Jumat, 3 Oktober 2025

Siswa SD di Riau Dibully hingga Tewas, SETARA: Negara Tak Boleh Abai

Respons SETARA Institute soal dugaan perundungan siswa yang terjadi di sebuah Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau.

|
TribunPekanbaru.com/Bynton Simanungkalit
RUMAH DUKA - Keluarga dan kerabat mengunjungi rumah duka siswa kelas 2 SD di Inhu yang meninggal usai diduga dirundung kakak kelas. Perundungan yang diduga karena perbedaan agama dan suku ini pun mendapatkan sorotan dari SETARA Institute. 

Catatan redaksi: judul dalam artikel ini telah diubah dengan pertimbangan suatu hal

TRIBUNNEWS.COM - Dugaan perundungan siswa terjadi di sebuah Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau.

Seorang siswa kelas 2 SD berinisial KB (8) meninggal saat dirawat di RSUD Indrasari Rengat, Riau, pada Senin (26/5/2025) sekitar pukul 02.30 WIB.

Berdasarkan laporan dari orang tua korban, perundungan dilakukan lima kakak kelas pada Rabu (21/5/2025). 

Ayah korban, Gimson Beni Butarbutar (38) mengungkapkan, perundungan tersebut awalnya terjadi karena perbedaan agama dan suku.

"Seminggu yang lalu, dia itu sudah sering dibully. Dibilang suku ini, agama ini. Itu sebelum dia sakit. Itu biasalah karena mereka namanya anak-anak sekolah," jelas Gimson, sebagaimana dilansir Kompas.com, Selasa (27/5/2025).

Perundungan yang diduga karena perbedaan agama dan suku ini pun mendapatkan sorotan dari SETARA Institute.

SETARA menilai tindakan kekerasan yang berujung pada kematian itu merupakan pelanggaran berat terhadap hak anak.

"Pertama, SETARA Institute mengecam keras terjadinya kasus tragis ini. Tindakan kekerasan yang berujung pada kematian tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap hak anak sebagaimana termaktub dalam Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan 'Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,' dan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan sebagaimana dijamin dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945," terang Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, dalam siaran persnya, Jumat (30/5/2025).

Kemudian, SETARA menilai kasus ini menunjukkan bahwa intoleransi merasuki generasi muda Indonesia.

Simptom intoleransi yang terjadi di lapangan, bahkan bukan hanya menimpa anak-anak usia sekolah menengah atas (SMA), melainkan lebih muda dari itu.

Baca juga: Update Siswa SD di Riau Tewas: Kakak Kelas Akui Aniaya Korban, Ditemukan Luka Memar di Perut

"Survei yang dilakukan oleh SETARA Institute pada Februari 2023 menunjukkan bahwa diperlukan pelipatgandaan upaya untuk menghalau paparan intoleransi dan ekstremisme kekerasan dari satuan pendidikan kita." 

"Meskipun 70,2 persen dari responden berkategori toleran, 24,2 persen siswa SMA intoleran pasif, 5 persen intoleran aktif, dan 0,6 persen dari mereka terpapar ideologi ekstremisme kekerasan," sambungnya.

SETARA pun menegaskan bahwa negara tak boleh bersikap abai dan mesti mengambil tindakan dalam menjamin perlindungan bagi anak dan kelompok minoritas agama.

"Ketiga, dalam konteks tragedi di Riau, negara tidak boleh abai. Negara harus hadir dan mengambil tindakan yang memadai dalam menjamin perlindungan bagi anak dan kelompok minoritas agama atau keyakinan, serta harus memastikan para pelaku dan pihak yang bertanggung jawab diproses secara adil sesuai hukum yang berlaku," jelas Halili.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved