Minggu, 5 Oktober 2025

Dugaan Korupsi Kuota Haji

PCNU Bangkalan Prihatin Dugaan Kasus Korupsi Kuota Haji: Dibuka Saja agar Terang Benderang

Lora Dimyathi Muhammad, prihatin atas dugaan korupsi pengelolaan kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag) untuk periode 2023–2024.

Penulis: Chaerul Umam
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
DIPERIKSA KPK - Mantan Menteri Agama 2020-2024 Yaqut Cholil Qoumas tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/8/2025). Sekretaris Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Bangkalan Jawa Timur, Lora Dimyathi Muhammad, prihatin atas dugaan korupsi pengelolaan kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag) untuk periode 2023–2024. 

Kepemilikan Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani oleh Yaqut terkait pembagian kuota tambahan haji menjadi salah satu bukti kunci yang dipegang penyidik.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa pencegahan terhadap Yaqut merupakan bagian dari proses penyidikan untuk mendalami siapa pemberi perintah dan penerima aliran dana dalam kasus ini.

"Ini yang dicekal, salah satunya Saudara YCQ. Ini juga disampaikan bahwa kita sedang mencari siapa yang memberikan perintah dan juga siapa yang menerima uang," ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (12/8/2025).

Asep menegaskan bahwa SK yang ditandatangani Yaqut tersebut kini menjadi salah satu bukti yang sangat potensial untuk menetapkan status tersangka.

"Terkait dengan adanya SK yang ditandatangani Saudara YCQ, apakah ini sudah akan menjadi potential suspect? Nah, itu menjadi salah satu bukti. Jadi kita akan perlu banyak bukti ini, salah satunya sudah kita peroleh," jelasnya.

Fokus utama penyidikan KPK saat ini adalah menelusuri proses terbitnya SK tersebut. 

KPK mendalami apakah kebijakan itu murni inisiatif Yaqut sebagai menteri, atau ada arahan dari pihak yang lebih tinggi. 

Di sisi lain, KPK juga mendalami kemungkinan adanya usulan dari bawah yang sengaja "disodorkan" untuk ditandatangani.

"Tentunya kita harus mencari bukti-bukti lain yang menguatkan, dan juga kita akan memperdalam bagaimana proses dari SK itu terbit. Apakah ada yang lebih tinggi dari itu kemudian memberi perintah atau bagaimana? Nah, itu yang sedang kita dalami," papar Asep.

Duduk perkara kasus

Kasus ini bermula dari adanya penambahan kuota haji sebanyak 20.000. 

Menurut Asep, kuota tambahan ini dibagi secara tidak proporsional, yaitu 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. 

Pembagian 50:50 ini dinilai menyalahi undang-undang yang seharusnya menetapkan porsi 92 persen untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus.

KPK menduga ada peran dari level eselon satu (setingkat Dirjen) dan asosiasi haji khusus dalam perumusan kebijakan yang melanggar aturan ini.

"Ini justru dari tingkat dirjennya, dari bawahannya, di mana mereka kan awalnya sudah ketemu dengan asosiasi ini, akhirnya dibagi menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus, artinya 50%-50?n menyalahi atau tidak sesuai dengan undang-undang," kata Asep.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved