Konflik Thailand Vs Kamboja
Penuhi Konvensi Ottawa, Kamboja Bakal Sisir Ranjau Ilegal yang Mereka Tanam di Wilayah Thailand
Thailand mengklaim Kamboja mulai menunjukkan sikap yang lebih kooperatif dalam hal kerja sama penjinakan ranjau yang melanggar Konvensi Ottawa
Penulis:
Bobby W
Editor:
Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Tekanan dari dunia internasional akhirnya membuat pemerintah Kamboja memenuhi aturan Konvensi Ottawa yang telah mereka langgar selama masih menjalani kesepakatan gencatan senjata Thailand.
Konvensi Ottawa merupakan perjanjian internasional yang disetujui pada Desember 1997, yang melarang penggunaan, produksi, penyimpanan, serta penyebaran ranjau anti-personel, sekaligus mewajibkan penghancuran stok ranjau yang dimiliki negara-negara peserta.
Tujuan utama konvensi ini adalah menghentikan penggunaan ranjau darat anti-personel secara global dengan cara membersihkan wilayah yang terkontaminasi, memberikan bantuan kepada para korban, serta meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya ranjau.
Menurut ketentuan Konvensi Ottawa, Kamboja dianggap melakukan pelanggaran karena tiga insiden ranjau darat yang menimpa personel militer Thailand.
Peristiwa ini terjadi pada 16 Juli, 23 Juli, dan 9 Agustus 2025 di wilayah perbatasan, khususnya di kawasan Chong Bok dan Chong An Ma, Provinsi Ubon Ratchathani, serta di daerah Chong Don Ao–Krisana, Kabupaten Kantharalak, Provinsi Si Sa Ket.
Akibat ledakan ranjau tersebut, sebanyak sebelas tentara Thailand mengalami cedera serius.
Imbas kejadian ini, pada 11 Agustus 2025 lalu, Kementerian Luar Negeri Thailand tetap mengambil tindakan pelaporan diplomatik terhadap Kamboja atas pelanggaran Konvensi Ottawa.
Laporan ini ditujukan pada PBB jelang Rapat ke-22 antar negara yang tunduk dalam Konvensi Ottawa yang rencananya akan digelar di Jenewa, Swiss pada 1-5 Desember 2025 mendatang.
Menanggapi tekanan tersebut, Pemerintahan Kamboja akhirnya melunak.
Baca juga: Profil Putri Bajrakitiyabha, Anak Sulung Raja Thailand yang Terbaring Koma Hampir 3 Tahun
Hal ini disampaikan oleh Rasme Chalichan, selaku Wakil Menteri Luar Negeri Thailand pada Sabtu ini (23/8/2025).
Dikutip dari Thairath, Rasme, menyampaikan pernyataan kepada media Thailand bahwa Kamboja mulai menunjukkan sikap yang lebih kooperatif dalam hal kerja sama penjinakan ranjau, meskipun tetap menyangkal telah memasang ranjau baru.
Sebagai langkah konkret, Kamboja menyatakan kesediaan untuk melakukan survei bersama dengan Thailand guna mengidentifikasi area-area prioritas yang memerlukan penjinakan ranjau sepanjang garis perbatasan.
Mengenai inisiatif Tim Pengamat Sementara (IOT) dan usulan Tim Pengamat ASEAN (AOT), Rasme mengonfirmasi bahwa pemerintah Thailand menyambut baik kedua usulan tersebut.
Namun, ia menekankan pentingnya memahami perbedaan mendasar antara kedua format pengamatan ini.
Menurut informasi yang diberikan Rasme, Tim IOT nantinya akan terdiri dari atase militer negara-negara anggota ASEAN yang telah berada di kedutaan masing-masing di Thailand dan Kamboja.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.