Tribunners / Citizen Journalism
Vonis Hukuman 4,6 Penjara ke Tom Lembong: Tipisnya Garis Kebijakan dan Kriminalisasi
Vonis hukuman 4, 6 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Tipikor terhadap Thomas Lembong jadi pembicaraan luas di masyarakat.
Editor:
Choirul Arifin
Menjatuhkan hukuman karena perbedaan preferensi ekonomi merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip negara hukum.
Jika kecenderungan ekonomi seseorang dapat digunakan sebagai dasar untuk hukuman, maka kita telah memasuki era kejahatan pemikiran, di mana bahkan cara orang berpikir dapat dikriminalisasi.
Mengembalikan Prinsip Proporsionalitas dan Proses Hukum yang Adil
Hukum pidana bukanlah alat untuk menyelesaikan perbedaan pandangan kebijakan, tetapi adalah ultimum remedium. Dalam banyak sistem hukum modern, kesalahan administratif diperbaiki melalui etika, audit, atau koreksi internal.
Hukuman hanya terjadi jika seseorang melakukan kesalahan dengan sengaja dan menyebabkan kerugian nyata.
Prinsip proporsionalitas harus menjadi kuncinya. Jika seorang pejabat publik dihukum karena kesalahan prosedural tanpa keuntungan pribadi atau niat buruk, ini akan memiliki efek yang salah dengan membuat orang takut.
Pejabat cenderung bermain aman, tidak berani mengambil keputusan berisiko bahkan ketika diperlukan dengan pertimbangan demi kepentingan umum.
Ini juga akan berdampak negatif pada kebijakan publik. Indonesia membutuhkan keberanian untuk mengambil langkah berani dalam menghadapi masalah ekonomi dan pangan.
Tetapi keberanian hanya akan tumbuh jika hukum melindungi niat baik dan tindakan yang wajar.
Kasus Tom Lembong adalah contoh ketegangan yang terus berlangsung antara hukum dan kebijakan. Kita tidak hanya berbicara tentang kuota impor atau angka kerugian.
Kita sedang membicarakan batas kekuasaan pemerintah untuk menghukum pejabat yang melaksanakan perintah demi kebaikan publik.
Jika garis ini tidak dibuat jelas, tidak ada pejabat yang akan aman. Adalah mungkin untuk menjadikan apa pun sebagai kejahatan, tergantung pada bagaimana hal itu ditafsirkan dan kepentingan apa yang dipertaruhkan.
Di sinilah penting bagi pegiat hukum, akademisi, dan sipil untuk bersuara.
Hukum Harus Menjadi Penjaga, Bukan Penjebak
Hukum harus berdiri di atas asas kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Ini bukan alat kekuasaan untuk membuat orang menjadi kurang berani. Kasus Tom Lembong menunjukkan betapa pentingnya kita kembali pada prinsip-prinsip dasar hukum pidana dan administrasi pemerintahan.
Apakah semua kesalahan kebijakan harus dihukum di pengadilan? Apakah benar untuk menghukum seseorang karena membuat keputusan tanpa niat buruk?
Bisakah pandangan ekonomi yang berbeda digunakan sebagai dasar untuk sebuah putusan?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan menentukan apa yang akan terjadi pada hukum kita di masa depan.
Dan jika kita tidak memperhatikan, jangan terkejut jika hukum kehilangan wajah keadilannya dan menjadi tidak lebih dari sekadar bayangan dari interpretasi kekuasaan.
*) Rimba Supriatna adalah advokat dan dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung (Unisba).
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pakar Hukum Bongkar Beda Kasus Nadiem vs Lembong, Tanggapi Hotman Paris |
![]() |
---|
Datangi Istana, Mahasiswa Minta Hentikan Kriminalisasi, Bebaskan Aktivis yang Masih Ditahan |
![]() |
---|
Hotman Paris Sebut Nasib Nadiem Makarim Sama Persis Tom Lembong |
![]() |
---|
Tom Lembong Ungkap Ada yang Sengaja Bikin Dia Dipenjara: Kebenaran Makin Sulit Dibungkam |
![]() |
---|
OTT KPK Wamennaker RI Immanuel Ebenezer, Pengamat: Menanti Komitmen Prabowo Basmi Korupsi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.