Senin, 29 September 2025

Terbukti Mengancam Kesehatan, Forum PBB Finalisasi Larangan Kemasan BPA

Galon isi ulang berbahan polikarbonat, salah satu sumber paparan BPA yang kini jadi perhatian dunia.

Istimewa
LARANGAN TOTAL BPA - Galon isi ulang berbahan polikarbonat, salah satu sumber paparan BPA yang kini jadi perhatian dunia. 

TRIBUNNEWS.COM - Sebanyak 85 negara telah merumuskan finalisasi larangan total Bisfenol A (BPA), bahan kimia dalam plastik yang dinilai berbahaya bagi manusia dan lingkungan, dalam Pertemuan Intergovernmental Negotiating Committee (INC-5.2) di Jenewa, Swiss yang berlangsung 5-14 Agustus 2025.

Pada INC sebelumnya yang digelar di Busan, Korea Selatan, 85 negara anggota juga telah sepakat memasukkan BPA ke “Daftar 1 Bahan Kimia Berbahaya” dan mendorong larangan total.

Proposal yang dipimpin Norwegia ini mendapat dukungan kuat dari Uni Eropa, Australia, Kanada, hingga negara-negara Afrika. Hasilnya, BPA masuk ke dalam “Daftar 1 Bahan Kimia Berbahaya” dan dilarang total.

Desakan global ini muncul karena dampak BPA yang dinilai sangat mengancam kesehatan manusia. Survei biomonitoring yang digagas oleh Centers for Disease Control and Prevention menunjukkan bahwa BPA terdeteksi dalam tubuh 93 persen populasi dunia.

Zat kimia ini merupakan ancaman nyata yang memicu gangguan hormon, penurunan kecerdasan anak, diabetes, penyakit jantung, bahkan kanker. Adapun ibu hamil dan anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan terdampak dari bahaya BPA.

Kekhawatiran akan bahaya BPA bukan tanpa alasan. Zat ini meniru hormon estrogen, memicu ketidakseimbangan hormon yang mengganggu kesuburan, metabolisme, dan fungsi otak. 

Baca juga: BPA Picu Polemik Kesehatan, 85 Negara Sepakat Tetapkan Sebagai Bahan Kimia Berbahaya

“BPA akan luruh saat bersentuhan dengan air, dan prosesnya semakin cepat jika terkena panas atau dicuci berulang,” ujar Profesor Mochamad Chalid, pakar polimer Universitas Indonesia.

Lebih lagi, galon polikarbonat yang dipakai lebih dari setahun bahkan tercatat melepaskan BPA dalam kadar berbahaya.

Penyebab lain adalah penggunaan BPA yang sudah meluas sejak 1950. Bahan ini dipakai untuk membuat plastik keras seperti botol minum, wadah makanan, hingga galon isi ulang. Kepraktisannya membuat BPA bertahan di industri, meski risiko kesehatan jangka panjangnya baru kini dirasakan.

Kesadaran inilah yang membuat forum INC-5 tidak hanya membahas polusi plastik, tetapi juga menyoroti bahan kimia berbahaya dalam kemasan. Selain larangan total, naskah negosiasi juga memuat kewajiban pelabelan kandungan BPA agar konsumen mendapat informasi jelas.

Langkah ini sejalan dengan regulasi di Indonesia yang sudah mengeluarkan kewajiban label peringatan pada galon polikarbonat melalui Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024. Namun, aturan baru berlaku pada 2028, memberi masa transisi empat tahun bagi produsen.

Adanya momentum global ini diharapkan mampu membuka jalan menuju era kemasan plastik yang lebih aman, melindungi kesehatan masyarakat, dan mengurangi paparan bahan kimia berbahaya di seluruh dunia.

Baca juga: Paparan BPA pada Ganula Melebihi Ambang Batas, Ketua KKI: Ini Merugikan Konsumen

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan