Konflik Palestina Vs Israel
Israel Hancurkan Rafah, Gaza Dikepung Kelaparan: Warga Khawatir Digiring ke Kamp Tertutup
Kota Rafah diratakan hingga blokade Israel memutus akses pangan dan obat-obatan untuk 2,3 juta penduduk Gaza selama hampir dua bulan.
Penulis:
Andari Wulan Nugrahani
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Tentara Israel meratakan sisa-sisa Kota Rafah di tepi selatan Jalur Gaza. Hal ini memicu kekhawatiran warga akan digiring ke kamp raksasa di tanah tandus.
Blokade total Israel diberlakukan sejak gagalnya gencatan senjata enam minggu lalu, dikutip dari Reuters.
Tindakan ini telah memutus akses pangan dan obat-obatan untuk 2,3 juta penduduk Gaza selama hampir dua bulan.
Sejak pertengahan Maret 2025, Israel kembali melancarkan operasi darat dan merebut sebagian besar wilayah di Jalur Gaza.
Operasi ini juga memaksa evakuasi warga dari apa yang disebut sebagai "zona penyangga", termasuk seluruh wilayah Rafah yang mencakup sekitar 20 persen Jalur Gaza.
Menurut penyiar publik Israel, Kan, militer Israel tengah membangun "zona kemanusiaan" baru di Rafah.
Warga sipil akan dipindahkan ke zona tersebut setelah menjalani pemeriksaan keamanan untuk mencegah penyusupan pejuang Hamas.
Distribusi bantuan di zona tersebut kabarnya akan dilakukan oleh perusahaan swasta.
Hingga kini, militer Israel belum memberikan komentar atas laporan tersebut.
Anak-anak Sulit Tidur
Warga di Gaza melaporkan bahwa ledakan terus-menerus terdengar dari kawasan Rafah yang kini menjadi "zona mati".
Baca juga: Tolak Usulan Gencatan Senjata Hamas, Israel Kerahkan Roket Baru Bar di Gaza untuk Pertama Kalinya
"Ledakan tidak pernah berhenti, siang dan malam," ujar Tamer, seorang pengungsi dari Kota Gaza yang kini berlindung di Deir Al-Balah, dalam pesan singkat kepada Reuters.
"Setiap kali tanah berguncang, kami tahu ada rumah lagi yang dihancurkan di Rafah. Rafah sudah hancur," lanjutnya.
Tamer juga mengungkapkan, teman-temannya di Mesir melaporkan bahwa anak-anak mereka sulit tidur akibat dentuman ledakan yang mengguncang sepanjang malam.
Abu Mohammed, seorang pengungsi lainnya, menyatakan kekhawatirannya.
"Kami takut dipaksa masuk ke Rafah, yang akan menjadi seperti kamp konsentrasi, benar-benar terisolasi dari dunia luar," katanya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.