Tribunners / Citizen Journalism
Vonis Hukuman 4,6 Penjara ke Tom Lembong: Tipisnya Garis Kebijakan dan Kriminalisasi
Vonis hukuman 4, 6 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Tipikor terhadap Thomas Lembong jadi pembicaraan luas di masyarakat.
Editor:
Choirul Arifin
Karena itu, sejatinya hukuman hanya boleh diberikan untuk tindakan yang memiliki mens rea yang jelas, bukan sekadar kesalahan prosedural.
Jika setiap kesalahan administratif dikriminalisasi, hukum pidana akan kehilangan fungsinya sebagai solusi terakhir dan justru menciptakan efek pencegahan yang salah serta membekukan keberanian pejabat untuk mengambil keputusan strategis demi kepentingan umum.
Baca juga: 2 Mantan Penyidik Beri Saran KPK: Banding Vonis Hasto, Temukan Harun Masiku
Dalam kasus ini, tidak ada bukti bahwa Tom Lembong menerima suap, hadiah, atau melakukan hal-hal untuk kepentingan pribadinya.
Tidak ada bukti jelas tentang konflik kepentingan, penggelapan, atau penyalahgunaan kekuasaan. Justru sebaliknya, kebijakan tersebut dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan nasional akan gula dan menstabilkan harga.
Jika tidak ada niat buruk dan kerugian negara hanya diukur dari selisih antara harga pasar dan harga pengadaan, apakah ini benar-benar kasus korupsi?
Atau apakah ini hanya perbedaan interpretasi terhadap kebijakan yang kini dibungkus dalam narasi kriminal?
Kerugian Negara: Antara Angka dan Tafsir
Jaksa mengatakan bahwa kerugian negara mencapai Rp515 miliar. Hakim mengubah angkanya menjadi Rp194 miliar. Ini bukan hanya perbedaan angka semata, ini menunjukkan bahwa cara perhitungan apparat penegak hukum tidak konsisten.
Apakah angka itu merupakan hasil audit oleh BPK? Apakah ada perhitungan tentang manfaat ekonomi dari stabilitas harga?
Apakah kerugian tersebut memperhitungkan kebutuhan makanan darurat? Hal inilah yang harus dijelaskan secara terang benderang.
Baca juga: Kesaksian Tom Lembong Sebut Ada Perintah Jokowi Menarik Perhatian Hotman Paris, Berharap Dibebaskan
Di sisi lain PPI, sebagai badan usaha milik negara (BUMN), juga dianggap sebagai entitas yang mewakili negara. Namun dalam banyak keputusan Mahkamah Agung, BUMN dipandang sebagai entitas hukum swasta yang terpisah dari negara.
Jika setiap kerugian dalam bisnis BUMN secara otomatis dianggap sebagai kerugian bagi negara, maka semua risiko bisnis di sektor publik bisa diubah menjadi kejahatan.
Ini membuka banyak ruang untuk ketidakpastian hukum, yang akan membuat sangat berbahaya bagi sektor publik untuk membuat keputusan.
Pijakan Ideologis dalam Putusan
Yang paling mengejutkan adalah salah satu pertimbangan hakim yang menyebut bahwa tindakan Tom Lembong mencerminkan kecenderungan pada sistem ekonomi kapitalis yang bertentangan dengan Pancasila.
Ini bukan lagi argumen hukum, melainkan argumen ideologis subjektif. Keputusan pengadilan harus didasarkan pada penalaran hukum, bukan penilaian nilai yang samar dan relatif.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pakar Hukum Bongkar Beda Kasus Nadiem vs Lembong, Tanggapi Hotman Paris |
![]() |
---|
Datangi Istana, Mahasiswa Minta Hentikan Kriminalisasi, Bebaskan Aktivis yang Masih Ditahan |
![]() |
---|
Hotman Paris Sebut Nasib Nadiem Makarim Sama Persis Tom Lembong |
![]() |
---|
Tom Lembong Ungkap Ada yang Sengaja Bikin Dia Dipenjara: Kebenaran Makin Sulit Dibungkam |
![]() |
---|
OTT KPK Wamennaker RI Immanuel Ebenezer, Pengamat: Menanti Komitmen Prabowo Basmi Korupsi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.