Senin, 29 September 2025

Donald Trump Pimpin Amerika Serikat

Donald Trump Beberkan Rencana untuk Jadikan AS Pemenang dalam Perlombaan AI Dunia, Mencakup 3 Pilar

Donald Trump meluncurkan rencana baru yang luas untuk dominasi global Amerika dalam kecerdasan buatan.

Gedung Putih
PERINTAH EKSEKUTIF TRUMP - Gambar yang dirilis Gedung Putih, memperlihatkan Presiden AS Donald Trump saat menghadiri UFC 316, pada 3 Juli 2025. Donald Trump meluncurkan rencana baru yang luas untuk dominasi global Amerika dalam kecerdasan buatan. 

TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, merilis rencana strategis terkait program kecerdasan buatan (AI) pada Rabu (23/7/2025).

Rencana tersebut merinci langkah-langkah mengurangi regulasi demi menjadikan AS sebagai pemimpin global dalam bidang teknologi AI.

“Amerika Serikat sedang berlomba untuk mencapai dominasi global dalam kecerdasan buatan (AI). Siapa pun yang memiliki ekosistem AI terbesar akan menetapkan standar global dan meraih manfaat ekonomi serta militer yang luas,” demikian bunyi pengantar dokumen tersebut, dikutip dari TIME.

“Sama seperti kita memenangkan perlombaan ke luar angkasa, sangat penting bagi Amerika Serikat dan sekutunya untuk memenangkan perlombaan ini.”

Strategi sepanjang 28 halaman itu diberi judul “Memenangkan Perlombaan: Rencana Aksi AI Amerika” dan berfokus pada tiga “pilar” utama.

Ketiga pilar tersebut mencakup percepatan inovasi AI, pembangunan infrastruktur AI domestik, serta menjadikan AS sebagai pemimpin AI global.

Pilar I: Mempercepat Inovasi AI

Pilar pertama merinci langkah-langkah untuk memangkas birokrasi dan regulasi yang dianggap menghambat kemajuan teknologi.

Rencana ini merekomendasikan agar lembaga-lembaga federal mengidentifikasi, merevisi, atau mencabut peraturan yang dapat memperlambat pengembangan atau penerapan AI.

Jika negara bagian memiliki undang-undang yang dianggap terlalu membatasi, pemerintahan Trump mengancam akan membatasi pendanaan federal terkait AI yang mereka terima.

Dokumen tersebut juga menyatakan bahwa sistem AI harus dikembangkan sejak awal dengan menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan menyampaikan ekspresi, serta mencerminkan kebenaran, bukan agenda rekayasa sosial.

Oleh karena itu, pemerintah merekomendasikan agar para pejabat menelaah Kerangka Kerja Manajemen Risiko AI dari Institut Nasional Standar dan Teknologi, guna menghapus referensi mengenai misinformasi, keberagaman, kesetaraan dan inklusi (DEI), serta perubahan iklim.

Baca juga: Gedung Putih Bantah Tudingan WSJ yang Sebut Trump Masuk Daftar Epstein

Pemerintah federal juga hanya akan mengontrak pengembang model bahasa berskala besar yang menjamin sistem mereka objektif dan bebas dari bias ideologis, di antara berbagai langkah lainnya.

Pilar II: Membangun Infrastruktur AI Amerika

Pilar kedua menyoroti pentingnya membangun infrastruktur AI yang memadai di dalam negeri.

Dokumen ini menyebut bahwa kapasitas energi Amerika stagnan sejak 1970-an, sementara China justru berkembang pesat dalam membangun jaringan listriknya.

Situasi ini dinilai mengkhawatirkan, dan rencana tersebut mendorong penguatan infrastruktur energi sebagai fondasi bagi “dominasi AI” Amerika.

Rencana ini menyalahkan regulasi (termasuk regulasi lingkungan) atas lambatnya perkembangan infrastruktur.

Untuk itu, pemerintah merekomendasikan percepatan proses perizinan lingkungan dengan merampingkan atau mengurangi berbagai aturan, termasuk yang diatur dalam Undang-Undang Udara Bersih dan Undang-Undang Air Bersih Amerika Serikat.

Dokumen tersebut juga mencantumkan langkah-langkah peningkatan jaringan listrik nasional agar mampu menopang pusat data AI secara optimal.

Pilar III: Kepemimpinan dalam Diplomasi dan Keamanan AI Internasional

Pilar terakhir menekankan pentingnya peran AS dalam membentuk tata kelola AI secara global.

AS didorong untuk tidak hanya fokus pada pengembangan domestik, tetapi juga mendorong adopsi sistem AI, perangkat keras komputasi, serta standar buatan Amerika di seluruh dunia.

Rencana tersebut mengusulkan agar AS mengekspor keseluruhan tumpukan teknologi AI, mulai dari perangkat keras, model, perangkat lunak, hingga aplikasi dan standar, ke negara-negara yang bersedia menjadi bagian dari aliansi AI Amerika.

Selain itu, rencana ini mengkritik sejumlah badan internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan G7 atas usulan strategi pengembangan dan tata kelola AI mereka.

AS disarankan memanfaatkan posisinya di dunia internasional untuk mendorong pendekatan tata kelola AI yang inovatif, mencerminkan nilai-nilai Amerika, dan menahan pengaruh negara-negara otoriter.

Apa Itu Rencana Aksi AI Gedung Putih?

Mengutip peoplesaiaction.com, tak lama setelah kembali menjabat sebagai presiden pada Januari lalu, Trump mengeluarkan Perintah Eksekutif terkait kecerdasan buatan, yang dinilai sebagai dukungan besar lainnya untuk industri teknologi.

Mengutip Al Jazeera, perintah eksekutif adalah arahan resmi yang dikeluarkan oleh Presiden Amerika Serikat untuk mengelola pemerintah federal.

Baca juga: China Sindir Trump, Sebut Tindakan AS Keluar dari UNESCO Bukan Sikap Negara Bertanggung Jawab

Perintah tersebut mewajibkan penyusunan Rencana Aksi AI paling lambat 23 Juli 2025, dengan tujuan memperkuat dominasi AI Amerika.

Rencana Aksi AI itu pun dirilis tepat waktu, yang mencakup tiga pilar seperti yang disebutkan di atas.

Siapa yang Diuntungkan dari Rencana AI Donald Trump?

Mengutip PBS, muncul perdebatan sengit soal bagaimana seharusnya AI diatur, bahkan di kalangan investor berpengaruh, yang kerap memperdebatkannya dalam berbagai podcast.

Beberapa pendukung Trump, termasuk investor, wirausahawan, dan insinyur perangkat lunak Marc Andreessen, menganjurkan pendekatan “akselerasionis” yang mendorong kemajuan AI dengan regulasi seminimal mungkin.

Sementara itu, David Sacks—mantan eksekutif PayPal sekaligus penasihat utama AI Trump—mengklaim dirinya lebih memilih pendekatan “teknorealis”.

“Teknologi akan tetap berkembang. Mencoba menghentikannya seperti menyuruh air pasang berhenti. Jika bukan kita yang melakukannya, orang lain akan,” ujar Sacks dalam podcast All-In.

All-In adalah podcast bisnis dan teknologi populer yang dipandu oleh empat investor ventura: Chamath Palihapitiya, Jason Calacanis, David Sacks, dan David Friedberg. Podcast ini rutin membahas isu terkini, tren pasar, politik, dan dinamika industri teknologi.

Sebelumnya pada Selasa (22/7/2025), lebih dari 100 organisasi, termasuk serikat pekerja, kelompok orang tua, organisasi keadilan lingkungan, dan advokat privasi, menandatangani resolusi yang menolak kebijakan AI berbasis industri yang didorong Trump.

Mereka menyerukan adanya “Rencana Aksi AI Rakyat” yang berorientasi pada kepentingan masyarakat luas, bukan segelintir elit.

Menurut mereka, industri AI telah melancarkan lobi besar-besaran di Washington demi membentuk agenda “dominasi AI” sesuai kepentingan mereka sendiri.

Industri ini bahkan dikabarkan tengah melobi Kongres untuk mengupayakan kekebalan dari undang-undang AI negara bagian selama 10 tahun—proposal yang akhirnya ditolak dengan suara 99-1 setelah menuai kritik publik.

“Satu hal yang pasti: rencana aksi AI yang ditulis oleh dan untuk para miliarder teknologi tidak dapat dan tidak akan mewakili kepentingan publik secara luas. Kita tidak bisa membiarkan Big Tech membeli Washington dan menulis aturan untuk AI serta perekonomian kita,” ujar J.B. Branch, advokat akuntabilitas teknologi dari kelompok pengawas Public Citizen, yang ikut menandatangani resolusi tersebut.

“Dengan rencana ini, raksasa teknologi bisa memperoleh kesepakatan menguntungkan, sementara warga biasa akan menanggung kenaikan tagihan listrik demi mensubsidi pusat data AI raksasa,” lanjutnya dalam pernyataan resmi pada Rabu.

“Rakyat Amerika berhak atas masa depan AI yang dibangun atas dasar keamanan, keadilan, dan akuntabilitas—bukan sekadar pemberian kepada para miliarder.”

Amerika Serikat Menjadi Terdepan dalam Teknologi AI, Menurut Survei

Sebelum Donald Trump membeberkan rencana untuk menjadikan AS "pemenang" dalam perlombaan AI global, negara tersebut sebenarnya sudah berada di peringat pertama, menurut survei.

Global AI Index yang dirilis oleh media Inggris Tortoise, memuat daftar negara-negara teratas dalam pemanfaatan dan pengembangan AI.

Indeks ini merupakan tolok ukur pertama yang menilai negara berdasarkan tingkat investasi, inovasi, dan penerapan kecerdasan buatan.

Global AI Index menilai 83 negara berdasarkan 122 indikator yang dikelompokkan ke dalam tiga pilar utama: Implementasi, Inovasi, dan Investasi.

Amerika Serikat dan China mendominasi daftar ini, menempati posisi pertama dan kedua pada ketiga pilar tersebut.

AS terus mempertahankan keunggulan signifikan atas China, dengan skor 100 berbanding 53.

Sementara itu, delapan negara lainnya bersaing ketat, dengan skor antara 33 hingga 23.

Berikut 10 negara terdepan dalam perlombaan AI berdasarkan Global AI Index 2024 (edisi ke-5):

  1. Amerika Serikat – 100
  2. China – 53
  3. Singapura – 32,33
  4. Inggris – 29,85
  5. Prancis – 28,09
  6. Korea Selatan – 27,26
  7. Jerman – 26,65
  8. Kanada – 26,39
  9. Israel – 25,52
  10. India – 23,82

Dari data yang sama, Indonesia menempati peringkat ke-49 dengan skor 9.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan