Senin, 29 September 2025

Survei KKI: Konsumen Tetap Pilih Harga Murah meski Sudah Tahu Bahaya BPA di Galon Guna Ulang

Hasil survei dan investigasi lapangan KKI mengungkap sebuah paradoks dalam perilaku konsumen Indonesia terkait penggunaan galon air minum dalam kemasa

|
Editor: Anniza Kemala
TribunBanten.com
Galon Guna Isi Ulang pada salah satu Toko Kelontong di Cilegon, Banten. 

TRIBUNNEWS.COM – Hasil survei dan investigasi lapangan Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) mengungkap sebuah paradoks dalam perilaku konsumen Indonesia terkait penggunaan galon air minum dalam kemasan guna ulang. 

Meskipun 60,8 persen konsumen mengetahui adanya risiko kesehatan dari paparan Bisphenol-A (BPA) pada galon guna ulang, sebagian besar dari mereka tetap memilih untuk menggunakan produk tersebut karena alasan harga lebih murah. 

BPA, senyawa kimia yang sering ditemukan dalam galon dengan bahan polikarbonat, telah lama menjadi perhatian di kalangan ahli kesehatan. Paparan BPA dikaitkan dengan berbagai risiko kesehatan, termasuk gangguan hormon, masalah reproduksi, dan bahkan risiko kanker. 

Meskipun risikonya telah banyak dibahas, hasil survei KKI menunjukkan bahwa kesadaran konsumen akan bahaya BPA masih terbatas. Hanya 60,8 persen responden yang mengetahui risiko tersebut, sementara sisanya tidak menyadarinya.

Menurut David Tobing, Ketua KKI, salah satu faktor utama yang mendorong paradoks ini adalah budaya konsumen Indonesia yang cenderung mengabaikan informasi pada kemasan produk. 

“Dari 495 responden yang kami survei, 83 persen mengaku tidak memperhatikan informasi tentang usia pakai galon guna ulang, padahal kemasan galon polikarbonat yang digunakan berulang kali tanpa ada aturan batas pakai berpotensi melepaskan BPA,” ujarnya dalam konferensi pers paparan hasil survei dan investigasi KKI yang digelar di Jakarta, Kamis (23/1).

Baca juga: Mulai Akhir 2024 UE Larang BPA dalam Kemasan, Indonesia Akan Ikuti?

David menambahkan, meskipun konsumen tahu adanya risiko BPA, mereka tetap memilih galon guna ulang karena alasan ekonomis. 

“91,9 persen responden memilih galon guna ulang karena harganya lebih murah. Mereka lebih memprioritaskan harga ketimbang risiko kesehatan,” jelasnya.

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun konsumen memiliki akses terhadap informasi kesehatan, mereka cenderung mengabaikannya jika dihadapkan pada pilihan yang lebih murah. Fenomena ini juga mencerminkan rendahnya kesadaran akan pentingnya hak atas produk yang sehat dan aman.

Baca juga: Tren Kemasan Bebas BPA: Industri Air Minum Mulai Beralih demi Kesehatan Konsumen

Oleh karena itu, David menekankan bahwa edukasi kepada konsumen juga menjadi kunci penting dalam mengubah perilaku konsumsi. “Konsumen perlu diedukasi agar lebih kritis dalam memilih produk yang sehat dan aman,” ujarnya.

Selain itu, KKI juga mengkritisi lambannya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam menerapkan aturan pelabelan bahaya BPA pada galon guna ulang. Meskipun BPOM telah mengeluarkan regulasi yang mewajibkan pelabelan BPA pada kemasan galon polikarbonat dalam Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024, tenggat waktu yang diberikan dinilai terlalu lama, yaitu 4 tahun. 

“Setelah mengetahui adanya aturan itu, 96 persen responden kami menyatakan bahwa pelabelan BPA harus dipercepat, tidak perlu menunggu 4 tahun. Hak konsumen atas informasi harus diprioritaskan,” tegas David.

Baca juga:  Pakar Kesehatan: Proses Distribusi dengan Truk Terbuka Jadi Potensi Cemaran BPA pada AMDK Galon

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan