Tribunners / Citizen Journalism
Ada Apa di Balik PSN PIK 2?
Banyak kebijakan yang dikemas melalui UU dan peraturan perundang-undangan di bawahnya yang sangat merugikan negara.
Oleh: Petrus Selestinus SH
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara
TRIBUNNEWS.COM - Prinsip terhapusnya hak atas tanah menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UU PA) terjadi bilamana "tanahnya jatuh kepada negara" (karena jangka waktunya berakhir, dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi, dicabut haknya untuk kepentingan umum" dan "tanahnya musnah".
Tanah musnah menurut UU PA adalah tanah yang berubah fungsi dan bentuknya karena peristiwa alam sehingga tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya, karenanya hak atas tanahnya dihapus.
Namun anehnya pada saat yang sama diberikan prioritas untuk rekonstruksi dan reklamasi.
Saat ini terdapat fakta yang sudah "notoire feiten" bahwa di wilayah pesisir laut Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah) Kabupaten Tangerang, Banten, telah menerbitkan 263 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) untuk perusahaan yang terafiliasi dengan Agung Sedayu Group (ASG) yaitu PT Intan Agung Makmur (IAM) dan PT Cahaya Inti Sentosa (CIS), serta 17 Sertifkat Hak Milik (SHM) kepada beberapa perorangan tahun 2023.
Anehnya, SHGB kepada IAM dan CIS serta SHM kepada beberapa orang diterbitkan di atas wilayah pesisir laut.
Padahal penerbitan Sertifikat Hak Atas Tanah di atas wilayah laut merupakan perbuatan yang dilarang UU.
Bahkan UUD 1945, seperti dimaksud dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 3/PUU-VIII/2010 tertanggal 16 Juni 2011 yang mencabut beberapa pasal dari UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil terkait hak pengusahaan wilayah pesisir laut.
Jebakan Batman?
Menyikapi terbitnya 263 SHGB dan 17 SHM di pesisir laut PIK 2, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid secara tegas mengatakan bahwa 263 SHGB dan 17 SHM, yang diterbitkan oleh Kakantah Kabupaten Tangerang tahun 2023 dan diberikan kepada IAM, CIS, dan perorangan bernama Surhat Haq, dan kepada pihak lain sebanyak 17 SHM adalah ilegal karena mengandung cacat hukum secara formil dan materiil.
Sebagai perusahaan yang terafiliasi dengan ASG, maka IAM dan CIS sesungguhnya sangat diuntungkan dengan pemberian 263 SHGB dan 17 SHM oleh Kakantah Kabupaten Tangerang tahun 2023 lalu, karena dengan demikian IAM dan CIS berdasarkan Permen ATR/Kepala BPN No. 3 Tahun 2024, memiliki hak prioritas untuk merekonstruksi dan mereklamasi wilayah laut dengan dalih "tanah musnah".
Banyak kebijakan Presiden ke-7 RI Joko Widodo yang dikemas melalui UU dan peraturan perundang-undangan di bawahnya yang sangat merugikan negara.
Beleid dimaksud terdapat pada Pasal 66 Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 2021 Tentang Hak Atas Tanah, Pasal 46 PP No. 42 Tahun 2021 Tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional atau PSN (karena kekuasaan lembaga penegak hukum diperlemah) dan Peraturan Menteri (Permen) ATR/Kepala BPN No. 3 Tahun 2024 yang memberi hak prioritas kepada bekas pemegang hak atas tanah untuk merekonstruksi dan mereklamasi tanah musnah.
Di sini terdapat korelasi kepentingan pengusaha dan penguasa.
Hal ini mengingatkan kita pada pandangan Mahfud MD dalam suatu forum diskusi bahwa pemerintahan dibangun atas dasar konspirasi dan kolaborasi antara penjahat ekonomi dan penguasa lalu suatu saat akan tuntut-menuntut.
Dalam kasus 263 SHGB dan 17 SHM di pesisir laut PIK 2 diduga ada hasrat untuk menguasai secara melawan hukum (ilegal) aset atau kekayaan negara berupa wilayah pesisir laut yang strategis (Tangerang, Jakarta dan Bekasi) untuk dikelola oleh ASG, salah satunya Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2.
Disitulah diduga ada "hidden agenda" atau agenda terselubung.
Alasannya, karena wilayah pesisir laut menurut UU No. 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja, yang mengubah UU No. 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, secara tegas menyatakan bahwa "wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupkan bagian dari sumber daya alam, kekayaan yang dikuasai negara dan penyangga kedaulatan bangsa, yang perlu dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang."
KPK Agar Turun Tangan
Pasal 66 PP No. 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah dan seterusnya, lalu Pasal 46 PP No. 42 Tahun 2021 Tentang Kemudahan PSN (yang mengamputasi wewenang penegak hukum).
Dan Permen ATR/Kepala BPN No. 3 Tahun 2024 Tentang Tata Cara Penetapan Tanah Musnah membunuh eksistensi masyarakat hukum adat, masyarakat tradisional dan masyarakat lokal dengan memberi hak prioritas kepada pemegang hak atas tanah di laut merekonstruksi dan mereklamasi "tanah musnah".
Jika dilihat dari tempus (waktu) dan locus (tempat) pembangunan PIK 2 serta relasi kepentingan PSN PIK 2 dimana pada saat yang hampir bersamaan wilayah pesisir laut PIK 2 sudah berada dalam kepungan proyek-proyek ASG, maka kebijakan Presiden Jokowi kala itu lewat UU Cipta Kerja juncto PP No. 19 Tahun 2021, PP No. 18 Tahun 2021, PP No. 42 Tahun 2021 juncto Permen No. 3 Tahun 2024 telah membuka ruang yang lebar bagi pihak yang berniat jahat untuk menguasai wilayah laut lewat rekayasa "tanah musnah" karena di sana ada hak prioritas merekonstruksi dan mereklamasi laut atas alasan tanah musnah.
Untuk itu, diperlukan suatu penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi terkait penguasaan dan kepemilikan wilayah laut dengan 263 SHGB dan 17 SHM di PIK 2, Tangerang, Banten, secara melawan hukum.
Ini kelihatannya seperti modus kejahatan KKN yang diberi payung hukum dengan UU, PP dan Peraturan Menteri (Permen) ATR/Kepala BPN.
KPK perlu memanggil semua pihak terkait hal itu untuk didengar keterangannya guna memastikan apakah telah terjadi KKN dan siapa saja pelakunya.
Ini sangat urgen karena UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil secara tegas menyatakan wilayah pesisir merupakan kekayaan negara, penyangga kedaulatan bangsa, dan sangat protektif terhadap masyarakat hukum adat, masyarakat tradisional dan masyarakat lokal, justru 'diamputasi' oleh penguasa saat itu lewat kebijakan UU Cipta Kerja, PP dan Permen.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Danareksa Gandeng KKP Kembangkan Ekonomi Biru dan Kawasan Industri Pesisir |
![]() |
---|
Dirut IBC Tersangka Korupsi, Istana Pastikan Proyek Baterai Lanjut |
![]() |
---|
Ada 219 Indikasi Proyek Strategis Nasional dalam Rancangan Rencana Kerja Pemerintah 2026 |
![]() |
---|
Masuk Fortune SEA 500, Waskita Masih Tangani 52 Proyek Infrastruktur Aktif |
![]() |
---|
PT IWIP yang Disebut JATAM di Bawah Kendali China Ternyata PSN Era Jokowi, Tampung Nikel Raja Ampat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.