Mulai Rumahkan Karyawan, Kemenperin Pantau Langsung Dampak Krisis Gas HGBT di Industri Keramik
Kemenperin melakukan monitoring langsung ke produsen keramik Royal Doulton untuk melihat dampak krisis pasokan gas HGBT
Penulis:
Lita Febriani
Editor:
Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, BALARAJA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melakukan monitoring langsung ke produsen keramik Royal Doulton untuk melihat dampak krisis pasokan gas Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) terhadap keberlangsungan industri.
Royal Doulton adalah merek Inggris klasik yang terkenal dengan peralatan makan dan keramik berkualitas tinggi, didirikan pada tahun 1815. Di Indonesia, brand ini beroperasi di bawah PT Doulton yang berlokasi di Balaraja, Tangerang, Banten.
Baca juga: Menperin Agus Gumiwang Pastikan Program HGBT Tetap Berjalan
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arief menyampaikan bahwa hasil pantauan menunjukkan adanya hambatan serius dalam proses produksi.
"Hari ini kami datang ke sini (Royal Doulton) dalam rangka memonitoring dampak dari krisis gas HGBT pada industri pengguna HGBT. Kita sudah saksikan secara langsung bagaimana proses produksi di Royal Doulton, terutama proses produksi yang berkaitan dengan suplai gas berhenti beroperasi dan sudah merumahkan karyawannya untuk beberapa hari ke depan," tutur Febri kepada Wartawan usai meninjau fasilitas produksi Royal Doulton yang berhenti akibat pasokan gas, Balaraja, Tangerang, Banten, Kamis (21/8/2025).
Baca juga: Imbas Pengetatan HGBT, Serikat Pekerja Ungkap Sudah Ada 700 Karyawan Dirumahkan
Soroti Keanehan Suplai Gas
Febri menilai, terdapat kejanggalan dalam kondisi pasokan gas kali ini, terkhusus untuk industri yang menerima kebijakan HGBT dari pemerintah.
"Sekali lagi kami dari Kementerian Perindustrian menyampaikan bahwa ada yang aneh dalam krisis gas kali ini, dimana industri bisa mendapatkan gas di harga di atas 15 dolar AS per MMBTU, tetapi gas yang berharga di atas 6,5 atau 7 dolar AS per MMBTU itu justru pasokannya kurang," jelasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa industri berharap ada kejelasan dari produsen gas terkait status darurat pasokan yang sempat dikeluarkan.
"Berdasarkan laporan dari industri, mereka berharap ada semacam pernyataan resmi dari produsen gas yang menyatakan yang mencabut status deklarasi darurat pasokan gas yang pernah mereka kirimkan pada tanggal 15 Agustus kepada para pelanggan mereka," lanjutnya.
Febri menegaskan, kondisi pasokan gas bagi industri masih belum sepenuhnya stabil. Meskipun produsen menyebut suplai mulai berjalan lancar.
"Terkait (klaim) bahwa pasokan gas pada industri sudah aman suplainya dan stabil, kami sampaikan dan kami cek tadi mungkin pasokannya masih belum cukup aman dan stabil dari kacamata industri. Industri masih memandang bahwa belum stabil dari sisi pasokan harian dan pengenaan surcharge jika penggunaan gas itu di atas batasan pasukan harian yang 70 persen. Kami sepakat dengan industri bahwa itu membuktikan bahwa masalah pasokan gas bagi industri masih belum selesai," kata Jubir Kemenperin.
Ia menambahkan, hasil pemantauan ini akan segera dilaporkan kepada Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
"Saya nanti akan melaporkan hasil monitoring ini kepada Pak Menteri dan kami juga akan memberikan beberapa rekomendasi untuk Pak Menteri. Sekali lagi semoga krisis gas ini terutama krisis gas HGBT cepat berakhir demi melindungi investasi yang sudah ada puluhan tahun di Indonesia, demi menjaga kelangsungan dan keberlanjutan proses produksi dan juga demi menjaga lapangan kerja yang ada di industri," ujarnya.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Doulton Gary Phoenix menyampaikan apresiasi atas perhatian pemerintah, terutama Kementerian Perindustrian.
"Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih kepada para pihak dan Kementerian Perindustrian semoga dapat memberikan klarifikasi mengenai masalah yang kami hadapi dengan suplai gas. Jadi kami membutuhkan suplai gas yang berlanjut, tapi juga untuk mendapatkan dukungan mengikuti dekreasi subsidi gas," ucap Gary.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.