Selasa, 7 Oktober 2025

Kasus Suap Ekspor CPO

Eks Ketua PN Jaksel Angkat Jempol Setelah Terima Rp 60 Miliar Untuk Urus Perkara Korupsi Ekspor CPO

Eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta disebut angkat jempol setelah terima uang suap Rp 60 miliar.

Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha
SIDANG KORUPSI CPO - Sidang kasus dugaan suap pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) vonis lepas korporasi terdakwa hakim non aktif Djuyamto, Agam Syarief Baharuddin, Ali Muhtarom, Wahyu Gunawan dan Arif Nuryanta di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/8/2025). Pendiri Ariyanto Arnaldo Law Firm (AALF), Ariyanto Bakri jadi saksi di persidangan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) disebut angkat jempol setelah terima Rp 60 miliar untuk urus perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) tiga korporasi.

Adapun hal itu terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap vonis lepas korporasi, pada pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat pada Rabu (27/8/2025).

Duduk sebagai terdakwa dalam perkara tersebut yakni eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, tiga mantan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin serta panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan.

Pendiri Ariyanto Arnaldo Law Firm (AALF), Ariyanto Bakri yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang mengaku tak ada obrolan  setelah dirinya mengirimkan uang Rp 60 miliar ke rumah panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan.

"Saya langsung nggak pake ngobrol lagi. Saya langsung jalan. Semua beres. Oke, semua beres," kata Ariyanto.

Baca juga: Terungkap di Sidang, Wilmar Group Disebut Siapkan Rp20 Miliar Urus Perkara Korupsi Ekspor CPO

Setelah uang diserahkan, perkara tiga korporasi yang dituntut  membayar uang pengganti sebesar Rp 17,7 triliun di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng ditindaklanjuti Wahyu Gunawan.

"Maksudnya mungkin koordinasi dengan MAN (Muhammad Arif Nuryanta). Wahyu, mungkin koordinasi dengan MAN, yang saya tangkap seperti itu. Jadi saya tinggal menunggu saja," ujarnya.

Berselang dua Minggu, Ariyanto diundang makan bersama oleh Muhammad Arif Nuryanta.

Baca juga: Sidang Korupsi CPO, Suami Marcella Santoso Jadi Saksi di Persidangan

"Ri (Ariyanto), lu dateng nanti. Bapak, undang. Mendan (MAN), mengundang," kata Ariyanto menirukan perkataan Wahyu.

Ariyanto memastikan pertemuan dilakukan setelah dirinya menyerahkan uang Rp 60 miliar.

Pada pertemuan tersebut dikatakan Ariyanto, Arif Nuryanta hanya mengacungkan jempolnya.

"Dan kemudian, saya datang. Seperti biasa, nggak ngomong kerjaan sama sekali. Tapi beliau, Pak MAN, hanya mengacungkan jempol, beres," jawab Ariyanto.

"Dalam pikiran saya, semua sudah beres, Pak. Rp 60 miliar saya berikan Wahyu, mungkin Wahyu memberikan, tapi dalam imajinasi saya, lu mau potong, mau kasih MAN Rp 5 miliar, mau Rp 2 miliar mau Rp 1 miliar bukan masalah saya.
Oke? Yang penting beres urusan," jawab Ariyanto.

Namun, Ariyanto tidak memastikan apakah uang dari Wilmar yang diterima Wahyu diserahkan kepada Arif Nuryanta atau tidak.

Ia mengatakan tak ada obrolan lagi setelah pertemuan tersebut.

"Tidak ada, Pak. Tidak ada ngobrolin itu. Saya hanya bilang, beres, Pak. Ndan beres," kata Ariyanto.

Ariyanto mengungkap saat itu Arif Nuryanta hanya mengangkat jempol.

"Hanya dibilang, angkat jempol (MAN). Sip. Kemungkinan nanti onslag," ucapnya.

Kasus suap hakim bermula saat tiga korporasi besar itu yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group yang sebelumnya dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 17,7 triliun di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.

Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar uang pengganti yang berbeda-beda. 

PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619 atau (Rp 11,8 triliun), Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp 937.558.181.691,26 atau (Rp 937,5 miliar), dan Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp Rp 4.890.938.943.794,1 atau (Rp 4,8 triliun).

Uang pengganti itu harus dibayarkan tiga korporasi lantaran dalam kasus korupsi CPO negara mengalami kerugian sebesar Rp 17,7 triliun.

Tapi bukannya divonis bersalah, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarif Baharudin justru memutus 3 terdakwa korporasi dengan vonis lepas atau onslag pada Maret 2025 lalu.

Tak puas dengan putusan tersebut, Kejagung langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Sejalan dengan upaya hukum itu, Kejagung juga melakukan rangkaian penyelidikan setelah adanya vonis lepas yang diputus ketiga hakim tersebut. 

Hasilnya Kejagung menangkap tiga majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut dan menetapkannya sebagai tersangka kasus suap vonis lepas.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved