ulang atau sekitar satu tahun karena dapat berdampak pada kesehatan konsumen.
Terkait hal ini, Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) meminta pemerintah untuk segera menutup celah regulasi tersebut dengan menetapkan standar yang jelas dan tegas mengenai masa pakai ganula agar tidak ada lagi galon lanjut usia yang beredar di pasaran.
Ketua KKI David Tobing menilai, disparitas regulasi ini merugikan konsumen karena celah regulasi inilah yang dieksploitasi produsen untuk terus mendistribusikan ganula yang seharusnya sudah tidak layak pakai.
“Galon guna ulang itu berbahan polikarbonat. Untuk merekatkan, diperlukan Bisphenol A atau BPA. Para ahli mengatakan, jika diguna ulang terus-menerus, maksimal 40 kali pakai. Artinya, jika seminggu sekali, seharusnya dalam satu tahun sudah tidak boleh diguna ulang lagi,” papar David.
Baca juga: Beredar Ganula, Galon Lanjut Usia tanpa Regulasi Usia Pakai, KKI: Konsumen Terancam BPA
Investigasi KKI pada 2024 di sejumlah kota besar di Indonesia menemukan fakta mengejutkan bahwa hampir 40 persen galon yang beredar di masyarakat telah berusia lebih dari dua tahun, yang artinya sudah tergolong sebagai ganula, jauh melampaui batas aman yang direkomendasikan para pakar.
Menurut David, temuan ini mengindikasikan bahwa pihak produsen lebih memprioritaskan efisiensi biaya operasional dan margin keuntungan dibandingkan keselamatan konsumen.
Ia menjelaskan, produsen semestinya memikul tanggung jawab penuh terhadap keamanan produknya. Untuk itu, produsen galon guna ulang perlu menarik ganula dari peredaran, terlebih bagi produsen yang sudah memproduksi galon baru dari bahan bebas BPA.
David juga menegaskan urgensi peran pemerintah dalam melindungi konsumen dari praktik bisnis yang merugikan dengan segera menetapkan aturan baku mengenai masa pakai galon guna ulang dan mempercepat implementasi pelabelan BPA.
“Di sinilah peran pemerintah yang paling penting, melindungi konsumen. Jangan semata melindungi pelaku usaha. Tapi lebih utama konsumen. Makanya ada Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Kenapa? Karena konsumen adalah pihak paling lemah,” jelas David.
Sebagai informasi, BPA merupakan senyawa kimia sintesis dalam galon guna ulang yang berpotensi menimbulkan dampak serius bagi kesehatan jangka panjang. Ratusan penelitian ilmiah menunjukkan bahwa paparan BPA dapat mengganggu fungsi hormonal pada tubuh manusia, memengaruhi tumbuh kembang anak, bahkan meningkatkan risiko beberapa jenis kanker.
Baca juga: Survei KKI: Konsumen Tetap Pilih Harga Murah meski Sudah Tahu Bahaya BPA di Galon Guna Ulang
Championship 2025/26: Jadwal Pekan Perdana, Regulasi Promosi, dan Penerapan VAR |
![]() |
---|
Picu Biaya Tinggi, Pemerintah Diminta Longgarkan Regulasi di Sektor Perkayuan |
![]() |
---|
Terbukti Mengancam Kesehatan, Forum PBB Finalisasi Larangan Kemasan BPA |
![]() |
---|
Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno Dorong Percepatan Regulasi Energi Terbarukan dan Kelistrikan |
![]() |
---|
Regulasi Baru BWF untuk Siasati Kebutuhan Medis Pebulu Tangkis, Berlaku di Kejuaraan Dunia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.