Jumat, 3 Oktober 2025

India Tolak Tawaran F-35 AS, Beralih untuk Pertimbangkan Beli Jet Tempur Siluman Su-57E Rusia

India menolak tawaran untuk membeli jet tempur F-35 AS, Rusia kini berkesempatan memasarkan Su-57E.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Suci BangunDS
US Air Force/FSMTC of Russia
F-35 VS SU-57 - Gambar atas: Tim F-35 Hill AFB tiba di Pangkalan Udara Al Dhafra, Uni Emirat Arab pada 30 Mei 2020. Gambar bawah: Penampakan jet tempur Su-57E yang diunggah di situs resmi Federal Service for Military-Technical Cooperation Rusia. India menolak tawaran untuk membeli jet tempur F-35 AS, Rusia kini berkesempatan memasarkan Su-57E. 

TRIBUNNEWS.COM – India dilaporkan menolak tawaran Amerika Serikat untuk membeli jet tempur siluman Lockheed Martin F-35 Lightning II.

Lockheed Martin Corporation merupakan produsen pertahanan dan kedirgantaraan ternama asal Amerika Serikat.

Langkah ini mengisyaratkan bahwa Su-57E buatan Rusia berpeluang besar menjadi jet tempur generasi kelima pilihan India dalam menghadapi kekuatan udara China dan Pakistan yang terus berkembang.

Pembelian jet tempur bukan hanya soal pertahanan, tetapi juga menyangkut strategi geopolitik.

Dilansir Defense Security Asia, dengan menolak membeli F-35 dari AS, India dinilai menjauh dari sistem aliansi Barat (yang memiliki opsi integrasi terbatas) dan lebih condong pada platform yang memungkinkan pengembangan sistem persenjataan dalam negeri di bawah inisiatif "Atmanirbhar Bharat" (India yang mandiri).

Pada Februari lalu, Presiden AS Donald Trump secara pribadi menawarkan F-35 kepada Perdana Menteri Narendra Modi dalam kunjungannya ke Gedung Putih.

Trump memosisikan pesawat tempur tersebut sebagai fondasi kerja sama pertahanan udara India-AS di masa depan.

Namun, para pejabat India menegaskan bahwa New Delhi tidak tertarik mengakuisisi platform yang dianggap sebagai sistem “siap pakai”.

Meski canggih, F-35 dikenal sebagai jet tempur yang tidak dapat dimodifikasi.

OPERASI NATO - Penampakan F-35 yang diunggah Kementerian Pertahanan Belanda di situs resminya pada 7 Juli 2025. Peralatan militer yang disumbangkan ke Ukraina oleh NATO harus sampai tujuan dengan selamat. Untuk tujuan itu, jet tempur F-35 dikerahkan.
JET GENERASI KELIMA - Penampakan F-35 yang diunggah Kementerian Pertahanan Belanda di situs resminya pada 7 Juli 2025. India menolak tawaran untuk membeli jet tempur F-35 AS, Rusia kini berkesempatan memasarkan Su-57E. (Kementerian Pertahanan Belanda)

India lebih memilih kemitraan strategis yang mendukung manufaktur pertahanan lokal dan otonomi sistem secara penuh.

Penolakan terhadap F-35 terjadi di tengah meningkatnya tarif impor AS terhadap India.

Baca juga: Donald Trump Mengatakan Kapal Selam Nuklir Sudah Berada di Wilayah Rusia

Menurut Bloomberg, pemerintah India telah menyatakan tidak akan membalas tarif 25 persen yang baru-baru ini diberlakukan AS atas produk impor India.

India hanya akan fokus meningkatkan hubungan dagang melalui pembelian komoditas seperti gas alam cair, peralatan telekomunikasi, dan emas.

Namun, peralatan pertahanan secara tidak masuk dalam daftar tersebut.

Hal ini mempertegas keputusan strategis India untuk membatasi akuisisi militer dari AS, di tengah kekhawatiran atas keterbatasan operasional, lonjakan biaya pengadaan, dan ketegangan geopolitik.

Rusia Mengambil Kesempatan

Di saat yang sama, Rusia memanfaatkan peluang tersebut dengan menawarkan jet tempur siluman canggihnya, Su-57E.

India kini tengah mengevaluasi nilai strategis dari tawaran Rusia untuk Su-57E, versi ekspor dari pesawat tempur siluman Su-57.

Su-57E tidak hanya menawarkan kapabilitas jet tempur generasi kelima, tetapi juga fleksibilitas dalam modifikasi.

Rusia bahkan menawarkan akses penuh ke kode sumber Su-57E kepada India.

Dengan akses tersebut, India dapat mengintegrasikan rudal buatan dalam negeri, sistem peperangan elektronik, dan komputer misi secara mulus ke dalam platform Su-57E.

Para analis regional menyebut strategi ini sebagai “pendekatan yang mengganggu”.

Akses penuh semacam itu dianggap sebagai “cawan suci” dalam transaksi pertahanan global.

Akses semacam itu tidak diberikan AS terhadap F-35, maupun Prancis terhadap jet tempur Rafale.

Jet tempur siluman Su-57 Rusia mendarat di Taiyuan, Provinsi Shanxi, China Utara pada 3 November 2024, menandai kunjungan pertamanya ke negara tersebut. Pesawat tersebut diharapkan akan bergabung dengan Airshow China 2024 mendatang dari 12 hingga 17 November di Zhuhai
JET TEMPUR RUSIA - Jet tempur siluman Su-57 Rusia mendarat di Taiyuan, Provinsi Shanxi, China Utara pada 3 November 2024, menandai kunjungan pertamanya ke negara tersebut. India menolak tawaran untuk membeli jet tempur F-35 AS, Rusia kini berkesempatan memasarkan Su-57E. (China Central Television)

Seorang pejabat senior pertahanan India mengatakan:

“Penolakan Prancis untuk membagikan kode sumber sistem penting masih menjadi persoalan pelik bagi para perencana pertahanan India, terutama saat mereka berupaya mengoperasionalkan sistem senjata dalam negeri di berbagai platform.”

Dassault Aviation, produsen Rafale, telah lama menahan akses terhadap subsistem penting seperti radar Thales RBE2 AESA dan Komputer Misi Modular, dengan alasan hak kekayaan intelektual dan kontrol ekspor internasional.

Baca juga: China dan India Tetap Beli Minyak dari Rusia, Sanksi Trump Diprediksi akan Melunak

Pembatasan ini membatasi kemampuan India untuk menyesuaikan jet tempur dengan kebutuhan medan tempur yang terus berkembang.

India menyelesaikan akuisisi 36 unit Rafale senilai USD 8,4 miliar pada 2016, dengan pengiriman rampung pada Desember 2022.

Jet-jet tersebut ditempatkan di pangkalan udara Ambala dan Hasimara, dekat perbatasan Pakistan dan China.

Pada April 2025, India menandatangani kontrak tambahan untuk 26 varian Rafale M berbasis kapal induk yang akan ditempatkan di INS Vikrant dan INS Vishal, dengan pengiriman dijadwalkan antara 2028 dan 2030.

Namun, kurangnya akses terhadap kode sumber kembali memicu perdebatan soal otonomi strategis jangka panjang India dan kemampuannya mengintegrasikan teknologi dalam negeri seperti rudal Astra Mk2 BVR atau Smart Anti-Airfield Weapon (SAAW) ke platform asing.

Di sisi lain, Su-57E Rusia tidak hanya menawarkan kemampuan siluman dan manuver super, tetapi juga potensi kolaborasi teknologi yang sejalan dengan program peningkatan Super-30 India.

Jika dikombinasikan, sistem ini akan mendorong Angkatan Udara India (IAF) menuju integrasi antara teknologi generasi 4,5++ dan generasi kelima di seluruh armada tempurnya.

Super Sukhoi

India saat ini mengoperasikan lebih dari 270 pesawat tempur Su-30MKI, yang menjadi tulang punggung IAF dan diproduksi bersama Rusia.

India juga tengah meningkatkan kemampuan Su-30MKI melalui program Super Sukhoi, mencakup modernisasi radar, sistem peperangan elektronik, dan kemampuan serangan jarak jauh.

Sumber-sumber menyebut bahwa jika India melanjutkan pembelian Su-57E, sekitar 50–60 unit akan diakuisisi untuk membentuk setidaknya tiga skuadron operasional.

Skuadron ini ditujukan untuk menghadapi ancaman dari Chengdu J-20 milik China, serta JF-17 Block III dan J-10C milik Pakistan, semuanya telah dilengkapi rudal udara-ke-udara jarak jauh PL-15.

Radar AESA N036 Byelka milik Su-57E menyediakan kesadaran situasional 360 derajat melalui susunan radar depan dan samping, dilengkapi kemampuan canggih yang mampu beroperasi di lingkungan peperangan elektronik yang kompleks.

Su-57E dapat bermanuver ekstrem pasca-stall, memberikan keunggulan dalam pertempuran udara jarak dekat dan penghindaran rudal.

Pasca-stall adalah fase setelah pesawat mengalami stall, yakni ketika sayap pesawat kehilangan daya angkatnya.

Fitur siluman pesawat ini mencakup lapisan penyerap radar, ruang senjata internal, serta desain badan pesawat yang dirancang untuk meminimalkan penampang radar dan jejak inframerah.

Muatan senjatanya mencakup rudal udara-ke-udara R-74M2 dan R-77M, rudal presisi udara-ke-darat Kh-38 dan Kh-59MK2, bahkan potensi membawa rudal hipersonik Kh-47M2 Kinzhal untuk misi serangan jarak jauh, kemampuan yang belum dimiliki pesawat lain dalam inventaris India.

India Calon Pembeli Potensial

Su-57E pertama kali diperkenalkan ke publik internasional pada pameran pertahanan Aero India 2021.

Jet ini juga ditawarkan ke beberapa negara seperti Aljazair, Vietnam, dan Myanmar, dan kini India menjadi calon pelanggan paling potensial dan strategis.

China juga disebut telah mengevaluasi beberapa teknologi Su-57.

Namun China juga sedang mengembangkan jet tempur dalam negeri sendiri, J-20 dan J-35, yang mengurangi minat mereka terhadap platform asing.

Jika diakuisisi, Su-57E tidak hanya akan menjadi jet tempur generasi kelima, tetapi juga aset geopolitik yang merepresentasikan kemandirian militer India di tengah dunia yang kian terbelah antara poros AS dan aliansi pertahanan Rusia–China.

Keputusan akhir dilaporkan akan diambil India dalam beberapa bulan mendatang.

Hubungan India dan Rusia

Mengutip chathamhouse.org, India dan Rusia (Uni Soviet) menjalin hubungan diplomatik pada April 1947, tak lama sebelum India merdeka. 

Saat itu, India tengah berupaya mencapai kemandirian ekonomi, dan Uni Soviet menjadi mitra penting dalam mendukung pembangunan industri berat, termasuk investasi di sektor pertambangan, energi, dan produksi baja. 

Bahkan, model perencanaan ekonomi India mengadopsi sistem rencana lima tahun ala Soviet.

Di India, terutama di kalangan elit kebijakan generasi lama, terdapat kedekatan historis yang kuat terhadap Rusia.

Hal ini berakar dari dukungan Uni Soviet selama Perang Dingin, khususnya dalam konflik tahun 1971 antara India dan Pakistan, ketika Amerika Serikat dan China berpihak pada Pakistan.

Tahun tersebut dianggap sebagai puncak hubungan Indo-Soviet, ditandai dengan penandatanganan perjanjian persahabatan dan kerja sama antara kedua negara.

Dukungan Soviet terhadap India sebenarnya telah dimulai jauh sebelum itu.

Dalam perang tahun 1965 antara India dan Pakistan, Uni Soviet berperan sebagai mediator dan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Tashkent pada 1966, yang menghasilkan perjanjian damai.

Uni Soviet juga secara aktif mendukung India di forum internasional.

Antara tahun 1957 dan 1971, Moskow menggunakan hak veto di Dewan Keamanan PBB sebanyak enam kali untuk membela kepentingan India, terutama terkait isu Kashmir dan sekali dalam kasus intervensi militer India di Goa untuk mengakhiri kekuasaan Portugis.

Perdana Menteri India pun kerap singgah di Moskow dalam perjalanan pulang dari Washington.

Kemitraan ini terus berlanjut setelah berakhirnya Perang Dingin.

Sejak tahun 2000, kedua negara rutin menggelar KTT tahunan, dimulai dengan penandatanganan kemitraan strategis yang kemudian ditingkatkan pada 2010.

Sejak 2021, India dan Rusia juga menyelenggarakan pertemuan format 2+2—yakni pertemuan gabungan antara menteri luar negeri dan menteri pertahanan dari kedua negara.

Menteri Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar, bahkan menyebut hubungan India–Rusia sebagai satu-satunya hal yang konsisten dalam politik global selama setengah abad terakhir.

Soal perang Rusia-Ukraina, India tidak secara eksplisit membenarkan maupun mengutuk tindakan Rusia.

Pemerintah India telah menyuarakan ketidaksenangan terhadap perang.

Dalam kunjungannya ke Ukraina pada Agustus 2024, Perdana Menteri Narendra Modi menegaskan bahwa posisi India bukanlah netral, melainkan berpihak pada perdamaian.

Hubungan India dan AS

Mengutip The Diplomat, hubungan India–Amerika Serikat sempat menguat di periode pertama Presiden Donald Trump.

Tetapi kini hubungan itu retak.

Meskipun Trump dulu populer di India, sejumlah langkah terbarunya—termasuk pertemuan tingkat tinggi AS dengan Pakistan dan pernyataan soal mediasi di Kashmir—menimbulkan kekhawatiran di New Delhi.

India merasa kepentingan strategisnya diabaikan, apalagi AS terlihat merangkul Pakistan yang dianggap mengancam keamanan India.

Trump juga mengirim sinyal yang membingungkan dengan pendekatan publik terhadap Pakistan, negara yang dekat dengan China.

Padahal, India telah berinvestasi besar dalam kemitraan dengan AS melalui kerja sama strategis seperti Quad dan latihan militer bersama.

Jika AS ingin mempertahankan pengaruhnya di Asia dan menandingi kekuatan China, maka India adalah mitra kunci yang tak bisa diabaikan. 

Ketidakkonsistenan kebijakan AS justru menguntungkan China dan merusak kepercayaan India.

Karenanya, AS harus memilih, apakah memperlakukan India sebagai mitra strategis yang setara, atau terus mempermainkan hubungan jangka pendek yang bisa menghancurkan kemitraan jangka panjang.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved