Sabtu, 4 Oktober 2025

Jaringan Masyarakat Sipil Soloraya Desak Penghentian Kriminalisasi Aktivis dan Warga Kritis

Total 29 organisasi tergabung dalam Jaringan Masyarakat Sipil Soloraya menyampaikan pernyataan bersama situasi darurat demokrasi

Istimewa
TANGGAP DARURAT DEMOKRASI - Total 29 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Sipil Soloraya menyampaikan pernyataan bersama menanggapi situasi darurat demokrasi yang terjadi sejak gelombang demonstrasi besar akhir Agustus hingga September 2025. Pernyataan bersama digelar pada 1 Oktober 2025 

TRIBUNNEWS.COM - Total 29 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Sipil Soloraya menyampaikan pernyataan bersama menanggapi situasi darurat demokrasi yang terjadi sejak gelombang demonstrasi besar akhir Agustus hingga September 2025.

Mereka menuntut penghentian kriminalisasi terhadap aktivis, pegiat reformasi, dan warga yang menyuarakan kritik terhadap pemerintah.

Adapun 29 organisasi tersebut antara lain Gusdirian Solo, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Solo hingga BEM dari berbagai kampus.

Dalam pernyataan tersebut, jaringan masyarakat sipil mengungkapkan, ratusan aktivis dan warga mengalami penangkapan, penahanan, hingga kekerasan fisik oleh aparat.

Tindakan ini dinilai sebagai pelanggaran hukum dan hak asasi manusia, serta ancaman serius terhadap demokrasi di Indonesia.

Ruang kebebasan berekspresi yang seharusnya dijamin konstitusi justru dipersempit melalui praktik represif.

Ketua AJI Kota Solo, Mariyana Ricky, mengatakan, Jaringan Masyarakat Sipil Soloraya merinci enam pelanggaran yang ditemukan di lapangan.

"Yakni penangkapan tanpa surat perintah sah, sering dilakukan malam hari oleh aparat tak berseragam, kemudian penggeledahan dan penyitaan barang pribadi tanpa dasar hukum, pemeriksaan intensif hingga larut malam disertai intimidasi," ujarnya Rabu (1/10/2025).

"Selanjutnya keluarga dan kuasa hukum kesulitan mendapatkan informasi penahanan, ancaman terhadap advokat dan pendamping hukum, laporan kekerasan, penyiksaan, bahkan korban koma dan hilang, serta stigmatisasi dan manipulasi opini publik."

Dikatakannya, aktivis dan warga kritis kerap dicap sebagai “anarkis” tanpa bukti yang jelas. 

Tak hanya itu, aliansi jaringan tersebut menilai data pribadi mereka disebarkan untuk membentuk opini negatif.

Baca juga: Kartu Identitas Liputan Istana Milik Jurnalis CNN Indonesia Dicabut, AJI: Ini Bentuk Represi

Buku dan karya intelektual yang mereka miliki disalahartikan sebagai bukti kejahatan, padahal merupakan bagian dari kebebasan berekspresi.

Jaringan ini menilai kriminalisasi terhadap suara kritis sebagai bentuk teror terhadap demokrasi.

Ruang partisipasi generasi muda di luar pemilu, seperti demonstrasi dan aktivisme digital, semakin dibatasi. Struktur politik yang dikuasai elite dan dinasti politik juga mempersempit ruang politik rakyat.

Penangkapan Anak di Solo Raya: Bentuk Eksploitasi

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved