Selasa, 7 Oktober 2025

Wacana THR untuk Pekerja Gig: Pendapat Serikat Pekerja, Ekonom hingga Mantan Menaker

Status mitra pengemudi bervariasi, di mana sebagian menjadikannya pekerjaan utama, sementara lainnya sebagai pekerjaan sampingan.

Choirul Arifin/Tribunnews
THR OJOL - Driver ojek online bercengkerama bersama rekannya menunggu orderan penumpang di shelter Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Selasa, 4 Juni 2024. Pemerintah kini mulai terlibat dan berencana mewajibkan pemberian THR bagi mitra platform digital dan belakangan menuai pro dan kontra. 

Bisa saja perusahaan memilih untuk menaikkan harga tarif layanan yang pada akhirnya berdampak pada konsumen.

Perusahaan juga bisa melakukan penghapusan program-program benefit untuk Mitra yang selama ini telah diberikan, atau bahkan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja secara massal untuk mengurangi biaya operasional.

Belajar dari kasus di Inggris, ketika Uber diwajibkan membayar tunjangan tambahan bagi mitranya, harga layanan naik sebesar 10-20 persen.

Namun, dampaknya adalah penurunan permintaan hingga 15 persen, yang justru merugikan pengemudi dan perusahaan. Jika kebijakan serupa diterapkan di Indonesia, ada potensi efek domino yang dapat menekan industri ini secara keseluruhan.

Beberapa kota dan negara telah mengalami dampak negatif akibat reklasifikasi pekerja gig yang terlalu kaku. 

Di Spanyol, setelah pemerintah menerapkan undang-undang ketenagakerjaan yang mewajibkan pengemudi menjadi karyawan tetap, beberapa platform ride-hailing utama seperti Uber dan Deliveroo mengurangi jumlah pengemudi hingga 50 persen.

Akibatnya, banyak pekerja gig kehilangan pekerjaan dan fleksibilitas yang mereka andalkan untuk mencari penghasilan tambahan.

Di Kota New York, penerapan regulasi upah minimum bagi pekerja gig menyebabkan biaya operasional meningkat hingga 15 persen, membuat platform menaikkan komisi dan mengurangi jumlah insentif bagi mitra pengemudi.

Beberapa pengemudi mengalami penurunan pendapatan bersih akibat lonjakan biaya layanan.

Tuntutan THR bagi mitra pengemudi platform digital di Indonesia menimbulkan polemik di kalangan industri dan akademisi.

Direktur Eksekutif Modantara, Agung Yudha menyoroti industri on-demand telah berupaya menjaga kesejahteraan mitra melalui berbagai program seperti bantuan modal usaha dan beasiswa.

Dia mengingatkan bahwa regulasi yang tidak seimbang dapat menghambat pertumbuhan bisnis dan berisiko mengurangi program kesejahteraan jangka panjang bagi mitra.

Selain itu, sektor ini telah berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dengan fleksibilitas kerja yang menjadi daya tarik utama.

Data menunjukkan bahwa jutaan pekerja gig, termasuk 1,8 juta di layanan ride-hailing, bergantung pada model bisnis ini, dan kebijakan yang tidak tepat dapat menyebabkan mereka kehilangan akses terhadap sumber pendapatan utama mereka.

Prof. Dr. Aloysius Uwiyono dan ekonom Wijayanto Samirin menekankan bahwa mitra pengemudi tidak memenuhi unsur hubungan kerja berdasarkan regulasi ketenagakerjaan yang berlaku, sehingga THR tidak bisa dipaksakan tanpa implikasi hukum.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved