Senin, 29 September 2025

Imbas Pengetatan HGBT, Serikat Pekerja Ungkap Sudah Ada 700 Karyawan Dirumahkan

KSPN mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang dan membatalkan rencana pengetatan pasokan HGBT ke industri.

Mafani Fidesya Hutauruk/Tribunnews.com
PENGETATAN PENYALURAN GAS - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi. KSPN mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang dan membatalkan rencana pengetatan pasokan HGBT ke industri. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembatasan pasokan gas untuk industri yang mendapatkan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) santer terdengar di tengah upaya sektor manufaktur memaksimalkan daya saing.

HGBT adalah program pemerintah yang memberikan harga gas lebih murah untuk sejumlah industri. Program ini telah berjalan sejak 2020 dan terbukti membantu industri memaksimalkan produksinya.

Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara menilai kebijakan pemerintah melalui PT Perusahaan Gas Negara (PGN) yang berencana membatasi pasokan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) akan berdampak langsung pada keberlangsungan industri padat energi dan memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Baca juga: Pengusaha Khawatir Pasokan Gas Industri Tersendat: Memberatkan, Bisnis Makin Suram

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Ristadi mengungkap, PGN hanya akan menyalurkan 48 persen kebutuhan gas industri dengan harga HGBT, sementara sisanya dikenakan tarif hingga 120 persen. Namun, pasokan yang dijanjikan 48 persen tersebut pun dilaporkan tersendat dan tidak lancar.

"Sangat mengganggu aktivitas produksi. Kondisi ini dialami oleh industri padat energi yang menerima fasilitas HGBT, seperti industri keramik, baja, kaca dan petrokimia," ungkap Ristadi dalam keterangan, Rabu (20/8/2025).

Berdasarkan data KSPN, terdapat setidaknya 150.000 pekerja yang menggantungkan hidup pada industri padat energi. Dengan adanya pengetatan pasokan HGBT, jumlah tersebut terancam kehilangan pekerjaan.

"Info yang kami terima sudah ada yang mulai lakukan efesiensi pekerja dan merumahkan sebanyak 700 pekerja," ucap Ristadi.

Selain itu, efek domino dikhawatirkan juga merembet ke sektor industri lain yang bergantung pada bahan baku kaca, baja dan keramik.

KSPN menyebut, ketersediaan energi dengan harga kompetitif sangat penting untuk menjaga daya saing industri dalam negeri. Apalagi, produk impor dengan harga lebih murah semakin membanjiri pasar domestik.

"Gempuran produk-produk impor sejenis dengan harga yang lebih murah semakin masif masuk pasar domestik, tentu faktor ketersediaan dan harga energi yang stabil, kompetitif sangat membantu industri dalam negeri bisa bersaing melawan produk-produk impor tersebut," ucapnya.

Atas kondisi tersebut, KSPN mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang dan membatalkan rencana pengetatan pasokan HGBT ke industri.

"Kami sangat menyayangkan, prihatin dan keberatan atas rencana kebijakan pengetatan pasokan HGBT tersebut, sebab sudah bisa dipastikan produktifitas akan turun dan perusahaan akan melakukan efesiensi pekerja (PHK atau merumahkan). Bahkan bisa fatal perusahaan akan tutup produksi karena tidak bisa bersaing, akhirnya pekerja lah yang akan jadi korbannya," imbuh Ristadi.

Penyaluran Gas Tersendat 

PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mengumumkan terjadinya penurunan volume gas yang disalurkan pada Agustus 2025 dari pemasok gas atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) hulu migas.

PGN adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang transmisi dan distribusi gas bumi di Indonesia.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan