Tribunners / Citizen Journalism
Jabatan Kepala Sekolah: Antara Administrasi dan Jiwa Besar
Seorang kepala sekolah ideal sangat diharapkan berjiwa besar, rela berkorban demi kemajuan anak didik dan rekan guru
Sebagai contoh, persyaratan pengalaman manajerial minimal dua tahun memang patut diapresiasi. Namun, pengalaman ini bisa sangat beragam dalam kualitas.
Dua tahun menjadi wakil kepala sekolah di sekolah yang pasif tentu berbeda dampaknya dengan dua tahun memimpin perubahan signifikan dalam komunitas pendidikan.
Begitu pula penilaian kinerja guru yang “baik” selama dua tahun berturut-turut belum tentu mencerminkan kualitas kepemimpinan berkualitas. Dalam banyak kasus, penilaian kinerja guru bersifat administratif dan kurang mencerminkan inisiatif pribadi atau keberhasilan transformatif.
Kriteria bebas dari kasus hukum tentu penting sebagai indikator minimal integritas. Namun, integritas dalam kepemimpinan pendidikan tidak cukup hanya dengan tidak pernah melanggar hukum.
Persyaratan perlu disertai dengan keberanian kandidat pimpinan sekolah melawan arus ketika sistem atau kebijakan tidak berpihak pada mutu pendidikan dan keadilan bagi peserta didik. Kepala sekolah seperti inilah yang mampu menjadi agen perubahan.
Baca juga: Heboh Biaya PPDB MTsN 1 Kota Palu Capai Rp10 Juta, Ini Penjelasan Pihak Kepala Sekolah
Ada beberapa dimensi penting yang sebaiknya dipertimbangkan secara serius dalam proses pembentukan dan seleksi kepala sekolah:
Pertama, dimensi kepemimpinan visioner. Kepala sekolah ideal selain dapat mengelola sekolah, juga mampu merumuskan dan mengomunikasikan visi yang menginspirasi, serta memobilisasi guru dan tenaga kependidikan untuk mewujudkannya.
Ia perlu melihat jauh ke depan, membaca perubahan zaman, dan memastikan sekolah tetap relevan dalam dinamika sosial, teknologi, dan globalisasi.
Kedua, dimensi jiwa besar dan pengorbanan. Pemimpin sekolah sejati siap mengalahkan ego, menunda kepentingan pribadi, bahkan menghadapi tekanan politis atau struktural demi mempertahankan prinsip pendidikan adil dan bermutu. Jiwa pengabdian semacam ini sangat langka, dan tidak dapat dinilai hanya dari berkas administrasi.
Ketiga, kecerdasan emosional dan spiritualitas kepemimpinan.
Kemampuan mengelola emosi, membangun hubungan, serta menjadi teladan moral dan spiritual sangat penting dalam memimpin komunitas pendidikan. Sekolah bukan pabrik, melainkan ruang hidup manusia yang kompleks dan dinamis. Pemimpin sekolah seharusnya memiliki kepekaan dan empati yang tinggi.
Keempat, kepemimpinan kolaboratif.
Dunia pendidikan hari ini menuntut kepemimpinan yang tidak otoriter, tetapi mampu membangun sinergi, dialog, dan partisipasi luas dari guru, orang tua, siswa, dan masyarakat.
Jika kita sungguh ingin membentuk kepala sekolah unggul dan bermakna bagi masa depan bangsa, proses seleksi perlu ditata ulang dengan menyertakan indikator-indikator kualitas kepemimpinan secara lebih mendalam.
Misalnya, rekam jejak dalam memimpin inovasi pendidikan, testimoni dari guru dan komunitas, hasil asesmen kepemimpinan melalui simulasi studi kasus, serta wawancara mendalam yang menggali nilai-nilai moral dan pandangan hidupnya sebagai pendidik.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
3 Bulan Bolos, tapi Digaji, Kepala SDN di Pringsewu Beralasan Pernah Minta Pindah, akan Dibina |
![]() |
---|
Mengapa Sulit Melakukan Transformasi di Sekolah? |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Sulingjar 2025 Paket A Kepsek dan Guru, 111 Soal Survei Lingkungan Belajar |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Sulingjar 2025 PAUD untuk Kepsek dan Guru, Lengkap 151 Soal Survei Lingkungan Belajar |
![]() |
---|
Polemik Pencopotan Kepsek di Prabumulih Sumsel, Kemendagri: Kepala Daerah Wajib Ikuti Aturan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.