Tribunners / Citizen Journalism
Mengkaji Wacana Wadah Tunggal KPK dalam Pemberantasan Korupsi
Pemerintah saat ini sedang menggodok aturan-aturan terkait dengan Tindak Pidana Korupsi.
Berbagai kebijakan tersebut tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan antara lain dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Lalu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dibentuk badan khusus yang selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi.
Yang memiliki kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, sedangkan mengenai pembentukan, susunan organisasi, tata kerja dan pertanggung jawaban, tugas dan wewenang serta keanggotaannya diatur dengan Undang-undang.
Dalam Konsideran menimbang UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tersurat bahwa KPK dibentuk dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, saat dibentuknya UU Nomor 30 tahun 2002, pemberantasan tindak pidana korupsi pada kurun waktu itu belum dapat dilaksanakan secara optimal.
Oleh karena itu pemberantasan tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan secara profesional, intensif, dan berkesinambungan karena korupsi telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional.
Tujuan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
KPK pada prinsipnya dibentuk untuk memperkuat lembaga penegak hukum yang menangani tindak pidana korupsi, dan juga melakukan penguatan terhadap lembaga penegak hukum yang telah lebih dulu ada sebelumnya seperti Kepolisian dan Kejaksaan. KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang ada sebelumnya.
Penjelasan undang-undang nomor 30 tahun 2002 menyebutkan peran KPK sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya dalam hal ini kepolisian dan kejaksaan menjadi lebih efektif dan efisien.
Pembentuk undang-undang saat membentuk UU Nomor 30 Tahun 2002 menegaskan dan menjelaskan bahwa pemberantasan tindak pidana korupsi sudah dilaksanakan oleh berbagai institusi seperti kejaksaan dan kepolisian dan badan-badan lain yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Oleh karena itu pengaturan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dilakukan secara berhati-hati agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dengan berbagai instansi tersebut.
Berdasarkan Pasal 6 UU KPK, KPK bertugas melakukan:
a. Tindakan-tindakan pencegahan sehingga tidak terjadi Tindak Pidana Korupsi,
b. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melaksanakan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan instansi yang bertugas melaksanakan pelayanan publik,
c. Monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara,
d. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
e. Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi,
f. Tindakan untuk melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Tugas dan kewenangan dalam UU KPK tersebut diatur untuk meluaskan kewenangan KPK dalam mengkoordinasikan Program Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi yakni sebagai stakeholder utama.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Tips Ustaz Khalid Basalamah Berlindung dari Fitnah Usai Kembalikan Uang ke KPK |
![]() |
---|
Peluang Pemanggilan Menaker Yassierli dalam Kasus Noel, KPK: Sesuai Kebutuhan Penyidik |
![]() |
---|
Wasekjen PDIP Adhi Dharmo Tak Penuhi Panggilan KPK dalam Kasus Korupsi Rel Kereta Api |
![]() |
---|
KPK Buka Kemungkinan Panggil Ketua Umum PBNU Terkait Dugaan Aliran Dana Korupsi Kuota Haji |
![]() |
---|
Kasus Dugaan Aliran Dana Korupsi Haji, KPK Buka Kemungkinan Panggil Ketum PBNU |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.