Konflik Thailand Vs Kamboja
Tekanan Tarif AS Picu Perdamaian, Trump Paksa Thailand-Kamboja Gelar Dialog di Kuala Lumpur
Pemimpin Thailand dan Kamboja bertemu di Kuala Lumpur untuk upaya damai usai konflik perbatasan tewaskan 30+ orang, picu 150.000 pengungsi.
Editor:
Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, KUALA LUMPUR – Pemimpin Thailand dan Kamboja dijadwalkan bertemu pada Senin (28/7/2025) di Kuala Lumpur, Malaysia, dalam upaya meredakan konflik perbatasan paling mematikan antara kedua negara dalam lebih dari satu dekade terakhir.
Pertemuan ini merupakan hasil dari inisiatif perdamaian Presiden AS Donald Trump, yang mengancam akan membatalkan kerja sama dagang jika pertempuran tidak dihentikan.
Penjabat Perdana Menteri Thailand Phumtham Wechayachai dan Perdana Menteri Kamboja Hun Manet akan bertemu pukul 15.00 waktu setempat di kantor Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, yang juga menjabat sebagai Ketua ASEAN dan memfasilitasi dialog damai ini.
Pertemuan ini terjadi hanya 48 jam setelah Trump mengumumkan bahwa kedua pemimpin menyetujui untuk “segera menyusun gencatan senjata.”
Dalam sambungan telepon terpisah dengan Phumtham dan Hun Manet pada Sabtu lalu, Trump menyampaikan ultimatum tak ada kesepakatan dagang selama konflik berlangsung.
“Saya katakan kepada mereka, tidak akan ada kesepakatan dagang sampai perang ini dihentikan. Banyak yang sudah tewas,” ujar Trump kepada media, Minggu (27/7).
“Begitu telepon saya tutup, saya rasa mereka sadar harus segera berdamai.”
Ancaman tarif ekspor AS sebesar 36 persen yang dijadwalkan berlaku 1 Agustus mendesak Thailand untuk bertindak cepat. Thailand diketahui sedang bernegosiasi menurunkan surplus dagang senilai $46 miliar dengan AS.
Sementara itu, negara-negara tetangga seperti Indonesia, Vietnam, dan Filipina sudah lebih dulu meraih kesepakatan dagang baru dengan Washington.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio juga menghubungi para menlu Thailand dan Kamboja, mendorong de-eskalasi, dan menawarkan dukungan AS dalam perundingan lanjutan.
Sejak 24 Juli 2025, bentrokan bersenjata telah menyebabkan lebih dari 30 korban tewas dan lebih dari 150.000 orang mengungsi, termasuk anak-anak yang kini ditampung di pusat evakuasi seperti di provinsi Si Sa Ket, Thailand.
Thailand melaporkan 22 korban jiwa, termasuk 8 tentara. Sementara Kamboja mengonfirmasi 13 tewas, termasuk 5 anggota militer.
Perang artileri dan saling tuduh mengenai serangan terhadap kawasan sipil terus terjadi sepanjang akhir pekan di sepanjang perbatasan sepanjang 800 km.
Thailand bahkan mengerahkan jet tempur F-16 dan Gripen buatan Swedia untuk membalas serangan ke posisi militer Kamboja.
Ketegangan ini berakar pada sengketa peta kolonial yang diturunkan dari perjanjian Franco-Siam awal abad ke-20, dengan wilayah kuil Preah Vihear kembali menjadi titik panas seperti pada konflik 2011.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.