Senin, 29 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Vonis Hukuman 4,6 Penjara ke Tom Lembong: Tipisnya Garis Kebijakan dan Kriminalisasi

Vonis hukuman 4, 6 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Tipikor terhadap Thomas Lembong jadi pembicaraan luas di masyarakat.

Editor: Choirul Arifin
Tribunnews/Jeprima
SIDANG TOM LEMBONG - Terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025). Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, hakim meyakini Tom Lembong telah terbukti bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi terkait dengan impor gula. Tom Lembong divonis 4 tahun dan enam bulan (4,5 tahun) penjara. Tribunnews/Jeprima 

Karena itu, sejatinya hukuman hanya boleh diberikan untuk tindakan yang memiliki mens rea yang jelas, bukan sekadar kesalahan prosedural.

Jika setiap kesalahan administratif dikriminalisasi, hukum pidana akan kehilangan fungsinya sebagai solusi terakhir dan justru menciptakan efek pencegahan yang salah serta membekukan keberanian pejabat untuk mengambil keputusan strategis demi kepentingan umum.

Baca juga: 2 Mantan Penyidik Beri Saran KPK: Banding Vonis Hasto, Temukan Harun Masiku

Dalam kasus ini, tidak ada bukti bahwa Tom Lembong menerima suap, hadiah, atau melakukan hal-hal untuk kepentingan pribadinya.

Tidak ada bukti jelas tentang konflik kepentingan, penggelapan, atau penyalahgunaan kekuasaan.  Justru sebaliknya, kebijakan tersebut dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan nasional akan gula dan menstabilkan harga.

Jika tidak ada niat buruk dan kerugian negara hanya diukur dari selisih antara harga pasar dan harga pengadaan, apakah ini benar-benar kasus korupsi?

Atau apakah ini hanya perbedaan interpretasi terhadap kebijakan yang kini dibungkus dalam narasi kriminal?

Kerugian Negara: Antara Angka dan Tafsir

Jaksa mengatakan bahwa kerugian negara mencapai Rp515 miliar.  Hakim mengubah angkanya menjadi Rp194 miliar.  Ini bukan hanya perbedaan angka semata, ini menunjukkan bahwa cara perhitungan apparat penegak hukum tidak konsisten.  

Apakah angka itu merupakan hasil audit oleh BPK?  Apakah ada perhitungan tentang manfaat ekonomi dari stabilitas harga?  

Apakah kerugian tersebut memperhitungkan kebutuhan makanan darurat? Hal inilah yang harus dijelaskan secara terang benderang.

Baca juga: Kesaksian Tom Lembong Sebut Ada Perintah Jokowi Menarik Perhatian Hotman Paris, Berharap Dibebaskan

Di sisi lain PPI, sebagai badan usaha milik negara (BUMN), juga dianggap sebagai entitas yang mewakili negara.  Namun dalam banyak keputusan Mahkamah Agung, BUMN dipandang sebagai entitas hukum swasta yang terpisah dari negara.  

Jika setiap kerugian dalam bisnis BUMN secara otomatis dianggap sebagai kerugian bagi negara, maka semua risiko bisnis di sektor publik bisa diubah menjadi kejahatan.

Ini membuka banyak ruang untuk ketidakpastian hukum, yang akan membuat sangat berbahaya bagi sektor publik untuk membuat keputusan.

Pijakan Ideologis dalam Putusan

Yang paling mengejutkan adalah salah satu pertimbangan hakim yang menyebut bahwa tindakan Tom Lembong mencerminkan kecenderungan pada sistem ekonomi kapitalis yang bertentangan dengan Pancasila.  

Ini bukan lagi argumen hukum, melainkan argumen ideologis subjektif. Keputusan pengadilan harus didasarkan pada penalaran hukum, bukan penilaian nilai yang samar dan relatif.  

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan