Senin, 29 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Konflik Palestina Vs Israel

Pidato Prabowo dan Ilusi Dua Negara: Menguji Konsistensi Indonesia dalam Isu Israel–Palestina

Pidato Prabowo di PBB soal solusi dua negara menuai kritik. Indonesia dinilai bergeser dari sikap tegas terhadap penjajahan Israel.

Editor: Glery Lazuardi
ISTIMEWA
Muhammad Reza Al Habsyi 

Muhammad Reza Al Habsyi

  • Pengamat Sosial-Politik
  • Penulis 
  • Pemerhati Hubungan Internasional 

Riwayat Pendidikan

  •  S1: Ilmu Politik Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
  •  S2: Pemikiran Politik Islam Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

TRIBUNNEWS.COM - Pidato Presiden Prabowo di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pekan ini seakan menandai babak baru diplomasi Indonesia soal Palestina. Dua kali ia menegaskan dukungan terhadap two-state solution: pertama saat konferensi tingkat tinggi, kedua dalam sesi debat umum.

“Kita harus memiliki Palestina yang merdeka, tetapi kita juga harus mengakui dan menjamin keselamatan dan keamanan Israel,” kata Prabowo di podium PBB yang juga dikutip langsung oleh The Times of Israel.

Kalimat ini sekilas tampak mulia, tetapi justru menyimpan pergeseran besar. Selama ini, Indonesia berdiri di garis depan menolak penjajahan Israel, menolak okupasi, dan menolak normalisasi. Kini, dengan menyisipkan frasa “menjamin keamanan Israel”, pesan itu seolah bergeser: korban dan pelaku diletakkan sejajar, seperti dua sisi mata uang yang sama.

Bagaimana mungkin membela hak korban penjajahan sekaligus menjamin keselamatan penjajah? Itu bukan keseimbangan, tapi kontradiksi. Tidak ada pengakuan terhadap Israel selama ia masih bercokol di tanah Palestina. Kalau Israel berdiri di Eropa, barangkali bisa dipertimbangkan, tapi tentu bukan di atas puing rumah yang mereka robohkan di Gaza.

Retorika “perdamaian tanpa kebencian” indah di atas kertas, tetapi tanpa mengakui siapa penjajah dan siapa yang dijajah, perdamaian itu kosong. Ia hanya menghapus garis moral demi kompromi politik.

Two-state solution memang populer di ruang diplomasi, termasuk didorong oleh Kanada, Inggris, Australia, dan Prancis yang baru-baru ini mengakui Palestina. Tapi mari jujur, pengakuan itu bukan karena prinsip kemanusian, melainkan kalkulasi politik, sebuah cara untuk mencuci tangan dari jejak panjang keterlibatan mereka dalam genosida Israel.

Negara-negara Barat itulah yang sejak awal mendukung berdirinya Israel, melindungi agresinya, memberi sanksi pada pihak pro-Palestina, bahkan memberi label teroris pada poros perlawanan. Kini, ketika warganya sendiri marah dan turun ke jalan menuntut diakhirinya genosida, mereka buru-buru mengakui Palestina. Bukan karena peduli, tapi karena takut pada protes domestik.

Solusi dua negara juga problematis secara logika. Palestina secara historis sudah punya tanah, bangsa, dan identitas. Lalu mengapa ia harus “berbagi” dengan entitas kolonial? Bukannya mengoreksi perampasan, malah melegalkannya. Padahal hukum internasional tegas, akuisisi wilayah lewat perang itu ilegal.

Dengan two-state solution, korban dipaksa menerima kompromi. Israel mendapat legitimasi, Palestina hanya diberi serpihan wilayah terfragmentasi yang bahkan sulit disebut negara berdaulat.

Prabowo memang menawarkan pasukan penjaga perdamaian Indonesia 20.000 personel sebagai simbol kesungguhan. Namun apa artinya mengirim pasukan jika dalam waktu bersamaan Indonesia masih terhubung secara ekonomi, meski secara tidak langsung, dengan perusahaan multinasional yang menopang apartheid Israel

Apa artinya pidato di podium jika praktik investasi global yang terkait dengan penjajahan Israel tetap kita biarkan masuk ke pasar domestik?”

Kredibilitas Indonesia di mata dunia tidak ditentukan oleh kalimat indah, tapi konsistensi sikap. Indonesia semestinya menekan Israel untuk membongkar permukiman ilegal, berhenti berdagang dengan perusahaan pelaku genosida, dan menutup semua celah normalisasi.

Pidato di PBB kini lebih mirip sandiwara global. Kata-kata bergaung, tepuk tangan terdengar, tapi di Gaza bom terus jatuh, anak-anak terus terbunuh. Israel justru makin brutal, seolah kebal pada semua retorika diplomatik.

Halaman
12

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan