Tribunners / Citizen Journalism
Program Makan Bergizi Gratis
MBG dan 'Racun Calo' Pengadaan: saat Gizi Menjadi Ladang Komisi
Sejak awal skema MBG sudah tampak cacat, Anggaran Rp10.000 per porsi dipaksakan jadi standar gizi nasional meski logika dasar menolak angka itu.
Editor:
Theresia Felisiani
Kalau targetnya adalah pemenuhan gizi, maka belajarlah dari Jepang. Negara itu tidak membuat proyek makan gratis penuh slogan. Mereka cukup memastikan bahwa setiap anak mendapat satu butir telur per hari. Dengan kebijakan itu, Jepang tidak hanya meningkatkan gizi anak, tetapi juga memperkuat ketahanan peternak lokal. Murah, terukur, dan dampaknya besar. Di Indonesia, pendekatan seperti ini bahkan tidak dilirik. Yang dipikirkan adalah proyek besar, vendor besar, dan belanja besar yang mudah dimanipulasi.
Masalah utama MBG bukan pada tujuan, melainkan pada siapa yang mengendalikan sistemnya. Ketika proyek ini dikendalikan oleh mereka yang melihat anggaran sebagai ladang, maka apapun niat baiknya akan berubah menjadi malapetaka. Negara harus sadar, bahwa memberi makan anak-anak tidak bisa didekati dengan logika proyek. Ini harus dikelola dengan standar tertinggi, pengawasan ketat, dan keberanian untuk memutus seluruh rantai rente.
Sudah saatnya pemerintah melakukan audit menyeluruh terhadap pelaksanaan MBG. Audit ini tidak boleh dilakukan diam-diam atau lewat laporan internal yang bisa disulap menjadi bersih. Harus ada keterlibatan publik, lembaga antikorupsi, dan pemeriksa independen. Semua vendor, aliran anggaran, titik dapur, hingga daftar bahan makanan harus dibuka kepada masyarakat. Jika tidak, maka MBG akan menjadi bom waktu yang bukan hanya gagal memberi gizi, tetapi juga meracuni kepercayaan publik.
“Keberhasilan sebuah kebijakan tidak diukur dari seberapa cepat ia dijalankan, tetapi dari seberapa matang ia dipersiapkan.” Begitu kata Niccolò Machiavelli dalam The Prince, yang menegaskan bahwa kebijakan yang tergesa-gesa justru bisa menjadi senjata makan tuan. Artinya, program ini tidak harus dibatalkan, tapi harus dihentikan sementara.
Baca juga: 105 Siswa di 3 Sekolah di Sumedang Keracunan MBG, Bupati Hentikan Sementara Operasional SPPG
Bukan karena menyerah, melainkan karena ingin memastikan program ini kembali ke jalur yang benar. Pemerintah yang jujur bukanlah yang memaksakan pelaksanaan demi pencitraan, tapi yang berani mengakui kesalahan dan memperbaiki dari akar. Lebih baik menunda daripada mengorbankan masa depan anak-anak hanya demi menepati janji politik yang semu.
Kalau bangsa ini gagal memberi makan yang layak kepada anak-anaknya tanpa komisi dan racun, bisa jadi akan gagal juga negara. Dan kegagalan seperti itu tidak bisa ditutupi dengan slogan, brosur, atau peresmian dapur dapur baru yang difoto drone dari atas.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.