Pasokan HGBT Dikurangi, Kemenperin Sebut Bikin Industri RI Kalah Saing dan Akhirnya Terjadi PHK
Kebijakan pembatasan HGBT bertentangan dengan arah kebijakan Presiden Prabowo Subianto dalam Asta Cita.
Penulis:
Lita Febriani
Editor:
Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku industri menyoroti persoalan pasokan Harga Gas Tertentu (HGBT) yang dinilai tidak stabil.
Padahal program ini telah ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Presiden dengan harga sekitar 6,5 dolar AS per MMBTU.
HGBT adalah program pemerintah yang memberikan harga gas lebih murah untuk sejumlah industri. Program ini telah berjalan sejak 2020 dan terbukti membantu industri memaksimalkan produksinya.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arief mengatakan, lonjakan harga gas akan memengaruhi harga produk akhir dan daya saing industri.
Baca juga: HKI Minta Keberlanjutan dan Perluasan Program HGBT untuk Industri
"Jika bahan baku naik, otomatis harga produk juga naik. Akibatnya, daya saing industri nasional melemah dan kalah bersaing dengan produk dari luar negeri," tutur Febri dalam keterangan, Minggu (17/8/2025).
Febri menilai kebijakan pembatasan HGBT bertentangan dengan arah kebijakan Presiden Prabowo Subianto dalam Asta Cita, yang menekankan kemandirian energi, kemandirian pangan, hilirisasi industri, serta penciptaan lapangan kerja.
"Pengurangan pasokan ini akan berdampak pada ketersediaan pupuk, yang merupakan komponen strategis bagi ketahanan pangan. Industri oleokimia juga terkena imbasnya, sehingga kebutuhan dalam negeri dapat terganggu," jelasnya.
Kementerian Perindustrian menyatakan, alasan keterbatasan pasokan gas tidak masuk akal dan terlalu mengada-ada.
"Kalau memang pasokan terbatas, mengapa industri masih bisa membeli gas ketika harganya melonjak hingga 17 dolar per MMBTU? Kalau gas harga 6,5 dolar AS pasokannya terbatas. Ini patut dipertanyakan," ujar Febri.
Febri menambahkan, pembatasan HGBT tidak hanya mengancam kelangsungan produksi, tetapi juga berpotensi menurunkan utilisasi pabrik, bahkan hingga penutupan usaha dan PHK pekerja industri.
"Lebih dari 100.000 pekerja di sektor penerima manfaat HGBT akan terdampak. Bila industri menurunkan kapasitas atau menutup pabrik, PHK tidak dapat dihindarkan," tegasnya.
Menurut Febri, gas bumi memiliki peran vital, baik sebagai bahan baku maupun sumber energi dalam proses produksi industri pupuk, kaca, keramik, baja, oleokimia, hingga sarung tangan karet.
Meski negara kehilangan sebagian pendapatan dari program HGBT, nilai tambah yang dihasilkan dari produk hilir jauh lebih besar.
"Setiap Rp 1 yang hilang di hulu bisa dikompensasi Rp 3 dari penciptaan nilai tambah diproduk hilir industri pengguna HGBT. Karena itu, lebih bijak bila pendapatan negara difokuskan pada pajak produk hilir hasil hilirisasi gas HGBT ini, bukan pada gas di hulu," ungkap Jubir Kemenperin.
Febri optimistis, jika harga HGBT tetap dijaga di level 6,5 dolar AS per MMBTU dengan pasokan yang stabil, serta penerimaan pajak difokuskan pada produk hilir, maka target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen yang dicanangkan Presiden Prabowo bisa tercapai.
Pabrik Gas Biometan Pertama Berbahan Baku Limbah Sawit Dibangun di Simalungun |
![]() |
---|
Kejar Target NZE 2060, Masyarakat Diberikan Edukasi Pemanfaatan Gas Bumi Rumah Tangga |
![]() |
---|
Kemenperin Minta IKM Kerajinan Perkuat Identitas Jenama untuk Tembus Pasar Global |
![]() |
---|
Ledakan Misterius di Pamulang Disebabkan Kebocoran Gas LPG, 1 Korban Alami Luka Bakar 100 Persen |
![]() |
---|
Ledakan Tabung Gas di Warung Makan Kelapa Gading Jakut, Enam Orang Terluka |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.