Jumat, 3 Oktober 2025

Ijazah Jokowi

Abraham Samad Diperiksa Terkait Polemik Ijazah Jokowi, Refly Harun: Ini Orkestrasi Sebuah Kekuasaan

Mengenai diperiksanya Abraham Samad di Polda Metro Jaya, Refly Harun menilai laporan Jokowi soal pencemaran nama baik seperti orkestrasi kekuasaan.

(Tribunnews.com/Reynas Abdila)
LAPORAN JOKOWI - Dalam foto: Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad saat memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai terlapor terkait laporan dugaan pencemaran nama baik/fitnah atas tudingan ijazah palsu yang dilayangkan Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Abraham Samad diperiksa di Polda Metro Jaya, pada Rabu (13/8/2025). Pengacara sekaligus pakar hukum tata negara Refly Harun menyoroti terseretnya nama Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dalam polemik tudingan ijazah palsu milik Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi). (Tribunnews.com/Reynas Abdila) 

TRIBUNNEWS.COM - Pengacara sekaligus pakar hukum tata negara Refly Harun menyoroti terseretnya nama Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dalam polemik tudingan ijazah palsu milik Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi).

Jokowi telah membuat laporan mengenai dugaan pencemaran nama baik/fitnah terkait tudingan ijazah palsu ke Polda Metro Jaya pada 30 April 2025.

Laporan tersebut terdaftar dengan nomor LP/B/2831/IV/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA.

Ada tiga pasal yang dijadikan acuan dalam laporan Jokowi, yakni:

  • Pasal 310 KUHP (pencemaran nama baik).
  • Pasal 311 KUHP (fitnah).
  • Pasal 35 juncto Pasal 51 ayat (1), Pasal 32 ayat (1) juncto Pasal 48 ayat (1), dan/atau Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang diubah menjadi UU No. 1 Tahun 2024.

Dalam kronologi yang disampaikan Jokowi, ada lima orang yang dianggap terlibat dalam penyebaran tuduhan ijazah palsu, dengan inisial:

  • RS (pakar telematika Roy Suryo
  • ES (politisi Eggi Sudjana)
  • RS (pakar digital forensik Rismon Sianipar
  • T (Tifauzia Tyassuma alias Dokter Tifa)
  • K (pengacara Kurnia Tri Royani)

Penyidik Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya melakukan gelar perkara pada 10 Juli 2025 dan menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana.

Karena hal tersebut, laporan Jokowi ini ditingkatkan dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan pada 11 Juli 2025.

Setelah naik ke tahap penyidikan, jumlah terlapor yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) bertambah menjadi 12 orang.

Di antaranya adalah Abraham Samad, Mikhael Sinaga, Nurdian Susilo, Aldo Husein, Rizal Fadillah, Rustam Effendi, dan Damai Hari Lubis.

Baca juga: Todung Mulya Lubis: Kriminalisasi Abraham Samad Kemunduran Hukum & Membungkam Kebebasan Berpendapat

Abraham Samad telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait laporan Jokowi ini di Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Rabu (13/8/2025) hari ini.

Pria kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan 27 November 1966 ini disebut-sebut dalam laporan karena pernyataannya dalam podcast di kanal YouTube ABRAHAM SAMAD SPEAK UP membahas isu ijazah Jokowi

Saat pemeriksaan, ia didampingi sejumlah tokoh, seperti pengacara Todung Mulya Lubis, eks Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, mantan sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, budayawan Eros Djarot, dan aktivis dari berbagai lembaga, seperti LBH Jakarta dan YLBHI.

Selain itu, ada tim advokasi yang terdiri atas Ketua IM57+ Institute, LBH-AP Muhammadiyah, Syafrin Elain dan Gufroni, pihak KontraS Andrie Yunus, Ahmad Khozinudin, Abdul Gafur Sangadji, hingga Syamsir Jalil.

Selain dikenal sebagai Ketua KPK 2011-2015, Abraham Samad kini aktif sebagai podcaster yang kerap membahas isu politik, di mana kanal YouTube-nya, ABRAHAM SAMAD SPEAK UP sudah memiliki 1,34 juta subscriber dan 298,2 juta views.

Orkestrasi Sebuah Kekuasaan

Mengenai diperiksanya Abraham Samad di Polda Metro Jaya, Refly Harun menilai laporan Jokowi soal pencemaran nama baik terkait tudingan ijazah palsu ini seperti orkestrasi kekuasaan.

Secara harfiah, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata 'orkestrasi' bermakna seni mengolah karya musik sehingga dapat dimainkan oleh orkes, misalnya musik untuk piano digubah untuk orkes, atau instrumentasi.

Untuk konteks yang disampaikan Refly Harun, 'orkestrasi kekuasaan' bisa dimaknai sebagai upaya terstruktur untuk mengendalikan atau mempertahankan kekuasaan melalui koordinasi berbagai elemen politik dan institusional.

Refly Harun, yang pernah ditunjuk menjadi ketua tim Anti Mafia MK oleh Mahfud MD saat menjabat sebagai Ketua MK itu juga menyoroti dalih Jokowi yang mengaku 'hanya mengadukan fenomena.'

Ia pun mempertanyakan, mengapa fenomena diadukan ke pihak kepolisian.

Apalagi, tidak jelas locus delicti maupun tempus delicti-nya (tempat dan waktu terjadinya tindak pidana, red.).

Selain itu, Jokowi juga tidak menyebut secara langsung nama Abraham Samad sebagai nama terlapor dalam laporannya.

"Yang terjadi sekarang ini kan seolah-olah orkestrasi sebuah kekuasaan. Karena kalau ditanyakan pada Jokowi, dia hanya mengatakan, 'Saya hanya mengadukan sebuah fenomena.' Loh, kok bisa dia adukan sebuah fenomena?" kata Refly Harun, dikutip dari tayangan Kompas Petang yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Rabu (13/8/2025).

"Tidak jelas siapa yang dia laporkan, lalu kemudian apa locus delicti-nya, apa tempus delicti-nya, dan lain sebagainya," tambahnya.

Menurut Refly, seharusnya jika Jokowi merasa difitnah atau dicemarkan nama baiknya, yang notabene masuk delik aduan, harus jelas peristiwa, lokasi, dan siapa saja yang dilaporkan.

"Kalau seandainya, misalnya, dia merasa fitnah atau pencemaran nama baik, itu kan soal-soal yang terkait dengan delik aduan. Silakan saja. Yang jelas harus jelas, apa peristiwanya, di mana, dia tahu bahwa dia difitnah, lalu siapa yang mau dia laporkan, dan lain sebagainya. Sekarang kan tidak jelas," papar Refly.

Kemudian Refly Harun menyoroti dua ketidakjelasan dalam laporan Jokowi.

Yakni pernyataan Jokowi yang menyebut bukan dirinya yang melaporkan 12 orang termasuk Abraham Samad, dan gabungan laporan delik aduan Jokowi dengan laporan lainnya yang bersifat delik umum.

"Ketika ditanyakan pada Jokowi, dia bilang bukan saya yang melaporkan 12 orang itu. Itu satu," ujar Refly.

"Yang kedua, kasus ini adalah gabungan dari pengaduan Jokowi sebagai sebuah delik aduan dan delik umum yang dilaporkan Ade Darmawan dan lain-lain. Jadi ada lima laporan digabung jadi satu," tambahnya.

Selain laporan Jokowi dengan nomor LP/B/2831/IV/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA, Polda Metro Jaya menangani lima laporan lain terkait tudingan ijazah palsu, yang sebagian besar merupakan pelimpahan dari Polres.

Dari lima laporan ini, tiga laporan juga naik ke tahap penyidikan karena ditemukan dugaan tindak pidana penghasutan (Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 28 ayat 2 UU ITE), sedangkan dua laporan lainnya dicabut karena pelapor tidak hadir untuk klarifikasi.

Menurut Refly, seharusnya laporan Jokowi dan laporan pelimpahan dari Polres tersebut tidak digabung.

Ia merasa ada yang janggal, ketika laporan-laporan itu digabung dan dirangkai menjadi fenomena untuk diusut, untuk kemudian dicari tersangka-nya.

"Padahal kalau kita mau bicara penegakan hukum, kalau memang ini delik aduan ya sudah dipisahkan dulu. Delik aduan diproses dan kemudian dihargai hak Jokowi untuk mengadukan siapa pun," kata Refly.

"Jangan kemudian digabung seolah-olah di-entertain yang diadukan sebuah fenomena. Tiba-tiba dicarilah siapa yang kira-kira bisa dilaporkan ditersangkakan. Ini yang menurut saya menjadi tidak jelas," tandasnya.

Sebelumnya, Jokowi memang pernah mengklaim hanya melaporkan peristiwa dugaan pencemaran nama baik atas tudingan ijazah palsu, dan tidak menyasar nama tertentu.

“Ya begini, jadi yang saya laporkan itu adalah peristiwa. Peristiwa mengenai dugaan pencemaran nama baik dan fitnah,” ujar Jokowi saat ditemui di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Jawa Tengah, Jumat (25/7/2025), dikutip dari TribunSolo.

Munculnya 12 nama terlapor, termasuk Abraham Samad, merupakan hasil dari pengembangan penyelidikan oleh pihak kepolisian.

“Jadi saya tidak melaporkan nama. Kemudian ada tindak lanjut penyelidikan dari Polri dan muncul nama-nama itu,” katanya.

“Jadi, sekali lagi, yang saya laporkan adalah peristiwa, dugaan pencemaran nama baik dan fitnah,” ucapnya.

(Tribunnews.com/Rizki A./Abdi Ryanda Shakti)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved