Sabtu, 4 Oktober 2025

Elang Hitam, Drone MALE Pertama Buatan Indonesia: Bisa Terbang 24 Jam Non-Stop, Setara MQ-9 Reaper

Dengan kemampuan terbang hingga 20.000 kaki di atas permukaan bumi selama lebih dari 24 jam non-stop, Elang Hitam setara MQ-9 Reaper Amerika

DSA/Tangkap Layar
KARYA LOKAL - Uji coba terbang drone Elang Hitam yang sepenuhnya karya lokal Indonesia. Dengan kemampuan terbang hingga 20.000 kaki di atas permukaan bumi selama lebih dari 24 jam tanpa henti, Black Hawk termasuk dalam kategori drone yang sama dengan MQ-9 Reaper (Amerika Serikat), Bayraktar Akinci (Turki), dan Heron TP (Israel).
DSA/Tangkap Layar
KARYA LOKAL - Uji coba terbang drone Elang Hitam yang sepenuhnya karya lokal Indonesia. Dengan kemampuan terbang hingga 20.000 kaki di atas permukaan bumi selama lebih dari 24 jam tanpa henti, Black Hawk termasuk dalam kategori drone yang sama dengan MQ-9 Reaper (Amerika Serikat), Bayraktar Akinci (Turki), dan Heron TP (Israel).

Keberhasilan ini juga menandai perubahan besar dalam lanskap kekuatan udara Asia Tenggara, dengan Indonesia kini muncul sebagai kekuatan baru yang mampu mengembangkan teknologi UAV strategis secara mandiri, sejalan dengan negara-negara besar lainnya seperti Amerika Serikat, Cina, Turki, dan India.

"Uji terbang yang sukses ini menjadikan Elang Hitam sebagai simbol kesiapan Indonesia untuk sejajar dengan negara-negara maju dalam penguasaan teknologi drone militer masa depan," imbuh Arif.

Drone Elang Hitam 2
KARYA LOKAL - Uji coba terbang drone Elang Hitam yang sepenuhnya karya lokal Indonesia. Dengan kemampuan terbang hingga 20.000 kaki di atas permukaan bumi selama lebih dari 24 jam tanpa henti, Black Hawk termasuk dalam kategori drone yang sama dengan MQ-9 Reaper (Amerika Serikat), Bayraktar Akinci (Turki), dan Heron TP (Israel).

Kurangi Ketergantungan Impor

Selain sebagai pencapaian teknis, proyek ini juga sejalan dengan strategi Kekuatan Pokok Minimum (MEF) Indonesia yang bertujuan memodernisasi Tentara Nasional Indonesia sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap aset pertahanan impor.

Elang Hitam diperkirakan akan melalui beberapa tahapan lagi berupa uji terbang, validasi teknis, dan proses sertifikasi menyeluruh sebelum secara resmi diserap ke dalam inventaris TNI-AU atau dimulai produksi massal untuk keperluan operasional dan ekspor.

Dengan meningkatnya permintaan regional untuk drone MALE berkemampuan tinggi, ada kemungkinan bahwa Black Eagle akan menjadi salah satu ekspor strategis Indonesia yang menargetkan pasar Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Afrika di masa mendatang.

"Analis pertahanan memperkirakan varian Black Hawk di masa mendatang akan dilengkapi dengan sistem persenjataan seperti rudal berpemandu laser atau berpemandu GPS, yang menjadikannya pesawat tanpa awak tempur (UCAV) yang mampu melakukan serangan presisi terhadap target bernilai tinggi," kata laporan DSA.

Di era peperangan modern yang semakin bergantung pada sistem tanpa awak dan serangan jarak jauh, pengembangan Elang Hitam merupakan perubahan paradigma dalam pendekatan kekuatan udara Indonesia—dari sekadar pengguna teknologi menjadi pengembang dan produsen sistem senjata udara strategis.

Secara keseluruhan, Elang Hitam bukan sekadar pesawat tanpa awak, tetapi juga simbol ambisi dan kemampuan Indonesia untuk memimpin transformasi teknologi pertahanan di Asia Tenggara dan memperkuat posisi geostrategisnya dalam lingkungan regional yang semakin kompleks.

Drone MALE Buatan Lokal di Asia Tenggara

Beberapa negara di Asia Tenggara telah memulai pengembangan lokal drone Medium Altitude Long Endurance (MALE) sebagai bagian dari upaya memperkuat basis industri pertahanan masing-masing dan mengurangi ketergantungan pada pemasok asing.

Langkah ini mencerminkan pergeseran strategis menuju otonomi otonom dalam teknologi  pesawat tak berawak (UAV), yang semakin penting dalam konteks keamanan regional.

Di Malaysia misalnua, mereka memiliki seri drone Aludra
Upaya pengembangan UAV lokal Malaysia dimulai sejak tahun 2008 dengan drone Aludra Mk1, yang dirancang oleh perusahaan CTRM, yang sekarang berada di bawah DefTech.

Aludra Mk1 digunakan secara operasional selama Ops Daulat di Lahad Datu, Sabah pada tahun 2013, menunjukkan kemampuan lokal dalam produksi UAV bahkan dalam kategori taktis.

Meskipun desain Aludra asli tidak termasuk dalam kategori MALE, beberapa varian canggihnya seperti Aludra Mk2, Mk5, Camar, SR-10 dan EE telah memperkenalkan fitur-fitur seperti durasi penerbangan yang lebih lama dan peningkatan kemampuan ISR (Intelijen, Pengawasan, dan Pengintaian).

Namun, Malaysia belum mengembangkan atau mengoperasikan UAV lokal yang benar-benar memenuhi spesifikasi MALE dan terus bergantung pada sistem impor seperti ScanEagle 2, Schiebel S-100 Camcopter, dan Anka-S buatan Turki.

Di Thailand, mereka memiliki drone Sky Scout.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved