Tribunners / Citizen Journalism
Darurat Penyelamatan Polri: Urgensi Pengembalian Reputasi Negara Akibat Kasus Pemerasan DWP 2024
Tingkat kepuasan dan kepercayaan masyarakat terhadap dunia penegakan hukum termasuk Polri telah mengalami penurunan atau bahkan rusak.
Dorongan perubahan dan perbaikan institusi Polri kembali bergema. Rentetan catatan buruk di beberapa bulan terakhir ini perlu disikapi oleh Pemerintah, jika ingin tetap menjaga citra Pemerintah yang baik dan bersih.
Berbagai kasus yang terjadi seperti penembakan polisi (baik terhadap polisi maupun sipil), backing Polri dalam penambangan ilegal, keterlibatan oknum Polri dalam Narkoba maupun tindak pidana lainnya, matinya tahanan dan berbagai permasalahan lainnya, termasuk represivitas dan arogansi oknum Polri menjadi catatan akhir tahun 2024 untuk Polri.
Catatan ini tentu mengundang urgensi untuk segera mereformasi Polri.
Persoalan yang terjadi di tubuh Polri ini tidak boleh dipandang sebelah mata. Jangan sampai hanya berlalu begitu saja karena menyebabkan preseden yang buruk bagi citra Polri di masyarakat.
Pemerintah dan Polri harus berkomitmen untuk meningkatkan transparansi dan profesionalitas secara terbuka dan lebih responsif.
Tata kelola organisasi dan Sumber Daya Manusia Polri perlu untuk direformasi sehingga mampu menciptakan sistem yang dapat meningkatkan transparansi dan profesionalitas Polri.
Reformasi ini setidaknya harus mencakup beberapa sektor, seperti dimulai dari rekrutmen hingga pengawasan.
Dalam sisi Rekrutmen, Polri harus mampu menghilangkan budaya suap seperti yang pernah terungkap di beberapa wilayah (seperti kasus Palu dan beberapa aduan di wilayah). Proses rekrutmen harus mampu memfilter para kader yang memiliki integritas dan profesionalitas tinggi, serta mampu bekerja dengan tingkat pengendalian diri (emotional intelligence) yang baik.
Pengawasan dalam sistem rekrutmen dan pendidikan Polri menjadi sangat penting dalam melahirkan anggota yang bermoral dan berintegritas tinggi.
Selanjutnya adalah tata kelola perumusan penempatan dan pengisian jabatan. Seringkali hal ini menjadi permasalahan karena sangat berdampak pada “penghasilan” tertentu atau gelap.
Seolah ada wilayah-wilayah yang “basah” atau berpenghasilan besar dan ada wilayah yang kurang. Informasi ini sepertinya bukan hanya sekedar dugaan belaka karena banyak kemudian penyuapan untuk mendapatkan jabatan atau wilayah kerja tertentu.
Penempatan di wilayah tertentu yang berpenghasilan besar itu bahkan seolah menjadi reward bagi Polisi berprestasi. Hal yang cukup mengherankan sebenarnya mengingat seorang anggota yang berprestasi tentu memiliki integritas dan kualitas yang baik dan bisa ditempatkan dimana saja.
Reward seharusnya adalah promosi jabatan maupun penambahan tunjangan, bukan malah ditempatkan di tempat “idaman” yang berpenghasilan tinggi.
Hal yang paling urgen dibenahi saat ini adalah pengawasan. Berbagai Peraturan Kapolri atau peraturan polisi yang mengatur tentang Bidang Pengawasan, tidak boleh hanya menjadi aturan penegakan namun juga sebagai aturan pencegahan.
Saat ini bidang propam hanya bersifat reaktif terhadap pelanggaran yang terjadi. Padahal bisa saja Propam sudah bekerja pada saat anggota bekerja. Sistem pengawasan melekat
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Aiptu Sarifudin Sisihkan Gaji untuk Bantu Warga, Wujudkan Bahagia dengan Berbagi |
![]() |
---|
‘Tot-tok Wok-wok’ Disetop, Kompolnas: Jangan Ganggu Pengguna Jalan |
![]() |
---|
Jaga Stabilitas Negara, TNI-Polri Diminta Pertahankan Soliditas |
![]() |
---|
Aipda Ida Bagus Made Turun Tangan Bantu Warga Siapkan Upacara Adat Pujawali |
![]() |
---|
Tim Reformasi Polri Dibentuk, SETARA Ingatkan Jangan Terjebak Isu Jabatan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.