Tribunners / Citizen Journalism
Merger Indosat Ooredo Hutchison–XL Smart, Kenapa Tidak?
Industri telekomunikasi seluler Indonesia mencatat prestasi yang belum tentu terjadi di belahan dunia lain.
Editor:
Sanusi
Oleh: Moch S Hendrowijono, mantan editor Harian Kompas, pengamat telekomunikasi dan transportasi.
TRIBUNNERS - Industri telekomunikasi seluler Indonesia mencatat prestasi yang belum tentu terjadi di belahan dunia lain. Dalam waktu tiga tahun ada efisiensi besar-besaran di industri dengan bergabungnya empat operator besar-kecil menjadi hanya dua operator besar.
Dari semula enam operator seluler sejak dekade 19-an, Telkomsel, XL Axiata, Indosat, Hutchison Tri Indonesia (3), Smartfren dan Sampurna Telecom, April lalu menjadi hanya tiga, Telkomsel, Indosat Ooredo Hutchison (IOH) dan XL Smart Sejahtera. IOH merupakan gabungan Indosat Ooredoo dan 3, sementara XL Smart antara XL Axiata dan Kelompok Sinar Mas (Smartfren).
Baca juga: Tantangan Merger XL Smart, Integrasi dan Budaya
Dari tiga operator itu, Telkomsel (anak usaha BUMN Kelompok PT Telkom) memimpin dengan pangsa pangsa 51,8 persen, kemudian XL Smart 25?n IOH 22,2%. Namun pangsa pasar kedua operator hasil merger masih bisa berubah, karena dinamika keduanya yang sedang menata diri untuk bersaing secara ketat.
Kata Presdir dan CEO XL Smart Sejahtera, Rajeev Sethi, di tahun 2025 ini pihaknya akan mengumpulkan pendapatan proforma sebesar Rp 45,4 triliun dari jumlah pelanggan gabungan 94,5 juta.
Sebagai XL Axiata dengan pelanggan 58,8 juta, pendapatan mereka tahun 2024 Rp 34,4 triliun, laba Rp 1,3 triliun. Pada saat sama pendapatan Smartfren Rp 11,41 triliun dan rugi Rp 1,29 triliun.
IOH yang sudah aktif sejak tahun 2022, melaju dengan pendapatan dan laba yang lebih besar dibanding ketika masih terpisah. Sepanjang tahun pertama usai merger itu IOH meraih pendapatan sebesar Rp 46,7 triliun dengan laba Rp 4,72 triliun.
Merambah tahun ketiga merger, di tahun 2024 pendapatan IOH melejit hingga Rp 55,9 triliun dengan laba Rp 4,91 triliun. Di tiga bulan pertama tahun 2025 ini IOH sudah menelurkan pendapatan Rp 10,88 triliun dan laba Rp 1,31 triliun.
Baca juga: Merger XL Axiata dan Smartfren, Menkomdigi Harap Komitmen Pembangunan BTS di Daerah Dijalankan
Pada saat sama, triwulan 1 ini, XL Axiata mencatat pendapatan sebesar Rp 8,1 triliun dan laba bersih Rp 388 miliar. Belum termasuk data pendapatan Smartfren, karena keduanya belum tercatat sebagai anggota XL Smart.
Dipenggal
Telkomsel punya 159,66 juta pelanggan, didukung 271.040 BTS dan jaringan FO sepanjang 173.000 kilometer yang kalau digelar bisa empat kali mengelilingi Bumi. FO (serat optik) digunakan menggantikan hubungan radio ke semua BTS dengan kualitas suara maupun kecepatan transmisi antar-BTS sangat baik.
Indosat Ooredoo Hutchison punya pelanggan 95,4 juta, BTS 247.000 unit. Punya FO 60.000 kilometer ditambah sekitar 18.000 kabel laut yang menghubungkan antarpulau.
Saat ini XL Smart punya pelanggan 94,5 juta, 211.094 unit BTS dan berpotensi memperluas kawasan cakupan layanannya karena sekitar 20% sampai 30% letak BTS mereka berhimpitan, harus diintegrasikan. Sebagian BTS akan dipindahkan ke kawasan baru, ditambah kewajiban membangun 8.000 BTS di kawasan yang belum terjangkau.
Jumlah BTS mereka akan menjadi 265.094, didukung ketersediaan kabel serat optik (FO) yang pada 2024 panjangnya sudah 113.000 kilometer, ditambah FO ex-Smartfren sepanjang 20.000 km.
Bagi IOH ataupun XL Smart, potensi kawasan yang bisa digarap masih sangat banyak. Lebih 30?kupan layanan Telkomsel belum diisi operator lain, padahal pendapatan mulai bagus.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.