Selasa, 7 Oktober 2025

Kasus Suap Ekspor CPO

Sidang Korupsi CPO, Suami Marcella Santoso Jadi Saksi di Persidangan

Marcella merupakan salah satu tersangka yang menyuap tiga majelis hakim PN Jakarta Pusat agar memutus vonis 3 perusahaan CPO dengan vonis lepas.

Tribunnews.com/Rahmat Nugraha
SIDANG KASUS CPO - Sidang kasus dugaan suap pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) vonis lepas korporasi terdakwa hakim non aktif Djuyamto, Agam Syarief Baharuddin, Ali Muhtarom, Wahyu Gunawan dan Arif Nuryanta di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/8/2025). Pendiri Ariyanto Arnaldo Law Firm (AALF), Ariyanto Bakri jadi saksi di persidangan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang kasus dugaan suap vonis lepas korporasi, pada pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat pada Rabu (27/8/2025).

Duduk sebagai terdakwa dalam perkara tersebut yakni eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, tiga mantan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin serta panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan.

Baca juga: Kejagung Limpahkan Marcella Santoso Dkk ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat

Adapun pada persidangan hari ini jaksa mengahdirkan 4 orang saksi ke persidangan.

Dari saksi-saksi tersebut diantaranya pendiri Ariyanto Arnaldo Law Firm (AALF), Ariyanto Bakri.

Di persidangan Ariyanto juga menyebutkan dirinya merupakan suami dari Marcella Santoso.

Marcella Santoso adalah seorang advokat Indonesia yang menjadi sorotan publik karena keterlibatannya dalam beberapa kasus hukum besar yang ditangani oleh Kejaksaan Agung pada tahun 2025.

Seperti diketahui Marcella merupakan salah satu tersangka yang menyuap tiga majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar memutus vonis 3 perusahaan CPO dengan vonis lepas.

Selain Ariyanto, saksi-saksi lainnya atas nama Indah Kusumawati, Wiwit Nur Maftucho dan Maria Kinara Mamora.

Sebagai informasi, tiga korporasi besar itu yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group yang sebelumnya dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 17,7 triliun di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.

Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar uang pengganti yang berbeda-beda. 

PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619 atau (Rp 11,8 triliun), Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp 937.558.181.691,26 atau (Rp 937,5 miliar), dan Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp Rp 4.890.938.943.794,1 atau (Rp 4,8 triliun).

Baca juga: Buka Sidang Perdana Suap Vonis Lepas CPO, Majelis Minta Publik Jangan Goda Hakim atau Panitera

Uang pengganti itu dituntut oleh Jaksa agar dibayarkan oleh ketiga korporasi lantaran dalam kasus korupsi CPO negara mengalami kerugian sebesar Rp 17,7 triliun.

Tapi bukannya divonis bersalah, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin justru memutus 3 terdakwa korporasi dengan vonis lepas atau ontslag pada Maret 2025 lalu.

Tak puas dengan putusan ini, Kejagung langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Sejalan dengan upaya hukum itu, Kejagung juga melakukan rangkaian penyelidikan pasca adanya vonis lepas yang diputus ketiga hakim tersebut. 

Hasilnya Kejagung menangkap tiga majelis hakim PN Jakpus tersebut dan menetapkannya sebagai tersangka kasus suap vonis lepas.

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved