Tribunners / Citizen Journalism
Demo di Jakarta
Tragedi Etika Komunikasi dan Hikmah dari Amuk Massa
Tragedi wafatnya Affan Kurniawan dan kerusuhan di sejumlah kota memicu eskalasi sosial politik dan aksi protes meluas di Indonesia.
R. Wahyu Handoko, S.Sos. MM*
Penulis adalah Pengamat Masalah Pendidikan dan Sosial, tinggal di Jakarta.
TRIBUNNEWS.COM - Meninggalnya “pejuang” muda Affan Kurniawan pengemudi ojek online yang terlindas mobil rantis Brimob telah menambah eskalasi sosial politik hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Bahkan kini telah terdapat korban 3 (tiga) korban meninggal lainnya di makasar akibat pembakaran Gedung DPRD di Makassar.
Kita berduka yang sangat mendalam atas meninggalnya saudara-saudara kita dari tragedi aneka kerusuhan yang sudah cenderung anarkis ini.
Setidaknya kota-kota besar seperti di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Makassar, tentu juga ada di beberapa daerah Tingkat Kota atau Kabupaten lainnya.
Baca juga: Multikrisis Menghantui Indonesia
Banyak fasilitas Pemerintahan, Kantor DPRD, Kantor milik swasta dan fasilitas umum seperti halte bus, mobil polisi, mobil/motor milik masyarakat, rumah Menteri Keuangan dan beberapa anggota DPRRI di beberapa tempat digeruduk massa karena masih menyisakan amarah dan luka hatinya.
Para pejabat petinggi negara seperti Presiden RI Prabowo Subiyanto, Ketua DPR RI Puan Maharani, KAPOLRI Jenderal Listiyo Sigit Prabowo, dan beberapa anggota DPRRI yang dianggap turut menyulut rasa kecewa masyarakat serta merta bagai “Paduan Suara” meminta maaf kepada keluarga korban dan masyarakat.
Simpati atas tragedi wafatnya penjuang kehidupan, walau terlambat nampak sedikit menyejukkan namun tidaklah dapat dianggap menyelesaikan masalah tanpa mencerabut akar permasalahan yang sesungguhnya.
Ketua, anggota Dewan dan Pemerintah yang sejatinya telah diisi oleh cukup banyak para cendikiawan semestinya peka dan tahu akar permasalahan tersebut.
Antara lain bagi saudara-saudara kita yang mengais rejeki dari ojek online perlunya payung hukum yang jelas, kesejahteraan yang jelas.
Aneka potongan rejeki yang diduga juga masuk ke kantong-kantong oknum pemerintahan perlu mendapat respon dan kehadiran negara yang mencintai rakyatnya. Mereka sungguh-sungguh membutuhkan kesejahteraan yang diawali dengan kadilan.
Mengutip/belajar dari Filsuf Inggris Thomas Hobbes, ”Tanpa Keadilan, Negara hanyalah Perampokkan yang dilegalkan.”
Akar masalah lainnya seperti korupsi yang tiada henti, gap antara yang kaya dan miskin semakin lebar, menurunnya daya beli masyarakat, RUU Perampasan Asset yang tak kunjung dibahas apalagi disahkan, rendahnya lapangan pekerjaan, penggangguran, kemiskinan ekstrim dan aneka tuntutan buruh tak boleh dianggap hal yang remeh.
Apa yang dapat kita petik dari amuk massa bagian dari rangkaian demontrasi mahasiswa, buruh, dan pengemudi ojol 25 Agustus sampai 30 Agustus 2025 ini ?
Pertanyaan ini pasti telah memunculkan banyak jawaban dan analisa baik dari para ahli maupun masyarakat awam.
Dari sudut pandang ilmu komunikasi dan kelaziman berkomunisi secara umum memang nampak dirasakan adanya penurunan kualitas dari sebagian anggota Dewan terutama di lingkup DPRRI dan sebagian pejabat Pemeritahan di tingkat Kementrian.
Dengan beragamnya media massa baik media maenstream maupun media massa online lainnya, masyarakat akan dengan mudah mencermati dan mengkritisi tutur kata maupun perilaku anggota Dewan.
Oleh karena itu sebaiknya sebelum berkomunikasi secara umum atau luas, para anggota Dewan sungguh-sungguh mempersiapkan bahan yang hendak disampaikan berbasis data dan tentu juga peka terhadap audiens yang hendak mendengarkan pembicaraan kita.
Kepekaan dimaksud sangat bergantung dengan siapa audiens kita, issu apa yang hendak disampaikan, bagaimana fakta-fakta sosial yang terjadi di masyarakat, apa kemungkinan dampak yang akan terjadi dan lain sebagainya.
Dalam pandangan saya terkait dengan komunikasi massa, maju tanpa persiapan akan turun dengan hujatan dan tanpa kehormatan.
Caci maki, amarah, memberikan labelling atau stigma, menghakimi secara fulgar dari para pejabat negara apalagi ditujukan kepada rakyatnya ditambah dengan adanya rasa kecewa atas himpitan beban hidup yang sangat beragam serta atas kinerja anggota Pemerintahan dan Dewan Perwakilan Rakyat yang belum dianggap maksimal tentu adalah hal yang kontra produktif, akan lebih elok bila memilih diksi-diksi yang mencerahkan, membangun optimisme, memberi harapan yang tentu diikuti dengan kinerja yang baik bukan harapan kosong apalagi harapan palsu.
Demikian pula terhadap fasilitas gaji dan aneka tunjangan yang diberikan oleh negara dalam jumlah besar serta dipamerkan kepada rakyat tentu turut melecut rasa ketidakadilan bagi masyarakat.
Di satu sisi Pemerintah Prabowo Subiyanto melakukan aneka efisiensi yang juga sangat berdampak bagi Pemerintahan di Daerah namun disisi yang lain secara terang-terangan DPRRI memutuskan adanya fasiltas tunjangan perumahan anggota Dewan yang cukup besar bagi mayoritas masyarakat.
Tanpa disadari ditengah eforia status sosial sebagai anggota Dewan, faktual keadilan sosial semakin dicederai.
Sebagai pejabat publik, komunikasi verbal dan non verbal harus diperhatikan. Oleh karenanya Partai Politik sangat perlu secara berkala melakukan pelatihan/kaderisasi dan monitoring bagi para anggotanya yang duduk dalam lembaga eksekutif maupun legislatif.
Pejabat publik tentu ditantang untuk adaptif terhadap perkembangan yang terjadi, mengasah hati untuk memupuk sikap empati maka budaya membaca buku dan berdiskusi semestinya tak cukup hanya menjadi tugas dari staff ahli. Pejabat publik harus peka, benar-benar mau mendengarkan aspirasi rakyat yang faktual merasakan derita.
Di tengah kegalauan dan suasana kebatinan yang memprihatinkan ini, tentu kita tidak setuju dengan cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh para pihak.
Mari kita semua menjaga hati, mencintai negeri ini dan memberi kesempatan Presiden RI dan pejabat lainnya termasuk para anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk berbenah diri, memperbaiki diri, mengevaluasi diri bersama Partainya masing-masing untuk sungguh-sungguh menangkap pesan mendasar dari rakyat yang sungguh dalam himpitan perekonomian yang sangat menggelisahkan.
Kurangi kegaduhan politik yang tak perlu, hentikan kepentingan politik yang tidak bermoral dari para pihak siapapun dan dimanapun hanya sebatas haus dan rakus akan kekuasaan.
Kita sungguh tidak berharap terjadi kekacauan yang berkepanjangan seperti di masa-masa lalu seperti tragedi Mei 1998 yang sangat merugikan banyak pihak dan harga diri kita sebagai sebuah bangsa yang besar.
Berikan kesempatan kepada Pemerintahan dibawah kepemimipinan Prabowo Subiyanto dan tentu tetap berharap adanya dukungan maksimal dari negara bagi para pelaku ekonomi terutama pada skala kecil dan menengah untuk berusaha dengan iklim investasi yang sebaik-baiknya.
Jangan ada aneka pungutan atau peluang korupsi baru yang turut menghambat iklim investasi dan penciptaan lapangan kerja.
Tetap bersihkan aparatur/birokrat yang ditengarai korup, tak bermatabat dan cenderung menghambat iklim investasi dan ekonomi berbiaya tinggi di Indonesia
Bagi pengusaha skala besar kiranya tetap memberikan ruang untuk membangun dialog sosial yang lebih baik dan elegan dengan entitas pekerja (Serikat Buruh) dan tidak permisivisme melanggengkan permainan menggunakan kekuasaan untuk sekedar kepentingan jangka pendek bagi usahanya.
Mari semua pihak terbuka hati mencintai negeri Indonesia ini, membangun keberadaban publik menuju kesejahteraan bersama.
Musuh kita bukanlah saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air, musuh kita sejatinya adalah diri kita sendiri yang mungkin tak menyadari akan arti pentingnya integritas dan harga diri.
Salam Pancasila, Salam Setia pada UUD 1945, Salam manunggal Bhinneka Tunggal Ika dan Salam tetap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bagimu Negeri Jiwa Raga kami !!!
Jakarta, 30 Agustus 2025
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Demo di Jakarta
Polisi Sudah Cek Tahanan yang Disebut Mogok Makan, Jatah Konsumsi Tiga Kali Sehari Selalu Habis |
---|
Melihat Kegiatan Prajurit TNI-Polri di Gedung DPR, Isi Waktu Luang dengan Olahraga saat Tak Berjaga |
---|
Kabid Humas Polda Metro Bantah Akses Jenguk Tahanan Demo Dibatasi: Hak-hak Tersangka Pasti Dipenuhi |
---|
Pengamat Iftitahsari Sebut Kasus Delpedro Marhaen Tak Bisa Gunakan Restorative Justice |
---|
ICJR Sebut Barang Bukti Kasus Delpedro Marhaen yang Disita Polisi Dinilai Tak Relevan |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.