Jaminan Ditolak MA Singapura, Proses Ekstradisi Paulus Tannos Buron Korupsi e-KTP kian Dekat
Putusan terbaru dari Mahkamah tertinggi di Singapura ini juga turut menguatkan keputusan Pengadilan Negeri Singapura sebelumnya terhadap Tannos
Leow berargumen bahwa Tannos juga memiliki risiko tinggi untuk melarikan diri dari Singapura mengingat dirinya ditangkap dengan memiliki beberapa salinan paspor.
Ketua Hakim Menon setuju bahwa kepemilikan beberapa paspor Tannos, termasuk paspor diplomatik Guinea-Bissau atas nama berbeda, menambah kekhawatiran akan risiko pelarian.
Tannos, yang diduga telah tinggal di Singapura sejak 2017, menghadapi satu tuduhan korupsi berdasarkan hukum Indonesia dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup.
Ia hadir di pengadilan mengenakan jaket ungu bertuliskan "tahanan", menundukkan kepala selama proses persidangan sambil sesekali melirik anggota keluarganya di ruang publik.
Sementara Wijaya berargumen bahwa kliennya harus diberi kesempatan untuk diperiksa kondisi medisnya oleh dokter swasta, Wakil Jaksa Agung Leow menyatakan bahwa Tannos tidak memeriksakan diri ke dokter selama dua tahun sebelum penangkapannya pada Januari.

Tannos juga diketahui telah melakukan perjalanan seperti masyarakat normal pada umumnya setidaknya tiga kali pada akhir 2024.
Leow juga mengutip pernyataan dokter bahwa penyakit jantung Tannos stabil dan kondisi penjara tidak memberikan dampak buruk pada kesehatan jantungnya selama ia rutin mengonsumsi obat.
"Apa yang kita hadapi adalah seorang pria yang setahun lalu masih mampu bepergian aktif dan kini mengklaim bahwa kondisi medisnya sangat serius sehingga tidak dapat ditangani oleh dokter penjara, meskipun bukti menunjukkan kondisinya tetap stabil." ungkap Leow
Pemerintah Indonesia sendiri telah mengajukan permohonan ekstradisi resmi pada 24 Februari 2025 setelah penangkapan Tannos di Singapura.
Langkah ekstradisi ini juga menjadi permohonan pertama sejak perjanjian antara kedua negara berlaku pada Maret 2024.
Perjanjian tersebut mengizinkan ekstradisi untuk kejahatan termasuk korupsi, pencucian uang, dan suap, serta dapat diberlakukan secara retrospektif untuk kejahatan yang dilakukan hingga 18 tahun lalu.
Meskipun sebelumnya menyatakan kesediaannya untuk diekstradisi ke Indonesia dalam surat kepada Presiden Prabowo Subianto pada April, Tannos berubah pikiran dan berulang kali menolak untuk diekstradisi ke Indonesia.
(Tribunnews.com/Bobby)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.