Dugaan Korupsi Kuota Haji
Menanti Tersangka Kasus Korupsi Kuota Haji, Peneliti Pukat UGM Desak KPK untuk Gerak Cepat
Sejak kasus dugaan korupsi kuota haji 2023-2024 naik ke penyidikan, hingga artikel ini ditulis Senin (18/8/2025) pagi, KPK belum menetapkan tersangka.
Penulis:
Rizkianingtyas Tiarasari
Editor:
Wahyu Gilang Putranto
Zaenur Rohman pun menjelaskan alasan mengapa KPK harus bergerak cepat dalam menetapkan tersangka terkait kasus dugaan korupsi kuota haji 2023-2024.
Sebab, jika terlalu lama, akan muncul kesempatan untuk menghalangi atau mengaburkan penyidikan perkara.
"Ini memang harus gerak cepat ya KPK," kata Zaenur, saat menjadi narasumber dalam program Sapa Indonesia Pagi yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Senin (18/8/2025).
"Mengapa? Seakan-akan kalau memberi kesempatan yang lebar, maka pihak-pihak yang tersangkut dengan perkara ini bisa melakukan berbagai upaya untuk melepaskan diri dari jeratan hukum, untuk merintangi penyidikan, maupun upaya-upaya lain, seperti misalnya mengondisikan saksi-saksi bahkan bisa melarikan diri dan seterusnya," lanjutnya.
Menurut Zaenur, jika suatu kasus korupsi yang ditangani KPK sudah masuk tahap penyidikan, maka lembaga anti-rasuah tersebut sudah meyakini adanya tindak pidana.
Sehingga, yang paling ditunggu-tunggu adalah penetapan tersangka.
"Oleh karena itu, memang ini harus segera diikuti dengan penetapan tersangka," ujar Zaenur.
"Kenapa demikian? Kalau KPK sudah masuk ke tahap penyidikan, artinya KPK sudah pegang dan meyakini ada tindak pidana yang telah terjadi. Telah terjadi satu peristiwa pidana korupsi, yang kemudian diikuti oleh tahap penyidikan adalah untuk menetapkan tersangkanya," paparnya.
"Nah, kemarin sudah dilakukan pencekalan, kemudian sudah dilakukan penggeledahan. Oleh karena itu yang ditunggu oleh publik berikutnya adalah penetapan tersangka," imbuhnya.

Tak Perlu Ancaman Pengenaan Pasal Perintangan Penyidikan
Kemudian, Zaenur juga menilai bahwa KPK tidak perlu memberikan ultimatum atau ancaman terkait pengenaan pasal perintangan penyidikan, terutama terkait indikasi penghilangan barang bukti di Maktour Travel.
Lebih baik, Zaenur menyebut, KPK langsung saja mengenakan Pasal 21 UU Tipikor yang memuat aturan dan ancaman pidana terhadap perintangan penegakan hukum atau obstruction of justice.
Dalam pasal tersebut, tercantum ancaman penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun, dan atau denda paling sedikit Rp150.000.000 dan paling banyak Rp600.000.000.
"Menurut saya yang sangat penting adalah KPK tidak perlu menyampaikan ancaman, tetapi langsung saja terapkan Pasal 21 Undang-Undang Tipikor perintangan penyidikan kepada pihak-pihak yang telah melakukan penghilangan barang bukti," jelasnya.
Ia tegas menyebut, upaya penghilangan barang bukti termasuk tindak pidana perintangan penyidikan.
Sehingga, siapa pun yang terbukti melakukan perintangan penyidikan, maka harus ditetapkan sebagai tersangka pula.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.