Minggu, 5 Oktober 2025

Mushola Ambruk di Sidoarjo

Update Tragedi Ambruknya Ponpes Al Khoziny: 16 Tewas, 1 Potongan Tubuh, 4 Kendala Identifikasi Jasad

Pada Sabtu (4/10/2025) sore, ada dua korban tewas yang berhasil dievakuasi, salah satunya adalah jenazah, sedangkan yang lainnya hanya potongan tubuh

Istimewa via TribunJatim.com
PONPES AMBRUK - Bangunan tiga lantai di Pondok Pesantren Al Khoziny yang terletak di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, ambruk, Senin (29/9/2025) sore. Memasuki hari keenam setelah tragedi ambruknya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, jumlah korban tewas yang berhasil dievakuasi kini bertambah menjadi 17 orang. 

Kepala Bidang DVI Pusdokkes Polri, Kombes Pol dr Wahyu Hidajati, menjelaskan terdapat empat aspek utama yang menjadi hambatan dalam proses identifikasi korban.

1. Sidik Jari Rusak dan Minimnya Data Biometrik
 
Menurut Wahyu, banyak jenazah korban mengalami kerusakan pada bagian jari, sehingga menyulitkan tim forensik untuk melakukan pencocokan data menggunakan alat Mobile Automatic Multi Biometric Identification System (MAMBIS).

"Kalaupun sidik jari bisa dideteksi, anak-anak usia 12–15 tahun ini belum memiliki KTP atau data biometrik resmi sebagai pembanding," ujarnya, Jumat (3/10/2025), dikutip dari Surya.co.id.

2. Tidak Ada Ciri Khas pada Gigi Korban

Identifikasi melalui rekam gigi juga menemui hambatan karena tidak ditemukan ciri khas atau kondisi unik pada gigi korban. 

Selain itu, data ante-mortem dari keluarga korban juga belum mencantumkan informasi rinci tentang struktur atau kondisi gigi anak-anak yang dilaporkan hilang.

3. Pakaian Seragam Tidak Memiliki Identitas

Wahyu menjelaskan, bahwa para korban rata-rata mengenakan pakaian seragam berupa baju koko putih dan sarung saat kejadian, karena tengah melaksanakan salat Asar. 

Tidak ada atribut khusus seperti nama, label atau penanda lainnya yang dapat membantu proses identifikasi.

"Semua pakaiannya seragam, tidak ada identitas apa pun di baju koko yang mereka kenakan," terangnya.

4. Keluarga Tidak Mengingat Ciri Fisik Khusus Korban

Kendala lainnya berasal dari minimnya informasi dari pihak keluarga mengenai ciri-ciri fisik pembeda, seperti letak tahi lalat, bekas luka atau tanda lahir yang khas.

"Meskipun ada yang mengaku hafal, sampai saat ini pembandingnya belum ditemukan," tambah Wahyu.

Tes DNA Jadi Pilihan Terakhir Identifikasi Korban Runtuhan Ponpes

Jika seluruh metode identifikasi sekunder tidak membuahkan hasil, tim DVI akan menggunakan tes DNA sebagai langkah terakhir. 

Tes DNA dianggap paling akurat untuk mencocokkan identitas korban dengan keluarga.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved