Minggu, 5 Oktober 2025

Kasus Dugaan Korupsi di Kemendikbud

Lewat Amicus Curiae, 12 Tokoh Ini Dorong Perubahan Mekanisme Praperadilan

Amicus Curiae ini dimaksudkan untuk mendorong agar praperadilan atas sah tidaknya penetapan tersangka dapat berjalan lebih efektif.

Penulis: Reza Deni
Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
PRAPERADILAN NADIEM MAKARIM - Sidang perdana praperadilan Nadiem Makarim terkait kasus korupsi proyek laptop chromebook di Kemdikbud, di Pengadilan Negeri Jakara Selatan, Jumat (3/10/2025). Sebanyak 12 tokoh antikorupsi mengajukan diri untuk menyampaikan pendapat hukum dalam bentuk Amicus Curiae kepada hakim praperadilan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dalam perkara pemeriksaan permohonan praperadilan nomor 119/Pid.Pra/2025/PN Jkt.Sel dengan Pemohon Nadiem Anwar Makarim.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 12 tokoh antikorupsi mengajukan diri untuk menyampaikan pendapat hukum dalam bentuk Amicus Curiae kepada hakim praperadilan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dalam perkara pemeriksaan permohonan praperadilan nomor 119/Pid.Pra/2025/PN Jkt.Sel dengan Pemohon Nadiem Anwar Makarim. 

Amicus curiae adalah seseorang yang bukan merupakan pihak dalam gugatan tetapi mengajukan permohonan kepada pengadilan atau diminta oleh pengadilan untuk memberikan pernyataan/keterangan karena orang tersebut memiliki kepentingan yang kuat dalam pokok perkara.

Baca juga: Ayah dan Ibu Nadiem Makarim Hadir di Sidang Praperadilan Kasus Korupsi Laptop Chromebook

Para tokoh antikorupsi ini mendesak dalam proses praperadilan, pihak Termohon, dalam hal ini Penyidik, mampu menjelaskan alasan Pemohon patut untuk diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Praperadilan adalah mekanisme hukum di Indonesia yang memungkinkan seseorang untuk menguji keabsahan tindakan aparat penegak hukum sebelum perkara pokok disidangkan.

Baca juga: Sidang Praperadilan Nadiem Makarim terkait Kasus Chromebook Digelar Hari Ini di PN Jaksel

Para Amici (sebutan bagi pihak amicus curiae) menilai bahwa dua (2) alat bukti yang dijadikan dasar penetapan tersangka terhadap Pemohon tidak cukup kuat untuk menduga Pemohon sebagai pelaku tindak pidana. 

Dengan kata lain, tindakan Pemohon menetapkan status tersangka tidak berlandaskan pada konsep reasonable suspicion atau kecurigaan yang beralasan. 

"Beban pembuktian seharusnya tidak diberikan kepada Pemohon, melainkan Termohon, yaitu penyidik. Karena pada dasarnya penyidiklah yang mendalilkan sesuatu, bahwa terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga Pemohon adalah pelakunya," ujar Natalia Soebagjo, salah satu Amici kepada wartawan setelah membacakan dan menyerahkan Amicus Curiae di Jakarta, Jumat (3/10/2025).

Dengan menjalankan prinsip tersebut, para Amici menilai, dalam sidang praperadilan, hal pertama yang yang harus dilakukan oleh pihak Termohon adalah menjelaskan tindak pidana yang diduga terjadi dan alasannya menduga seseorang sebagai pelaku tindak pidana. 

Cara seperti ini dinilai penting agar publik juga bisa memahami proses penegakan hukum dan ikut mengawasi timbulnya suatu perkara hukum.

“Publik memiliki hak untuk mengetahui dengan jelas mengenai hal yang diperkarakan. Inilah pentingnya sebuah proses hukum dijalankan secara transparan, akuntabel dan penuh tanggungjawab. Jika itu dilaksanakan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum akan semakin tinggi,” kata Natalia.

Dalam kasus Nadiem, ketidakjelasan penetapan tersangka terlihat dengan tidak pernah adanya penjelasan resmi dari Kejaksaan Agung (Kejagung) tentang perbuatan tindak pidana korupsi yang  menjadi dasar Pemohon sebagai Tersangka. Hingga saat ini, dia berpandangan informasi yang diberikan oleh penyidik hanya sepotong-sepotong. 

Dalam prosesnya, penyidik dinilai hanya menyampaikan bahwa tindak pidana yang terjadi terkait pengadaan Chromebook tanpa rincian lebih lanjut, seperti mark-up dalam proses pengadaan, suap menyuap, atau yang lainnya.  

Ditambah lagi, Kejagung juga tidak pernah memberikan penjelasan dugaan peran atau perbuatan dari Nadiem dalam kasus Chromebook.

Lebih lanjut, para Amici menyatakan bahwa proses pemeriksaan dengan mendorong keharusan penyidik untuk menjelaskan tindak pidana dan alasan penetapan tersangka juga dapat mempersingkat proses pemeriksaan praperadilan. 

Baca juga: Kejagung Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Nadiem Makarim di Kasus Korupsi Laptop

Tahapan ini akan sama dengan pemeriksaan pada tahap pretrial hearing di negara-negara common law system yang merupakan konsep lahirnya lembaga praperadilan.

Untuk menciptakan transparansi dan tegaknya keadilan, para Amici mendorong hakim praperadilan untuk bersikap netral dan dapat menguji apakah penilaian subyektif tersebut benar-benar beralasan atau tidak.

"Peran tersebut selama ini hampir tidak pernah terjadi di sidang praperadilan,” kata Natalia. 

Adapun Amicus Curiae ini dimaksudkan untuk mendorong agar praperadilan atas sah tidaknya penetapan tersangka dapat berjalan lebih efektif, efisien, sederhana namun tepat sasaran. 

Sebab, para Amici melihat proses pemeriksaan praperadilan yang berjalan selama ini mengikuti mekanisme yang menyerupai hukum acara perdata dengan prinsip siapa yang mendalilkan dia yang membuktikan. Padahal, prinsip ini tidak tepat untuk pemeriksaan praperadilan yang hanya ada dalam hukum pidana. 

Para Amici juga mendesak perubahan proses pemeriksaan praperadilan dalam penetapan tersangka. Tidak hanya untuk perkara ini saja, tetapi pemeriksaan praperadilan secara umum. Langkah itu diperlukan untuk membuat lembaga praperadilan berfungsi sebagai sarana untuk mengawasi penggunaan kewenangan-kewenangan dari penyidik. 

Pasalnya, permohonan praperadilan yang berlangsung selama ini dianggap telah menyimpang. Lembaga praperadilan juga dinilai kurang berhasil dalam menjalankan fungsinya seperti yang dimaksudkan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.

“Kami berharap pendapat hukum ini dapat menjadi standar baru dalam proses praperadilan ke depan. Sehingga setiap langkah penegakan hukum yang dilakukan dapat memberikan kepastian dengan menghormati hak hukum pihak yang ditetapkan sebagai tersangka,” tegas Natalia.

Baca juga: Ajukan Praperadilan, Kuasa Hukum Nadiem Dorong Proses Hukum yang Adil dan Transparan

Sebagai informasi, para Amici yang mengajukan diri terdiri dari para tokoh dan pegiat antikorupsi yang memiliki latar belakang beragam. Berikut daftar profil 12 Amici:

1. Pimpinan KPK Periode 2003-2007, Amien Sunaryadi

2. Pegiat Antikorupsi dan Pendiri Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), Arief T Surowidjojo

3. Peneliti Senior Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan, Arsil

4. Pegiat Antikorupsi dan Juri Bung Hatta Anti Corruption Award, Betti Alisjahbana 

5. Pimpinan KPK 2003-2007, Erry Riyana Hardjapamekas

6. Penulis dan Pendiri Majalah Tempo,  Goenawan Mohamad

7. Aktivis dan Akademisi Hilmar Farid

8. Jaksa Agung Periode 1999-2001, Marzuki Darusman

9. Direktur Utama PLN 2011-2014, Nur Pamudji

10. Pegiat Antikorupsi dan Anggota International Council of Transparency International, Natalia Soebagjo

11. Advokat, Rahayu Ningsih Hoed

12. Pegiat Antikorupsi dan Pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW) Todung Mulya Lubis

Diketahui, Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, I Ketut Dapawan memastikan perkara praperdilan NadiemMakarim bebas dari intervensi pihak manapun.

Hal itu disampaikan I Ketut Dapawan, dalam sidang perdana praperadilan Nadiem Makarim, di PN Jakarta Selatan, Jumat (3/10/2025).

Nadiem Makarim mengajukan praperadilan atas penetepannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan laptop Chromebook di Kemdikbud 2019-2022.

"Saya akan memeriksa perkara ini, tidak pernah mengizinkan siapa pun untuk berkomunikasi kepada para pihak, entah itu untuk mengabulkan atau menolak perkara ini atau memberikan keistimewaan-keistimewaan," ucap hakim I Ketut Darpawan, dalam persidangan di ruang sidang utama PN Jakarta Selatan, Jumat (3/10/2025).

Baca juga: Hotman Paris Sebut Praperadilan Nadiem Makarim Sebagai Agenda Super Prioritas 

Pantauan Tribunnews.com di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pukul 13.08 WIB, kuasa hukum Nadiem Makarim, yakni Hotman Paris Hutapea memasuki ruang sidang.

Dilanjutkan dengan beberapa anggota keluarga eks Mendikbud itu, di antaranya ayah dan ibu dari Nadiem, Nono Anwar Makarim dan Atika Algadrie.

Noni Anwar Makarim hadir mengenakan batik lengan panjang berwarna cokelat, sementara Atika mengenakan kemeja warna hitam.

Selain itu, hadir juga saudara perempuan Nadiem, Rayya Makarim. 

Seperti diketahui, Sidang perdana praperadilan Nadiem Makarim dijadwalkan akan digelar pada Jumat (3/10/2025) hari ini.

Agenda persidangan ini dilakukan untuk membuktikan sah atau tidaknya penetapan status Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek laptop Chromebook di Kemendikbud.

Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sidang tersebut dijadwalkan digelar pukul 13.00 WIB.

"Sidang pertama. Nadiem Anwar Makarim. 13.00 sampai dengan selesai," demikian dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat.

Praperadilan Nadiem Makarim terdaftar dengan Nomor Perkara 119/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL.

Seperti diketahui, Nadiem Makarim telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (23/9/2025).

Praperadilan itu Nadiem ajukan setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung atas kasus korupsi pengadaan laptop chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan tahun 2019-2022.

 

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved