Tribunners / Citizen Journalism
Ada Apa di Balik PSN PIK 2?
Banyak kebijakan yang dikemas melalui UU dan peraturan perundang-undangan di bawahnya yang sangat merugikan negara.
Dalam kasus 263 SHGB dan 17 SHM di pesisir laut PIK 2 diduga ada hasrat untuk menguasai secara melawan hukum (ilegal) aset atau kekayaan negara berupa wilayah pesisir laut yang strategis (Tangerang, Jakarta dan Bekasi) untuk dikelola oleh ASG, salah satunya Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2.
Disitulah diduga ada "hidden agenda" atau agenda terselubung.
Alasannya, karena wilayah pesisir laut menurut UU No. 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja, yang mengubah UU No. 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, secara tegas menyatakan bahwa "wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupkan bagian dari sumber daya alam, kekayaan yang dikuasai negara dan penyangga kedaulatan bangsa, yang perlu dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang."
KPK Agar Turun Tangan
Pasal 66 PP No. 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah dan seterusnya, lalu Pasal 46 PP No. 42 Tahun 2021 Tentang Kemudahan PSN (yang mengamputasi wewenang penegak hukum).
Dan Permen ATR/Kepala BPN No. 3 Tahun 2024 Tentang Tata Cara Penetapan Tanah Musnah membunuh eksistensi masyarakat hukum adat, masyarakat tradisional dan masyarakat lokal dengan memberi hak prioritas kepada pemegang hak atas tanah di laut merekonstruksi dan mereklamasi "tanah musnah".
Jika dilihat dari tempus (waktu) dan locus (tempat) pembangunan PIK 2 serta relasi kepentingan PSN PIK 2 dimana pada saat yang hampir bersamaan wilayah pesisir laut PIK 2 sudah berada dalam kepungan proyek-proyek ASG, maka kebijakan Presiden Jokowi kala itu lewat UU Cipta Kerja juncto PP No. 19 Tahun 2021, PP No. 18 Tahun 2021, PP No. 42 Tahun 2021 juncto Permen No. 3 Tahun 2024 telah membuka ruang yang lebar bagi pihak yang berniat jahat untuk menguasai wilayah laut lewat rekayasa "tanah musnah" karena di sana ada hak prioritas merekonstruksi dan mereklamasi laut atas alasan tanah musnah.
Untuk itu, diperlukan suatu penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi terkait penguasaan dan kepemilikan wilayah laut dengan 263 SHGB dan 17 SHM di PIK 2, Tangerang, Banten, secara melawan hukum.
Ini kelihatannya seperti modus kejahatan KKN yang diberi payung hukum dengan UU, PP dan Peraturan Menteri (Permen) ATR/Kepala BPN.
KPK perlu memanggil semua pihak terkait hal itu untuk didengar keterangannya guna memastikan apakah telah terjadi KKN dan siapa saja pelakunya.
Ini sangat urgen karena UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil secara tegas menyatakan wilayah pesisir merupakan kekayaan negara, penyangga kedaulatan bangsa, dan sangat protektif terhadap masyarakat hukum adat, masyarakat tradisional dan masyarakat lokal, justru 'diamputasi' oleh penguasa saat itu lewat kebijakan UU Cipta Kerja, PP dan Permen.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Danareksa Gandeng KKP Kembangkan Ekonomi Biru dan Kawasan Industri Pesisir |
![]() |
---|
Dirut IBC Tersangka Korupsi, Istana Pastikan Proyek Baterai Lanjut |
![]() |
---|
Ada 219 Indikasi Proyek Strategis Nasional dalam Rancangan Rencana Kerja Pemerintah 2026 |
![]() |
---|
Masuk Fortune SEA 500, Waskita Masih Tangani 52 Proyek Infrastruktur Aktif |
![]() |
---|
PT IWIP yang Disebut JATAM di Bawah Kendali China Ternyata PSN Era Jokowi, Tampung Nikel Raja Ampat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.