Tribunners / Citizen Journalism
Konflik Palestina Vs Israel
KTT Darurat Arab-Islam di Doha: Seremoni Tanpa Taring
KTT Arab-Islam di Doha kecam Israel, tapi tak hasilkan aksi nyata. Dunia Arab dinilai masih bergantung pada aliansi rapuh.
Editor:
Glery Lazuardi
Muhammad Reza Al Habsyi
- Pengamat Sosial-Politik
- Penulis
- Pemerhati Hubungan Internasional
Riwayat Pendidikan
- S1: Ilmu Politik Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
- S2: Pemikiran Politik Islam Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
TRIBUNNEWS.COM - Seperti sudah diperkirakan, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) darurat para pemimpin negara-negara Arab dan Islam yang digelar di Doha, Senin (15/9/2025), hanya menghasilkan pernyataan mengutuk serangan Israel ke ibu kota Qatar.
Pertemuan gabungan hampir 60 negara itu pada kenyataannya tak lebih dari seremoni langganan yang tidak membawa perubahan berarti.
Pertanyaannya, apakah para pemimpin Arab itu belum juga belajar bahwa Israel tak pernah jera dengan retorika?
Yang mereka pahami hanyalah bahasa kekuatan, bukan sekadar pernyataan pers.
Ini bisa dilihat dari ucapan terbaru Menteri Pertahanan Israel, Katz, yang secara terang-terangan mengancam akan menyerang siapa pun yang dianggap musuh, tanpa peduli batas wilayah negara.
Singkatnya, Israel tak peduli dengan KTT; hasilnya toh selalu bisa ditebak.
Kenyataan ini selaras dengan sikap melempem Qatar dan negara-negara Teluk lainnya. Sejak awal, pembalasan militer hampir mustahil dilakukan.
Pangkalan Amerika berdiri kokoh di Qatar, persenjataan negara-negara Teluk sebagian besar berasal dari Washington, dan hubungan kerja sama lainnya begitu erat. Wajar jika kemarahan mereka paling maksimal muncul dalam bentuk kecaman.
Namun, di sinilah ironi terbesar muncul. Amerika, yang selama ini diagungkan sebagai polisi dunia sekaligus penjaga stabilitas Timur Tengah, justru menunjukkan wajah aslinya.
Setelah Doha diserang, respons Washington sebatas ucapan “penyesalan” tanpa tindakan nyata. Lebih jauh, Presiden Donald Trump bahkan mengirim Menteri Luar Negeri, Marco Rubio, ke Israel, sebuah pesan simbolik yang jelas: AS tetap berdiri di sisi Tel Aviv.
Bukankah ini cukup menjadi pelajaran bahwa menggantungkan diri pada Amerika hanya berujung pada pengkhianatan? Kenyataannya, negara-negara Arab saat ini hidup dalam bayang-bayang ancaman invasi Israel, tanpa daya melawan.
Ujung-ujungnya, mereka kembali melobi Amerika, berharap Trump bisa menahan ambisi Netanyahu.
Bila pola ini terus berulang, sulit membayangkan wajah Timur Tengah dalam dua hingga tiga dekade mendatang. Proyek “Israel Raya” yang selama ini dianggap rumor tampaknya bukan lagi fantasi, melainkan skenario yang kian realistis.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Konflik Palestina Vs Israel
Israel Gempur Gaza Tanpa Henti, 106 Tewas dan Ribuan Warga Terpaksa Mengungsi |
---|
Saham-saham Israel Anjlok Setelah Netanyahu Pidato tentang Super-Sparta |
---|
FOTO-FOTO Menlu AS dan PM Israel Gali Terowongan di Bawah Masjid Al-Aqsa |
---|
Gaza Membara, Operasi Darat Resmi Dilancarkan Israel, AS Beri Dukungan Penuh |
---|
Netanyahu Dikeroyok Negara Arab, Terancam Kena Sanksi Ekonomi hingga Putus Diplomasi |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.