Industri Penerbangan Masih Terpuruk, Maskapai Hadapi Tingginya Biaya Operasional
Kondisi industri penerbangan nasional saat ini masih jauh dari ideal, meskipun Indonesia mendapat penilaian tinggi dalam aspek keselamatan ICAO.
Penulis:
Nitis Hawaroh
Editor:
Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kondisi industri penerbangan nasional saat ini masih jauh dari ideal, meskipun Indonesia mendapat penilaian tinggi dalam aspek keselamatan dan keamanan dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
Pengamat penerbangan Gatot Rahardjo mengatakan, maskapai sebagai aktor utama di industri penerbangan kini menghadapi kondisi yang sangat berat.
"Bisnis maskapai penerbangan saat ini ada di titik yang rendah. Biaya-biaya operasional sangat tinggi, tarif yang dibatasi dan tidak bisa mengimbangi besarnya biaya, iklim bisnis yang buruk, regulasi pemerintah yang kurang mendukung," kata Gatot saat dihubungi Tribunnews, Kamis (7/8/2025).
Gatot mengatakan, pandemi Covid-19 masih menyisakan dampak yang signifikan terhadap industri penerbangan baik secara global maupun nasional. Keterbatasan pesawat dan suku cadang masih terjadi seiring dengan belum optimalnya produksi dari pabrikan utama dunia.
"Saat covid pabrik-pabrik tersebut melakukan PHK karyawan dan setelah Covid merekrut kembali tapi belum bisa menyamai sebelum Covid."
"Akibatnya produksi pesawat dan sparepart menurun. Hal ini diperburuk geopolitik global (banyak krisis antar negara) yang membuat supply chain bahan baku juga terganggu," tutur Gatot.
Bahkan di Indonesia, tantangan semakin berat dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) serta kebijakan ekspor dan impor yang tidak memihak kepada maskapai.
"Berbeda dengan negara lain yang tidak menarik bea masuk sparepart di penerbangan, di Indonesia masih ada bea masuk," jelas Gatot.
Karenanya, menurut Gatot hingga kini belum ada maskapai nasional yang benar-benar menunjukkan kinerja yang stabil. Biaya operasional yang tinggi, terutama harga avtur dan suku cadang yang menggunakan dolar AS menjadi tantangan maskapai.
"Tidak ada (maskapai kinerja stabil). Semua masih terkena tekanan. Kalaupun ada yang sudah recovery mungkin adalah maskapai Charter, karena aturan bisnisnya berbeda dan tidak banyak diatur oleh pemerintah," ungkap dia.
Baca juga: Komisi V DPR Sebut Industri Penerbangan Masih Hadapi Tantangan Berat, Butuh Keberpihakan Pemerintah
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (kemenhub) mengeklaim, sektor penerbangan nasional menunjukkan tren pemulihan yang stabil hingga semester I 2025.
Tercatat, hingga Agustus 2025 sebanyak 334 unit pesawat untuk layanan penerbangan berjadwal dengan kapasitas lebih dari 30 tempat duduk.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Lukman F. Laisa mengatakan, saat ini terdapat 14 perusahaan angkutan udara niaga berjadwal dan 2 maskapai kargo yang masih aktif.
Baca juga: Industri Penerbangan Nasional Penuh Tantangan, Ini Permintaan INACA
Sedangkan untuk kategori niaga tidak berjadwal, terdapat 51 badan usaha penumpang dan 4 badan usaha kargo.
Industri Penerbangan Indonesia Hadapi Mahalnya Biaya Perawatan dan Suku Cadang |
![]() |
---|
Kuatkan Industri Penerbangan, Menteri BUMN Minta Stakeholder Siapkan Roadmap dalam 6 Bulan |
![]() |
---|
Komitmen dan Pencapaian Positif Pelita Air di 2024, Sukses Angkut 2,7 Juta Penumpang |
![]() |
---|
Presiden Prabowo Harap Turunnya Harga Tiket Pesawat saat Nataru Tak Rugikan Industri Penerbangan |
![]() |
---|
Imbas Sanksi UE, Iran Umumkan Pembatalan Semua Penerbangan Maskapai Mereka ke Eropa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.