Jumat, 3 Oktober 2025

Jaminan Ditolak MA Singapura, Proses Ekstradisi Paulus Tannos Buron Korupsi e-KTP kian Dekat

Putusan terbaru dari Mahkamah tertinggi di Singapura ini juga turut menguatkan keputusan Pengadilan Negeri Singapura sebelumnya terhadap Tannos

Dok. KPK
Buronan kasus e-KTP Paulus Tannos ditangkap di Singapura. 

TRIBUNNEWS.COM - Proses ekstradisi buronan kasus Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) Paulus Tannos sepertinya tinggal menunggu waktu setelah Mahkamah Agung Singapura pada Kamis ini (2/10/2025) menolak jaminan yang diajukan pengusaha asal Indonesia tersebut.

Adapun sidang yang digelar pada Kamis 2 Oktober ini dipimpin oleh Ketua Hakim Agung Sundaresh Menon.

Putusan terbaru dari Mahkamah tertinggi di Singapura ini juga turut menguatkan keputusan Pengadilan Negeri Singapura sebelumnya yang juga menolak jaminan penangguhan penahanan terhadap Paulus Tannos yang diduga terlibat dalam kasus korupsi besar tersebut

Seperti yang diketahui sebelumnya, Paulus Tannos yang kini berusia 70 tahun, ditangkap di Singapura pada 17 Januari 2025 lalu,

Penangkapan sosok yang memiliki nama lain Thian Po Tjhin ini dilakukan oleh pihak berwenang di Singapura setelah masuk daftar pencarian orang (DPO) pemerintah Indonesia sejak Oktober 2021.

Tannos sendiri diduga terlibat dalam skandal korupsi besar terkait proyek e-KTP yang disebut-sebut telah menyebabkan kerugian negara sekitar 2,3 triliun rupiah.

Terkait penolakan jaminan penangguhan Paulus Tannos oleh pihak Mahkamah Tinggi Singapura ini, tim pembela yang dipimpin oleh Suang Wijaya pun buka suara.

Sosok pengacara yang berasal dari firma hukum Eugene Thuraisingam berargumen bahwa Tannos memiliki kondisi medis yang membenarkan pemberian jaminan penangguhan penahanan.

Kondisi tersebut meliputi nyeri dada, penyempitan katup jantung, dan diabetes.

Namun demikian alasan tersebut ditolak oleh Ketua Hakim Menon.

Menon menyatakan bahwa jika jaminan penangguhan penahanan diberikan kepada Tannos, hal tersebut berarti terdakwa lain di bawah Undang-Undang Ekstradisi dapat mengajukan pengecualian serupa dan dibebaskan dari penahanan karena penyakit ringan.

Menurutnya, sifat jaminan yang sementara dan mudah dicabut jika pemohon cepat pulih dari penyakit ringannya ini berpotensi memperlama penyelesaian kasus.

Baca juga: Edi Suharto: yang Seharusnya Bertanggung Jawab di Kasus Korupsi Beras Bansos Pak Juliari, Bukan Saya

Ia juga menyatakan bahwa kondisi medis Tannos memiliki tingkat stabilitas tertentu.

"Hal ini mengarahkan saya pada kesimpulan bahwa (Tannos) tidak menderita penyakit yang tidak dapat ditangani dengan aman oleh Dinas Penjara Singapura." ungkap Ketua Hakim Menon menambahkan.

Keputusan Manon juga diamini oleh pihak negara Singapura yang diwakili oleh Wakil Jaksa Agung Vincent Leow.

Leow berargumen bahwa Tannos juga memiliki risiko tinggi untuk melarikan diri dari Singapura mengingat dirinya ditangkap dengan memiliki beberapa salinan paspor.

Ketua Hakim Menon setuju bahwa kepemilikan beberapa paspor Tannos, termasuk paspor diplomatik Guinea-Bissau atas nama berbeda, menambah kekhawatiran akan risiko pelarian.

Tannos, yang diduga telah tinggal di Singapura sejak 2017, menghadapi satu tuduhan korupsi berdasarkan hukum Indonesia dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup.

Ia hadir di pengadilan mengenakan jaket ungu bertuliskan "tahanan", menundukkan kepala selama proses persidangan sambil sesekali melirik anggota keluarganya di ruang publik.

Sementara Wijaya berargumen bahwa kliennya harus diberi kesempatan untuk diperiksa kondisi medisnya oleh dokter swasta, Wakil Jaksa Agung Leow menyatakan bahwa Tannos tidak memeriksakan diri ke dokter selama dua tahun sebelum penangkapannya pada Januari.

EKSTRADISI PAULUS TANNOS - Menteri Hukum RI (Menkum) Supratman Andi Agtas (ketiga dari kanan) saat jumpa pers di Kantor Kementerian Hukum RI (Kemenkum), Kuningan, Jakarta, Selasa (17/6/2025). Supratman menyatakan, hingga kini buronan kasus e-KTP Paulus Tannos tak mau dipulangkan ke Indonesia.
EKSTRADISI PAULUS TANNOS - Menteri Hukum RI (Menkum) Supratman Andi Agtas (ketiga dari kanan) saat jumpa pers di Kantor Kementerian Hukum RI (Kemenkum), Kuningan, Jakarta, Selasa (17/6/2025). Supratman menyatakan, hingga kini buronan kasus e-KTP Paulus Tannos tak mau dipulangkan ke Indonesia. (DOK TRIBUNNEWS)

Tannos juga diketahui telah melakukan perjalanan seperti masyarakat normal pada umumnya setidaknya tiga kali pada akhir 2024.

Leow juga mengutip pernyataan dokter bahwa penyakit jantung Tannos stabil dan kondisi penjara tidak memberikan dampak buruk pada kesehatan jantungnya selama ia rutin mengonsumsi obat.

"Apa yang kita hadapi adalah seorang pria yang setahun lalu masih mampu bepergian aktif dan kini mengklaim bahwa kondisi medisnya sangat serius sehingga tidak dapat ditangani oleh dokter penjara, meskipun bukti menunjukkan kondisinya tetap stabil." ungkap Leow

Pemerintah Indonesia sendiri telah mengajukan permohonan ekstradisi resmi pada 24 Februari 2025 setelah penangkapan Tannos di Singapura.

Langkah ekstradisi ini juga menjadi permohonan pertama sejak perjanjian antara kedua negara berlaku pada Maret 2024.

Perjanjian tersebut mengizinkan ekstradisi untuk kejahatan termasuk korupsi, pencucian uang, dan suap, serta dapat diberlakukan secara retrospektif untuk kejahatan yang dilakukan hingga 18 tahun lalu.

Meskipun sebelumnya menyatakan kesediaannya untuk diekstradisi ke Indonesia dalam surat kepada Presiden Prabowo Subianto pada April, Tannos berubah pikiran dan berulang kali menolak untuk diekstradisi ke Indonesia.

(Tribunnews.com/Bobby)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved