Jumat, 3 Oktober 2025

PTPN IV Soroti Pentingnya Perlindungan Kawasan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi

Menurut Jatmiko Santosa, keanekaragaman hayati yang terjaga adalah prasyarat bagi keberlanjutan produktivitas perkebunan.

HandOut/IST
MENJAGA SPESIES LANGKA - Kawasan konservasi bukanlah ruang mati dalam lanskap bisnis perkebunan, melainkan ruang hidup yang memiliki nilai ekologis dan sosial bagi masyarakat maupun generasi mendatang. 

PTPN IV Soroti Pentingnya Perlindungan Kawasan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bagian dari kelompok PT Perkebunan Nusantara, PTPN IV menyoroti tentang perlindungan terhadap keanekaragaman hayati.

Direktur Utama PTPN IV PalmCo, Jatmiko Santosa menyampaikan keanekaragaman hayati merupakan bagian integral dari strategi bisnis perusahaan.

PTPN IV merupakan  yang terdiri dari beberapa anak perusahaan milik negara yang bergerak di sektor perkebunan seperti kelapa sawit, teh, dan karet.

Baca juga: Perkuat Budaya Kerja, PTPN IV PalmCo Dorong Karyawan Miliki Kompetensi Ahli K3 Umum

PTPN IV berada di bawah pengelolaan Kementerian BUMN dan dimiliki oleh pemerintah Indonesia melalui induk perusahaan PTPN III (Persero).

Sebagai BUMN, PTPN IV tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga memiliki peran strategis dalam mendukung kebijakan pemerintah, terutama dalam hal ketahanan pangan, pembangunan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Jatmiko Santosa, keanekaragaman hayati yang terjaga adalah prasyarat bagi keberlanjutan produktivitas perkebunan.

"Dengan prinsip No Deforestation, Peat, and Exploitation sejak dua dasawarsa lalu, komitmen PalmCo sangat jelas dalam mengelola areal bernilai konservasi tinggi,” kata Jatmiko dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (13/8/2025).

Prinsip No Deforestation, No Peat, and No Exploitation (NDPE) adalah komitmen keberlanjutan yang banyak diterapkan dalam industri agribisnis, terutama kelapa sawit. Tujuannya adalah memastikan bahwa produksi komoditas pertanian tidak merusak lingkungan atau melanggar hak asasi manusia.

No Deforestation (Tanpa Deforestasi) bisa diartikan sebagai tidak membuka lahan baru di kawasan hutan yang memiliki Nilai Konservasi Tinggi (NKT) atau Stok Karbon Tinggi (SKT).
Menghindari praktik pembakaran lahan.

Selain itu prinsip ini juga berupaya mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) serta menggunakan pendekatan seperti High Carbon Stock (HCS) dan High Conservation Value (HCV) untuk identifikasi area yang harus dilindungi

Adapun prinsip No Peat dilakukan dengan cara pengembangan baru di lahan gambut.

Hal itu karena gambut menyimpan karbon dalam jumlah besar dan sangat rentan terhadap kerusakan.

Sedangkan prinsip No Exploitation (tanpa eksploitasi) dilakukan dengan cara melindungi hak-hak pekerja, komunitas lokal, dan petani kecil. Prinsip ini juga dilakukan dengan cara menolak praktik kerja paksa, pekerja anak, dan diskriminasi.

Sebagai Subholding dari PTPN III (Persero), PTPN IV PalmCo memiliki wilayah operasional yang sebagian besar berada di Pulau Sumatera dan Kalimantan, dua kawasan yang dikenal sebagai lumbung utama komoditas kelapa sawit di Indonesia.

Namun disisi lain perusahaan mengusung pendekatan keberlanjutan yang dimulai dari perlindungan kawasan hutan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value/HCV).

Kawasan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (KHKT) adalah area hutan yang memiliki satu atau lebih Nilai Konservasi Tinggi (NKT), yaitu nilai-nilai ekologis, biologis, sosial, atau budaya yang sangat penting dan perlu dilindungi. 

Konsep ini dikenal secara internasional sebagai High Conservation Value (HCV).

Pihaknya tercatat mengelola lebih dari 14 ribu hektare kawasan HCV yang tersebar pada 96 lokasi di Sumatera dan Kalimantan.

Kawasan itu mencakup habitat penting bagi sejumlah spesies langka dan terancam punah, seperti Gajah Sumatera, Harimau Sumatera, serta berbagai jenis primata dan tumbuhan endemik lainnya.

Untuk menjamin efektivitas pengelolaan kawasan konservasi, salah satunya perusahaan menerapkan pendekatan High Conservation Value–High Carbon Stock (HCV-HCS) yang diakui secara global.

Penilaian dan pemantauan indikator serta pelaporan sistemnya dijalankan secara berkala dengan pelibatan tenaga ahli baik internal maupun eksternal. Kawasan-kawasan tersebut dilindungi mulai dari aktivitas pembukaan lahan, mitigasi ancaman perburuan dan gangguan lainnya, melalui patroli rutin dan edukasi masyarakat.

“Kawasan-kawasan HCV ini dijaga ketat dari aktivitas pembukaan lahan, perambahan, hingga potensi perburuan liar melalui patroli rutin serta edukasi masyarakat di sekitar areal konservasi,” terang Jatmiko.

Selanjutnya, khusus untuk pengelolaan kawasan HCV di daerah sungai dan sumber air lainnya, pihaknya juga menjalankan penjagaan batas sempadan sungai dengan mencegah penggunaan bahan kimia, melakukan rehabilitasi lahan melalui penanaman vegetasi pakan untuk satwa liar, hingga membangun kesadaran kolektif melalui pelatihan dan sosialisasi yang berkelanjutan. 

Tidak hanya ke masyarakat desa sekitar, seluruh karyawan juga dibekali pemahaman terkait spesies langka serta pentingnya melindungi flora fauna dari ancaman perburuan dan perdagangan ilegal.


“Kawasan konservasi bukanlah ruang mati dalam lanskap bisnis perkebunan, melainkan ruang hidup yang memiliki nilai ekologis dan sosial bagi masyarakat maupun generasi mendatang,” ucapnya.


“Kami percaya bahwa apa yang kami jaga hari ini akan menjadi warisan ekologis berharga bagi anak cucu kita kelak. Melalui pengelolaan kawasan HCV yang konsisten dan berintegritas, sehingga flora dan fauna yang ada dapat terus lestari dan memberikan manfaat bagi kehidupan yang berkelanjutan,” tutur Jatmiko.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved