Kamis, 2 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Mengkaji Wacana Wadah Tunggal KPK dalam Pemberantasan Korupsi

Pemerintah saat ini sedang menggodok aturan-aturan terkait dengan Tindak Pidana Korupsi.

Editor: Hasanudin Aco
Tribunnews.com
Anggota Komisi III DPR I Wayan Sudirta. 

Selain itu, dengan adanya wadah tunggal tentu menimbulkan pula monopoli penafsiran atau interpretasi hukum yang menimbulkan risiko eksklusivitas dari masukan-masukan eksternal.

Dengan begitu, wadah tunggal juga menimbulkan sebuah “ketergantungan” terhadap satu lembaga. 

Stagnasi akan terjadi di kala KPK kemudian gagal bekerja dengan baik.

Selanjutnya, wadah tunggal ini merupakan hal yang berisiko menimbulkan sentralisasi kekuasaan. Sentralisasi ini menimbulkan efek berkurangnya pengawasan, akuntabilitas, dan menimbulkan celah penyalahgunaan kewenangan.

Selama ini, perdebatan mengenai sentralisasi ini sangat panjang karena bertentangan dengan prinsip dalam demokrasi dan penerapan check and balances. Sentralisasi kekuatan atau kekuasaan ini, juga diafiliasikan dengan inefektivitas dan mengurangi fungsi pengawasan.

Kita tentu sudah berpengalaman dalam melihat fenomena single agency atau multi-agencies dalam penanganan terhadap permasalahan tertentu. Semua memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Namun dalam program penanggulangan korupsi, negara kita masih membutuhkan sebuah “desentralisasi” kewenangan serta peran serta masyarakat.

Wacana wadah tunggal dipahami untuk mengurangi perbedaan pendapat atau semacam kompetisi tidak sehat dalam lingkup ego-sektoral yang selama ini sering terjadi dalam dunia politik atau birokrasi kementerian/lembaga. 

Dengan adanya desentralisasi terhadap lembaga-lembaga tertentu, harapannya adalah terjadi sebuah kompetisi sehat dan kolaborasi untuk tujuan tertentu.

Kewenangan tunggal dalam penegakan hukum menawarkan efisiensi dan konsistensi, tetapi juga membawa risiko besar terhadap independensi, akuntabilitas, dan keberimbangan kekuasaan.

Dalam sistem hukum yang demokratis, kolaborasi antar-lembaga dengan mekanisme pengawasan yang kuat merupakan pendekatan yang lebih sehat untuk memastikan keadilan dan kepercayaan publik terhadap hukum.

Kita harus banyak belajar dari pengalaman terdahulu yang seringkali dikaitkan dengan penyalahgunaan (abuse of power).

Sebagaimana kutipan Lord Acton yang sangat dikenal yakni: “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”, maka hadirnya kewenangan tunggal sangat berpotensi terjadi sebuah otoritarianisme dalam penegakan hukum korupsi.

Kolektivitas senatiasa harus ada dalam mencegah absolutisme. Kewenangan absolut terhadap satu lembaga akan selalu bersinggungan dengan prinsip-prinsip dalam Hak Asasi Manusia. 

Jika benar wacana wadah tunggal KPK tersebut tentu membutuhkan banyak perubahan dan perbaikan terhadap beberapa instrument, termasuk perubahan UUD 1945.

Masih diperlukan juga aturan-aturan terkait pengawasan yang menjamin independensi dan pencegahan penyalahgunaan kewenangan secara komprehensif dan ketat. 

Hal ini sangat berat sesungguhnya mengingat penyalahgunaan kewenangan atau politisasi terhadap KPK dan seluruh program pemberantasan korupsi akan sangat masif dampaknya.

Terlebih penyalahgunaan tersebut merupakan bagian dari tindak pidana korupsi yang juga merugikan negara dan sistem kenegaraan itu sendiri. 

Kita mengetahui bahwa kasus korupsi bukan kasus yang bisa dianggap remeh, maka penanggulangannya juga membutuhkan lembaga yang sangat kredibel dan terjamin independensi dan netralitasnya.

Inilah yang sulit dan membutuhkan kerjasama, tidak sesulit jika dibuat dalam format multi-lembaga. 

Maka lebih baik pada saat ini menggunakan pendekatan kolaborasi dan penerapan check and balances pada penegakan hukum, khususya di bidang pemberantasan korupsi.

Menimbang dari kelebihan dan kekurangan tersebut, tampaknya alih-alih menjadikan KPK sebagai wadah tunggal, lebih baik diberikan penguatan terhadap sinergisitas antar-lembaga, terutama Polri dan Kejaksaan yang notabene adalah lembaga permanen yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 

Dengan begitu, kelemahan dalam praktek sepertinya kurangnya dukungan sumber daya organisasi seperti SDM, Anggaran, Sarpras, dan kebijakan atau sistem sekalipun dapat terantisipasi dan berjalan efektif dengan pengawasan yang lebih baik.

KPK masih memiliki peran yang sangat signifikan dalam mengkoordinasikan program penanggulangan (Pencegahan dan Pemberantasan) Korupsi. 

Sesuai dengan tujuan pembentukkannya, maka KPK bukan dirancang untuk wadah tunggal namun untuk menguatkan dan mendorong (trigger) efektivitas pemberantasan korupsi.

 

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved