Tribunners / Citizen Journalism
Jabatan Kepala Sekolah: Antara Administrasi dan Jiwa Besar
Seorang kepala sekolah ideal sangat diharapkan berjiwa besar, rela berkorban demi kemajuan anak didik dan rekan guru
Editor:
Eko Sutriyanto
Oleh: Odemus Bei Witono, Direktur Perkumpulan Strada dan Pemerhati Pendidikan
TRIBUNNERS - Kriteria formal berdasarkan Pasal 7 ayat 1 Peraturan Mendikdasmen No. 7 Tahun 2025 untuk menjadi kepala sekolah di Indonesia saat ini sudah tergolong lengkap.
Aturan tersebut mencakup aspek akademik, pengalaman, dan integritas dasar. Seorang calon kepala sekolah wajib memiliki kualifikasi akademik minimal Sarjana (S-1) atau Diploma Empat (D-IV) dari perguruan tinggi terakreditasi.
Ia juga harus memiliki sertifikat pendidik, pangkat dan golongan ruang tertentu bagi guru berstatus PNS (minimal Penata, III/c), serta jenjang jabatan minimal Guru Ahli Pertama dengan delapan tahun pengalaman bagi guru berstatus PPPK.
Selain itu, calon kepala sekolah memiliki hasil penilaian kinerja guru dengan predikat minimal “Baik” selama dua tahun terakhir, pengalaman manajerial minimal dua tahun di satuan pendidikan atau organisasi pendidikan, tidak pernah dikenai hukuman disiplin sedang atau berat, dan tidak sedang menjadi tersangka atau terdakwa dalam kasus hukum.
Usia maksimal saat penugasan pun dibatasi pada 56 tahun.
Terakhir, ia juga wajib menandatangani pakta integritas, termasuk kesediaan ditempatkan di wilayah mana pun yang ditetapkan pemerintah daerah.
Baca juga: Murid SDN Kedung Jaya Bogor Tidak Habiskan Menu MBG, Kepala Sekolah: Kelihatannya Trauma
Semua ini tampak sebagai upaya serius guna memastikan bahwa jabatan kepala sekolah tidak diisi secara serampangan.
Akan tetapi, jika kita mencermati lebih dalam, muncul pertanyaan penting, yakni apakah semua kriteria itu cukup untuk membentuk kepala sekolah yang benar-benar mampu memimpin dengan visi, integritas, dan pengaruh transformatif?
Kriteria yang ada sekarang memang memberikan fondasi legal-formal yang kuat. Namun, kerap kali kita menjumpai fakta bahwa seseorang yang memenuhi semua persyaratan administratif tidak otomatis mampu menjalankan fungsi kepemimpinan secara efektif.
Banyak kepala sekolah yang secara teknis “memenuhi syarat,” namun tidak memiliki dampak signifikan terhadap perubahan budaya sekolah, kualitas pembelajaran, atau keterlibatan komunitas pendidikan.
Hal ini terjadi karena kepemimpinan sejati tidak semata diukur dari kelengkapan dokumen, melainkan dari kualitas karakter dan kedalaman jiwa seorang pemimpin.
Seorang kepala sekolah ideal sangat diharapkan berjiwa besar, rela berkorban demi kemajuan anak didik dan rekan guru, serta memiliki keberanian moral dalam mengambil keputusan sulit demi menjaga mutu pendidikan.
Sayangnya, aspek-aspek ini belum sepenuhnya tertangkap dalam proses seleksi dan penugasan kepala sekolah.
Kita belum memiliki instrumen memadai dalam menilai secara objektif dimensi kepemimpinan transformatif, kecerdasan emosional, ataupun daya tahan moral seorang calon pemimpin sekolah.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menelaah Liminalitas di Ruang Pendidikan Modern |
![]() |
---|
Guru, Kepsek hingga Pengelola Kolam Renang Jadi Tersangka Kasus Tewasnya Siswa SD di Banjarbaru |
![]() |
---|
Pembekalan Dihadiri Prabowo, Kepala Sekolah dan Guru Sekolah Rakyat Pakai Seragam ala Militer |
![]() |
---|
Gus Ipul Buka Pembekalan Guru dan Kepala Sekolah Rakyat di JIExpo Kemayoran |
![]() |
---|
Gus Ipul: Kepala Sekolah Rakyat Jadi Kompas Moral, Guru Orang Tua Kedua |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.