Senin, 6 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Kelompok Peneliti Israel: Hamas Gunakan Kekerasan Seksual Sebagai Senjata Perang

Para peneliti Israel menyimpulkan kalau Hamas menggunakan kekerasan seksual secara sistematis, dan ‘’taktis’’ sebagai ‘’senjata perang’ ke sandera.

RNTV/TangkapLayar
PENYERAHAN JENAZAH - Tangkap layar RNTV, yang menunjukkan pemandangan dari udara saat prosesi penyerahan empat jenazah sandera Israel oleh Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, Kamis (20/2/2025). Hamas mengklaim, terbunuhnya sandera Israel yang mereka tahan di Gaza karena pengeboman pasukan Israel (IDF). 

Kelompok Peneliti Israel: Hamas Gunakan Kekerasan Seksual Sebagai Senjata Perang

TRIBUNNEWS.COM - Tiga belas perempuan dan dua laki-laki yang selamat dari penyanderaan oleh kelompok perlawanan Palestina, Hamas mengungkapkan kalau mereka mengalami maupun menyaksikan kekerasan seksual saat ditawan di Gaza.

Temuan ini dirilis oleh Dinah Project, kelompok peneliti Israel yang berdedikasi mencari keadilan bagi korban kekerasan seksual dalam konflik.

Baca juga: Empat Ledakan Beruntun, Detail Penyergapan Al Qassam Berujung 19 Tentara Israel Tewas dan Terkapar

Para ahli Dinah Project, yang semuanya adalah perempuan, mengumpulkan kesaksian langsung dari 15 sandera yang telah dibebaskan, satu orang yang selamat dari percobaan pemerkosaan selama serangan 7 Oktober 2023, 17 saksi mata dan telinga, serta 27 petugas tanggap darurat yang hadir di lokasi serangan.

Kesaksian-kesaksian ini, didukung dengan laporan forensik, foto, dan video dari insiden tersebut, membuat mereka menyimpulkan kalau Hamas menggunakan kekerasan seksual secara luas, sistematis, dan ‘’taktis’’ sebagai ‘’senjata perang’’.

Laporan yang dirilis pada Selasa ini ini merinci beberapa pengalaman para sandera.

Salah satu perempuan korban dipukuli dan dilecehkan secara seksual di bawah ancaman senjata selama penawanan.

Ia bahkan dirantai dengan besi di pergelangan kakinya selama tiga minggu dan berulang kali diinterogasi mengenai siklus menstruasinya.

Laporan tersebut menjelaskan kalau dari 15 mantan sandera, banyak yang diancam akan diperkosa jika menolak untuk menikah dengan anggota militan Hamas.

Hampir semua korban sandera melaporkan terjadinya pelecehan seksual verbal, dan beberapa mengalami pelecehan seksual fisik, termasuk sentuhan yang tidak diinginkan pada bagian pribadi.

Israel sebelumnya menuding organisasi internasional, termasuk PBB dan badan-badan di bawahnya, kalau mereka mengabaikan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Hamas dan kelompok militan lainnya selama serangan 7 Oktober.

LAMBAIKAN TANGAN - Sandera Israel, Agam Berger, seorang prajurit Israel (IDF) melambaikan tangan saat dibebaskan Hamas pada putaran ketiga pertukaran sandera-tahanan antara Hamas dan Israel di Jabalia, Gaza Utara, beberapa waktu lalu. Agam kemudian menceritakan pengalamannya berada di penahanan Hamas di Gaza.
LAMBAIKAN TANGAN - Sandera Israel, Agam Berger, seorang prajurit Israel (IDF) melambaikan tangan saat dibebaskan Hamas pada putaran ketiga pertukaran sandera-tahanan antara Hamas dan Israel di Jabalia, Gaza Utara, beberapa waktu lalu. Agam kemudian menceritakan pengalamannya berada di penahanan Hamas di Gaza. (khaberni/tangkap layar)

Penelitian Dinah Project dan Pengakuan PBB

Dinah Project adalah sebuah kelompok dari Israel yang dibentuk setelah serangan 7 Oktober 2023 dengan tujuan mencari keadilan bagi para korban kekerasan seksual selama konflik tersebut.

Terdiri dari para ahli hukum dan gender, kelompok ini dipimpin oleh pakar hukum Ruth Halperin-Kaddari dan Sharon Zagagi-Pinhas, mantan Kepala Jaksa Militer Angkatan Pasukan Pendudukan Israel (IDF).

Mereka beroperasi di bawah naungan Ruth and Emanuel Rackman Center for the Advancement of Women di Universitas Bar-Ilan.

Pengakuan resmi pertama PBB mengenai adanya kekerasan seksual selama serangan 7 Oktober baru datang sekitar lima bulan setelah insiden tersebut.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved