Minggu, 5 Oktober 2025

Kasus Suap Ekspor CPO

Kasus Vonis Lepas CPO, Hakim Djuyamto Cs Didakwa Terima Suap Rp 21,9 Miliar

Tiga hakim yang memberikan putusan lepas pada perkara korupsi pengurusan izin ekspor minyak goreng didakwa menerima suap Rp 21,9 miliar.

Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha
SUAP VONIS LEPAS - Sidang dakwaan kasus dugaan suap pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) vonis lepas korporasi terdakwa hakim non aktif Djuyamto, Agam Syarief Baharuddin, Ali Muhtarom di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/8/2025). Mereka didakwa menerima suap Rp 21,9 miliar. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tiga hakim yang memberikan putusan lepas pada perkara korupsi pengurusan izin ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan minyak goreng (Migor) didakwa menerima suap dan gratifikasi Rp 21,9 miliar.

Tiga majelis hakim tersebut yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom.

Suap tersebut terkait vonis lepas izin ekspor CPO terdakwa tiga hakim tersebut di atas secara terpisah di PN Tipikor Jakarta, Kamis (21/8/2025).

Adapun hal itu disampaikan jaksa saat membacakan surat dakwaan perkara dugaan suap vonis lepas izin ekspor CPO.

Tak hanya ketiga hakim, mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, serta mantan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan pun turut menerima uang suap.

Baca juga: Berkas Perkara Suap Vonis Lepas CPO Dibawa Jaksa Pakai Troli, Berikut Penampakannya

Kelimanya total menerima 2.500.000 dolar Amerika atau setara Rp 40 miliar.

Uang tersebut diterima dalam dua tahap dari pengacara terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Jaksa pun merinci uang yang diterima para hakim pada tahap pertama. Rinciaannya sebagai berikut:

  1. Arif Nuryanta menerima uang berupa pecahan USD senilai Rp 3.300.000.000.
  2. Wahyu Gunawan menerima uang berupa pecahan USD senilai Rp 800.000.000. 
  3. Djuyamto menerima uang berupa pecahan USD dan SGD senilai Rp 1.700.000.000.
  4. Agam Syarief menerima uang berupa pecahan USD dan SGD senilai Rp 1.100.000.000.
  5. Ali Muhtarom berupa pecahan USD senilai Rp 1.100.000.000.

Selanjutnya pada tahap kedua, kelima terdakwa kembali menerima uang suap dengan rincian sebagai berikut:

  1. Arif Nuryanta menerima suap berupa uang pecahan USD senilai Rp 12.400.000.000
  2. Wahyu menerima uang berupa pecahan USD senilai Rp 1.600.000.000.
  3. Djuyamto menerima uang berupa pecahan USD senilai Rp 7.800.000.000
  4. Agam Syarief menerima uang berupa pecahan USD senilai Rp 5.100.000.000
  5. Ali Muhtarom menerima uang berupa pecahan USD senilai Rp 5.100.000.000.

Dari dua tahap penerimaan suap tersebut, hakim Djuyamto total menerima uang Rp 9,5 miliar.

Selanjutnya hakim Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom masing-masing menerima suap Rp 6,2 miliar.

Baca juga: Kesepakatan Tarif Resiprokal 19 Persen Belum Usai, RI Upayakan CPO Bebas Bea Masuk AS

Uang yang diterima Djuyamto Cs disebut jaksa sebagai penerimaan gratifikasi karena selaku Ketua Majelis Hakim perkara migor tersebut.

"Terdakwa korporasi Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group, selanjutnya disebut perkara korupsi korporasi migor supaya menjatuhkan putusan lepas," kata jaksa saat membaca surat dakwaan terdakwa Djuyamto.

Atas perbuatannya tersebut, jaksa mendakwa ketiga terdakwa Djuyamto, Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Awal Mula Suap Vonis Lepas CPO

Awalnya tiga korporasi besar PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti total Rp 17,7 triliun dalam kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.

Adapun rinciannya, PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619 atau (Rp 11,8 triliun), Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp 937.558.181.691,26 atau (Rp 937,5 miliar), dan Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp 4.890.938.943.794,1 atau (Rp 4,8 triliun).

Uang pengganti harus dibayar tiga korporasi lantaran dalam kasus korupsi CPO negara mengalami kerugian sebesar Rp 17,7 triliun.

Tapi bukannya divonis bersalah, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin justru memutus 3 terdakwa korporasi dengan vonis lepas atau ontslag pada Maret 2025 lalu.

Tak puas dengan putusan ini, Kejagung langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Sejalan dengan upaya hukum itu, Kejagung juga melakukan rangkaian penyelidikan setelah adanya vonis lepas yang diputus ketiga hakim tersebut. 

Hasilnya Kejagung menangkap tiga majelis hakim PN Jakarta Pusat tersebut dan menetapkannya sebagai tersangka kasus suap vonis lepas.

Lokasi Penerimaan Suap

Ketiga hakim yang menjatuhkan vonis lepas terhadap 3 terdakwa korporasi diduga menerima uang suap yang diserahkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.

Pertama, uang sebesar 4,5 miliar dibagikan di ruangan Muhammad Arif Nuryanta.

Lalu pada September-Oktober 2024, Muhammad Arif Nuryanta menyerahkan uang senilai Rp 18 miliar kepada Djuyamto (DJU).

Djuyamto membagi uang tersebut kepada hakim Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AL) yang diserahkan di depan sebuah kantor bank di wilayah Pasar Baru Jakarta Pusat.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved