Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI
Eks Aktivis 98 Imbau Anggota DPR Tak Hanya Minta Maaf Tapi Beri Teladan, Singgung Kontroversi Jokowi
Pengamat Politik dan eks aktivis 98 Ray Rangkuti mengatakan para anggota DPR yang meminta maaf sudah tepat usai adanya aksi massa yang masif.
Sementara Partai Nasional Demokrat (NasDem) juga menonaktifkan kadernya, yakni Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach.
Dan juga Partai Golkar menonaktifkan Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir sebagai anggota DPR.
Ia menilai penonaktifan para kader tersebut memang dapat membantu meredam aksi massa, namun hal tersebut tidak cukup untuk meredam protes publik secara menyeluruh.
"Jadi ada protes publik, ada aksi dari protes itu, dan aksi protes itu bisa dibantu 'diredam' dengan penonaktifan kader partai NasDem. Tapi tidak cukup hanya dengan cara itu saja," kata Ray.
Menurutnya, langkah meredam amarah masyarakat harus disertai perubahan perilaku politik. Bukan sekadar tindakan administratif.
Ia menegaskan bahwa protes publik yang merebak saat ini merupakan sinyal penting akan kebutuhan reformasi kultural politik di Indonesia.
Ray bahkan menyebut dinamika aksi massa 2025 memiliki kemiripan dengan peristiwa 1998, meski skalanya berbeda.
Jika 1998 melahirkan reformasi sistem dari otoritarianisme menuju demokrasi, maka peristiwa 2025, menurutnya, perlu diarahkan pada reformasi etika politik.
"Setelah hampir 30 tahun, kita merasakan sistem demokrasi ini tidak cukup menopang harapan publik jika tidak ditopang oleh etika politik. Aksi 2025 ini adalah momentum mereformasi kultur politik dari nepotisme menuju politik yang mempertimbangkan etika dan moral," jelas Ray.
Ia mencontohkan praktik nepotisme sebagai salah satu wajah politik tanpa etika.
“Bagaimana mungkin seseorang yang minim pengalaman bisa menjadi wakil presiden hanya karena ayahnya presiden. Memang aturan membolehkan, tapi secara etika itu tidak pantas,” tegasnya.
Ray menambahkan, reformasi etika politik diharapkan bisa mengubah perilaku elit agar tidak hanya menegakkan aturan semata, tetapi juga menjunjung moral. Ia juga mengkritik anggota DPR yang sering tampil garang di hadapan rakyat, tetapi justru lunak ketika berhadapan dengan pemerintah.
"Demokrasi tidak bisa hanya dipandang sebagai seperangkat aturan, tetapi harus dilihat sebagai seperangkat etika. Itulah yang kita tunggu dari aksi ini: apakah nanti praktik nepotisme masih marak, apakah perilaku flexing masih dipertontonkan (oleh para anggota DPR RI)," imbuhnya.
Apa yang Dilakukan Uya Kuya, Eko Patrio, Sahroni hingga Nafa Urbach, Adies Kadir hingga Dinonaktifkan?
Sebelumnya Sahroni menyebut bahwa desakan untuk membubarkan DPR adalah sikap orang 'bodoh'.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.