Kemenperin Terima 10 Pengaduan Dampak Krisis Gas di Industri
Kemenperin mencatat sudah ada hampir 10 pengaduan resmi dari industri terkait keterbatasan pasokan Harga Gas Bumi Tertentu
Penulis:
Lita Febriani
Editor:
Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, BALARAJA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat sudah ada hampir 10 pengaduan resmi dari industri terkait keterbatasan pasokan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).
HGBT adalah program pemerintah yang memberikan harga gas lebih murah untuk sejumlah industri. Program ini telah berjalan sejak 2020 dan terbukti membantu industri memaksimalkan produksinya.
Kondisi ini dinilai mengganggu keberlangsungan produksi sekaligus berpotensi menurunkan daya saing industri nasional.
Baca juga: Mulai Rumahkan Karyawan, Kemenperin Pantau Langsung Dampak Krisis Gas HGBT di Industri Keramik
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arief mengatakan, seluruh pengaduan datang baik dari perusahaan langsung maupun asosiasi industri.
"Yang jelas sampai saat ini sudah ada hampir 10 pengaduan yang masuk kepada kami, baik dari industri langsung maupun dari asosiasi industri. Kami akan mencermati lebih dalam pengaduan yang masuk kepada kami, karena industri pengguna HGBT ini jumlahnya cukup banyak dan industri pengguna HGBT di luar HGBT juga banyak," tutur Febri kepada Wartawan usai meninjau fasilitas produksi Royal Doulton yang berhenti akibat pasokan gas, Balaraja, Tangerang, Banten, Kamis (21/8/2025).
Febri menegaskan, Kemenperin membuka pintu selebar-lebarnya bagi perusahaan industri untuk menyampaikan laporan resmi melalui masing-masing pembina sektor terkait suplai gas yang dibatasi tersebut.
Baca juga: Imbas Pengetatan HGBT, Serikat Pekerja Ungkap Sudah Ada 700 Karyawan Dirumahkan
"Kami mempersilakan pada perusahaan industri untuk menyampaikan pengaduan kepada kami, kepada masing-masing pembina sektor, misalkan kalau industri di subsektor bahan galian non-logam, seperti semen, keramik, kaca, segala macam, ke direktur BGNL," jelasnya.
Menurutnya, laporan tersebut akan menjadi bahan analisis untuk merumuskan rekomendasi yang akan disampaikan kepada produsen gas.
"Nanti berdasarkan itu (laporan) kami analisis lebih jauh dan yang jelas berdasarkan temuan hari ini, rekomendasi kami ke produsen gas industri agar segera memberikan kejelasan hukum tentang status post-major itu, atau mencabut surat yang pernah mereka sampaikan kepada industri dan kemudian juga kembalikan pada proses atau mekanisme prosedur pasokan sebelumnya," terang Febri.
Kementerian Perindustrian menilai pembatasan pasokan hingga 70 persen per hari dan pengenaan surcharge hingga 120 persen bagi penggunaan gas yang melebihi kuota sangat memberatkan industri.
Selain itu, suplai gas dengan harga 6,5 - 7 dolar AS per MMBTU saja yang langka, namun harga gas di atas 14,8 dolar per MMBTU lancar.
Baca juga: Imbas Pengetatan HGBT, Serikat Pekerja Ungkap Sudah Ada 700 Karyawan Dirumahkan
Febri meminta tidak adalagi pembatasan pasokan harian yang diterapkan produsen gas kepada industri, agar proses produksi berjalan lancar.
"Maksudnya tidak ada pembatasan pasokan 70 persen setiap hari atau ada juga kalau lebih memakai itu harganya kena surcharge sampai 120 persen. Kami harap yang seperti itu sebaiknya tidak ada," terangnya.
Febri menekankan krisis gas berdampak luas, mulai dari proses produksi, iklim investasi, hingga ketenagakerjaan, seperti yang ditemukan dalam kunjungan kerja ke PT Doulton.
Perusahaan tersebut telah merumahkan 450 karyawan akibat pasokan gas yang tidak stabil. Perumahan karyawan tersebut akan dilakukan hingga pasokan gas kembali normal.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.