Selasa, 7 Oktober 2025

Mushola Ambruk di Sidoarjo

Fakta Mengejutkan di Balik Tragedi Ponpes Al Khoziny, Tanda Bahaya Keselamatan Ribuan Santri

Peristiwa tragis tersebut bukan sekadar musibah, tetapi menunjukkan kegagalan sistemik dalam penerapan standar teknis pembangunan.

Editor: Willem Jonata
Tribun Jatim/M Taufik
MUSHALA AMBRUK Sejumlah petugas dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sidoarjo masih berusaha melakukan evakuasi di area bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny Sidoarjo, Jawa Timur, yang roboh, Senin (29/9/2025) sore. Sementara dari dalam reruntuhan, terdengar suara beberapa orang meminta tolong yang diduga santri. 

“Tragedi ini bukan hanya peristiwa duka yang menelan korban, melainkan juga peringatan keras mengenai lemahnya budaya konstruksi aman di Indonesia,” kata Sudjatmiko dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Minggu (5/10/2025).

Menurutnya, dalam disiplin teknik sipil, sebuah bangunan tidak akan runtuh secara tiba-tiba jika seluruh tahapan pembangunan dilakukan sesuai prinsip perencanaan, perancangan, dan pelaksanaan yang benar. 

Dia menegaskan, nyawa manusia tidak boleh lagi melayang hanya karena kelalaian teknis dan ketidaktahuan terhadap prinsip bangunan aman.

“Ambruknya bangunan sering kali buru-buru dilabeli sebagai takdir. Padahal, dalam banyak kasus, penyebab utama justru kegagalan konstruksi,” katanya.

Sudjatmiko menjelaskan sejumlah faktor yang kerap menyebabkan kegagalan bangunan, khususnya pada lembaga pendidikan berbasis komunitas seperti pesantren.

Pertama, perencanaan struktur yang lemah karena banyak bangunan dibangun tanpa melibatkan tenaga ahli teknik sipil.

Kedua, penggunaan material yang tidak sesuai standar, di mana baja tulangan, semen, atau pasir sering diganti demi menekan biaya.

Ketiga, minimnya pengawasan konstruksi, sebab banyak proyek tidak diawasi oleh insinyur bersertifikat.

Keempat, ketidaktahuan terhadap kondisi tanah, yang membuat bangunan tidak didesain sesuai karakteristik lahan.

“Sidoarjo, misalnya, memiliki kontur tanah yang sebagian berupa tanah lunak. Tanah jenis ini membutuhkan pondasi kuat dan desain khusus. Tanpa kajian geoteknik, bangunan bisa amblas atau miring sebelum waktunya,” ucapnya.

Sudjatmiko menekankan bahwa dalam ilmu teknik sipil, kegagalan struktur tidak boleh terjadi jika desain memperhitungkan faktor keamanan (safety factor) yang cukup.

Ambruknya gedung secara mendadak, katanya, menandakan adanya kesalahan serius sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan.

“Konstruksi pendidikan atau keagamaan seperti pesantren punya beban sosial besar. Setiap kesalahan teknis bukan sekadar bangunan roboh, tapi juga soal nyawa manusia,” ujarnya.

Sudjatmiko menilai, tragedi Al Khoziny harus menjadi pelajaran penting bagi ratusan pesantren lain di Indonesia. 

Dia menyerukan agar semua pembangunan fasilitas pendidikan keagamaan mematuhi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung serta Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 sebagai aturan pelaksanaannya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved